I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran
daun yang berumur semusim dan termasuk dalam famili compositae. Selada tumbuh
baik di dataran tinggi, pertumbuhan optimal di lahan subur yang banyak
mengandung humus, pasir atau lumpur dengan pH tanah 5 - 6,5. Di dataran rendah
kropnya kecil-kecil dan cepat berbunga. Waktu tanam terbaik pada akhir musim
hujan, walaupun dapat ditanam pada musim kemarau dengan pengairan atau
penyiraman yang cukup (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 2010).
Selada mempunyai
kandungan mineral antara lain iodium, fosfor, besi, tembaga, kobalt, seng,
kalsium, mangan, dan potasium sehingga selada mempunyai khasiat terbaik dalam
menjaga keseimbangan tubuh. Kulit luar yang hijau adalah yang paling baik.
Dimasak perlahan-lahan selama 15 menit merupakan obat penderita insomnia (Kontak
Tani Nelayan Andalan, 2011).
Tanaman akan
mudah terserang hama maupun penyakit bila kondisi fisiknya tidak baik. Adanya
perubahan iklim/cuaca, menggunakan benih/bibit yang tidak baik, atau dari
kondisi tanahnya merupakan salah satu faktor pemicu tanaman akan rentan
terhadap serangan hama atau penyakit. Untuk mengatasinya dapat menggunakan
obat-obatan yang banyak di pasaran. Dalam pembelian obat harus memperhatikan
gejala yang ada pada tanaman, dan kejelian serta kecerdasan kita untuk dapat
memulihkan tanaman agar dapat sehat kembali (Lesman, 2012).
Pestisida
mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang
mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan
hidupnya. Pest berarti hama,
sedangkan cide berarti membunuh. Karena
pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehati-hatian dengan
memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi pestisida dan lingkungan sekitar.
Perhatikan petunjuk pemakaian yang tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan dengan
penggunaan bahan racun khususnya pestisida (Tarumingkeng, 2008).
Pestisida nabati
adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan
ramah lingkungan. Pestisida nabati sudah lama digunakan oleh petani. Namun,
dalam kurun waktu selanjutnya penggunaan pestisida nabati mulai ditinggalkan
akibat ditemukannya DDT pada tahun 1939 yang kemudian digunakan secara meluas.
Selanjutnya, produk pestisida sintetis mulai bermunculan. Namun, penggunaannya
secara kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan
(Sudarmo, 2005).
Pestisida
nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin
yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan
atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai
pestisida (Budiman et al., 2011).
B. Tujuan
dan Saran
Tujuan pelaksanaan praktik kerja lapang di Gabungan Kelompok
Tani Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang antara lain untuk:
1.
Mengetahui teknik pembuatan pestisida nabati yang dilakukan oleh Gabungan
Kelompok Tani Tranggulasi,
2.
Mengetahui cara aplikasi dan waktu yang tepat dalam memberikan pestisida
nabati di Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi, dan
3.
Mengetahui manfaat pestisida nabati dalam pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman selada di Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi.
C.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dalam pelaksanaan praktik kerja
lapang di Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi antara lain untuk:
1.
Menambah
wawasan tentang kegiatan pertanian yang sesungguhnya,
dan
2.
Memperluas
pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi mahasiswa di bidang Agroteknologi khususnya dalam pengendalian
hama dan penyakit pada tanaman selada di Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Sejarah
Tanaman Selada
Selada merupakan
sayuran daun yang berasal dari daerah (negara) beriklim sedang. Berawal dari
kawasan Asia Barat dan Amerika, tanaman ini kemudian meluas ke berbgai negara.
Daerah penyebaran tanaman selada antara lain Karibia, Malaysia, Afrika Timur, Afrika
Tengah dan Afrika Barat serta Filipina. Dalam perkembangan selanjutnya
pembudidayaan selada meluas ke negara-negara yang beriklim sedang maupun panas
di belahan dunia. Beberapa negara yang menaruh perhatian besar mengembangkan
dan menciptakan varietas selada unggul di antaranya Jepang, Taiwan, Thailand,
Amerika dan Belanda (Abidin, 2011).
B.
Budidaya
Tanaman Selada
Klasifikasi
Tanaman Selada:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi: Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua
/ dikotil)
Ordo: Asterales
Famili: Asteraceae
Genus: Lactuca
Spesies: Lactuca sativa L.
Selada (Lactuca sativa L.) memiliki penampilan
yang menarik. Ada yang berwama hijau segar dan ada juga yang berwama merah.
Selain sebagai sayuran, daun selada yang agak keriting sering dijadikan
penghias hidangan.
Selada yang ditanam
di dataran tinggi cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal bagi
pertumbuhan selada ialah antara 15-25°C. Jenis tanah yang disukai selada ialah
lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih mengandung humus.
Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap tanah-tanah yang miskin hara
asalkan diberi pengairan dan pupuk organik yang memadai. Jika tanah asam, daun
selada menjadi kuning. Oleh karena itu, untuk tanah yang asam sebaiknya
dilakukan pengapuran terlebih dahulu sebelum penanaman (Anonim, 2009).
Benih Selada
diperbanyak dengan biji. Bijinya yang kecil diperoleh dari tanaman yang
dibiarkan berbunga. Setelah tua tanaman dipetik dan diambil bijinya. Umumnya
benih selada disemai terlebih dulu, tetapi penanaman langsung dapat saja
dilakukan. Namun, lebih baik kalau disemaikan lebih dulu. Tanaman yang
disemaikan setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun
tanaman dapat dipindahkan ke bedengan yang sudah dipersiapkan dengan jarak tanam
20 x 20 cm atau 25 x 25 cm tergantung varietas, semakin tinggi varietas yang
ditanam semakin lebar jarak tanamnya.
Pemeliharaan
selada dilakukan penyiraman tiap hari sampai selada tumbuh normal, kemudian
diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati dilakukan penyulaman sebelum
tanaman berumur 10 hari dan penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan
gulma (Edi, 2010).
C.
Jenis
Selada
Dari berbagai
varietas selada yang berkembang saat ini dikelompokkan kedalam 4 tipe yaitu:
1. Tipe Selada Kepala atau Selada Telur (Head lettuce)
Tipe selada kepala memiliki daun yang membentuk
krop, yaitu daun – daun yang saling merapat membentuk bulatan yang menyerupai
kepala. Tipe selada ini kropnya berbentuk bulat, beberapa helaian daun bawah
tetap berlepasan, kropnya berukuran besar dan pada varietas tertentu daunnya
ada yang berwarna hijau terang dan ada yang berwarna hijau keunguan (hijau agak
gelap).
Daun halus, renyah, dan rasanya enak, sehingga
disukai banyak konsumen. Batang tanaman sangat pendek terletak pada bagian dasar
yang berada di dalam tanah sehingga batang hampir tidak terlihat. Tipe selada
kepala hanya cocok ditanam di dataran tinggi (pegunungan) yang berhawa sejuk.
Apabila ditanam di dataran rendah, tanaman tidak bisa membentuk krop karena
untuk pembentukan krop diperlukan suhu yang dingin. Tipe selada kepala ada 2
bentuk yaitu selada yang memiliki krop padat dengan daun yang keriting (jenis
crishead) dan selada yang memiliki krop kurang padat dengan daun yang agak
lurus/tidak terlalu keriting, daun halus licin, dan tepi daun rata (jenis
butterhead). Tipe selada kepala jenis crishead
dan butterhead tahan terhadap
kekeringan sehingga mudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia.
2. Tipe Selada Rapuh (Cos
lettuce atau Romaine lettuce)
Batang tanaman sangat pendek terletak pada
bagian dasar yang berada di dalam tanah sehingga batang hampir tidak terlihat.
Tipe selada rapuh hanya cocok ditanam di dataran tinggi (pegunungan) yang
berhawa dingin (sejuk). Apabila ditanam di dataran rendah tanaman tidak bisa
membentuk krop, karena untuk pembentukan krop diperlukan suhu yang dingin.
Beberapa varietas yang tergolong tipe rapuh ada yang sulit dibudidayakan di
Indonesia, karena hanya tumbuh baik pada musim dingin.
3. Tipe Selada Daun (Cutting lettuce atau Leaf lettuce)
Tipe selada daun memiliki ciri, tanaman tidak
membentuk krop. Tipe ini helaian daunnya lepas, tepi daun berombak, beberapa
varietas daunnya ada yang berwarna hijau dan ada yang berwarna merah tua
(gelap), daun lebar dan berukuran besar. Tipe selada daun memiliki batang
panjang dan terlihat. Tipe ini tahan terhadap kondisi panas dan dingin,
sehingga bisa dibudidayakan di dataran rendah maupun di dataran tinggi
(pegunungan).
4. Tipe Selada Batang (Asparagus lettuce atau Stem lettuce)
Tipe selada batang memiliki ciri, tanaman tidak
membentuk krop, daunnya berukuran besar dan bulat panjang dengan ukuran panjang
mencapai 40 cm dan lebar sekitar 15 cm, daun berlepasan, tangkai daun lebar,
daun ada yang berwarna hijau tua dan ada yang berwarna hijau muda (tergantung
pada varietasnya), tulang-tulang daun menyirip. Batang tanama panjang berkisar
antara 30 cm - 40 cm, berukuran besar dan kokoh dengan garis tengah berkisar
antara 5,6 cm - 7 cm, berwarna putih kehijauan atau hijau muda keputihan, halus
dan renyah (Indoagrow, 2012).
D.
Organisme
Pengganggu Tanaman Selada
1. Penyakit
yang sering menyerang tanaman selada, antara lain:
a. Busuk
Daun (Bremia lactucae)
Gejala:
diantara tulang-tulang daun terjadi bercak bersudut, berwarna hijau muda pucat
sampai kuning. Pada permukaan bawah terbentuk jamur putih yang terdiri atas
sporangiofor dan sporangium jamur. Bagian daun yang terinfeksi saling
berhubungan dan berubah menjadi bercak cokelat yang besar. Jika penyakit timbul
pada waktu tanaman masih kecil tanaman akan kerdil. Penyakit dapat berkembang
terus pada saat selada disimpan dan diangkut, sehingga dapat membuka jalan bagi
invasi jasad sekunder.
Penyebab:
Jamur Bremia lactucae Regel memiliki
miselium interseluler dengan haustorium bulat, sporangiofor bercabang dikotom.
Ujung cabang yang mendukung sporangium melebar seperti membentuk cakram.
Sporangium berkecambah secara langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, atau
secara tidak langsung membentuk spora kembar.
b. Bercak
Daun
Gejala:
mula-mula nampak bercak kecil kebasah-basahan pada tepi daun. Secara bertahap
bercak berkembang makin kedalam dan jaringan yang sakit menjadi kecokelatan di
bagian tengahnya.
Penyebab
penyakit adalah Cercospora longisima Sacc.
Meskipun tersebar diseluruh dunia tetapi penyakit ini tidak terlalu merugikan.
c. Virus
Mosaik
Gejala:
serangan terjadi pada bibit dan tanaman muda. Tanaman kerdil dan daun-daun
nampak keriting tidak beraturan. Kadang-kadang tanaman pucat, hijau
kekuning-kuningan, dan tepi daun mengerut secara berlebihan.
Penyebabnya
adalah virus mosaik selada atau Lettuce
mozaic virus. Sebutan lain adalah Lactuca
virus L. (Jagger) Smith.
d. Penyakit
Rebah Semai (Dumping off)
Gejala:
sebagian tanaman pada bedeng pembibitan rebah. Adanya luka seperti tersiram air
panas pada pangkal batang. Kadang-kadang tanaman rebah terjadi sesaat sebelum
tunas membuka. Pangkal akar yang terserang akan membusuk, mengering, mengeras,
dan berwarna kehitaman.
Penyebab
adalah jamur Rhizoctonia solani.
e. Penyakit
Busuk Basah (Soft root)
Gejala:
pada bagian yang terinfeksi mula-mula terjadi bercak kebasahan dan lunak,
bercak membesar, dan membusuk. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau,
tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringan tersebut menjadi berbau
khas.
Penyebab
busuk basah yaitu bakteri Erwinia
carotovora.
f. Bercak
Daun Alternaria
Gejala:
Pada daun terdapat bercak-bercak berbentuk bulatan konsentris kecil berwarna
kelabu gelap yang meluas dengan cepat sehingga menjadi bercak bulat dengan
garis tengah mencapai 1 cm. Penyakit ini banyak terdapa pada daun tua.
Penyebab
bercak daun yaitu Alternaria brassicae. Jamur
ini dapat terbawa oleh biji.
2. Hama
yang sering menyerang tanaman selada, antara lain:
a. Ulat
Kremeng atau Tritip (Plutella
maculipennis)
Gejala:
daun tampak seperti karancang putih. Jika lebih diperhatikan ternyata karancang
tersebut adalah kulit ari daun yang tersisa setelah dagingnya dimakan ulat.
Selanjutnya daun menjadi berlubang karena kulit ari daun mengering dan sobek.
Serangan berat seluruh daging daun habis termakan sehingga yang tertinggal
hanyalah tulang daunnya.
Penyebab
kerusakan adalah Plutella maculipennis
atau ulat tritip. Ulat yang baru menetas warnanya hijau muda. Setelah dewasa
berbentuk ngengat dan warna kepalanya menjadi lebih pucat dan terdapat bintik
cokelat. Serangga dewasa menghasilkan telur secara berkelompok, yaitu 2-3 butir
telur setiap kelompok.
b. Siput
Gejala:
selada yang terserang siput daunnya banyak yang berlubang, tetapi tidak merata.
Sering pula dijumpai alur-alur bekas lendir pada tanaman atau sekitarnya.
Penyebab
gejala tersebut adalah siput Agriolimax sp.
Hewan berkulit cokelat dengan tubuh lunak, bergerak amat lambat. Siput umumnya
menyerang pada malam hari.
c. Ulat
Thepa javanica
Gejala:
daun banyak berlubang dengan jarak lubang sangat dekat dan menggerombol.
Penyebab
gejala tersebut adalah ulat Thepa
javanica.
d. Ulat
Tanah (Agrotis ipsilon)
Gejala:
bagaian pangkal selada yang terserang akan terpotong hingga tanaman roboh dan
mati.
Penyebab
ulat Agrotis ipsilon yang menghuni
tanah dan menggerogoti pangkal batang (Haryanto et al., 2007).
E.
Prinsip
Bertanam secara Organik
Sisitem
pertanian organik merupakan sistem pertanian masa depan. Organik bukan hanya menunjuk
pertanian tanpa bahan kimia, tetapi merupakan sistem pertanian ramah lingkungan
yang mengutamakan keseimbangan ekosistem. Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM),
tujuan dari sistem pertanian organik yaitu:
1. Menghasilkan
bahan pangan berkualitas dan bernutrisi tinggi dalam jumlah yang cukup,
2. Melaksanakan
interaksi yang efektif dengan sistem dan daur alami yang mendukung semua bentuk
kehidupan yang ada,
3. Mendorong
dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan
kehidupan mikroba, tanah, tumbuhan, dan hewan,
4. Memelihara
dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan,
5. Membatasi
terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh
kegiatan pertanian,
6. Mempertahankan
keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan
(Soenandar, et al., 2010).
F.
Pestisida
Nabati
Pestisida nabati
adalah pestisida yang berbahan dasar dari tumbuhan atau tanaman. Pestisida
nabati merupakan salah satu altenatif dalam pengendalian hama dan penyakit
tanaman. Penggunaan pestisida nabati selain mengurangi pencemaran, harganya
relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida sintetis/kimia.
Pestisida nabati
dapat membunuh atau menggenggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja
yang unik, yaitu melalui perpaduan berbagai cara atau tunggal. Cara kerja
pestisida nabati sangat spesifik, yaitu:
1. Merusak
perkembangan telur, larva, dan pupa,
2. Menghambat
pergantian kulit,
3. Mengganggu
komunikasi serangga,
4. Menyebabkan
serangga menolak makan,
5. Menghambat
reproduksi serangga betina,
6. Mengurangi
nafsu makan,
7. Memblokir
kemampuan makan serangga,
8. Mengusir
serangga, dan
9. Menghambat
perkembangan patogen penyakit.
Pestisida nabati
mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
1. Kelebihan
pestisida nabati, antara lain:
a. Murah
dan mudah dibuat oleh petani,
b. Relatif
aman terhadap lingkungan,
c. Tidak
menyebabkan keracunan pada tanaman,
d. Sulit
menimbulkan kekebalan terhadap hama,
e. Kompatibel
digabung dengan cara pengendalian yang lain, dan
f. Menghasilkan
produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
2. Kelemahan
pestisida nabati, antara lain:
a. Daya
kerja relatif lambat,
b. Tidak
membunuh jasad sasaran secara langsung,
c. Tidak
tahan terhadap sinar matahari,
d. Kurang
praktis,
e. Tidak
tahan disimpan, dan
f.
Kadang-kadang harus
disemprotkan berulang-ulang (Sudarmo, 2005).
G.
Bahan-Bahan
untuk Pestisida Nabati dan Cara Aplikasinya
Tabel 1.
Bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida organik dan cara
pengaplikasian dilapangan, antara lain:
No
|
Bahan Pestisida Organik
|
Cara Aplikasi
|
1
|
Biji saga
|
Tepung
biji saga diencerkan dengan air bersifat racun perut bagi serangga. Tepung
biji saga dalam tepung terigu dengan konsentrasi 5% mampu mengendalikan hama
gudang selama 3 bulan.
|
2
|
Daun dan batang serai
|
Abu
daun dan batang serai dapat membunuh serangga hama gudang. Sedangkan dalam
bentuk esktrak atau ditumbuk halus dan disaring kemudian dilarutkan dengan
air dapat menjadi insektisida nabati.
|
3
|
Daun dan biji sirsak
|
Ekstrak
daun dan biji sirsak yang diencerkan dapat membunuh kutu dan serangga.
|
4
|
Biji srikaya
|
Tepung
biji srikaya yang diencerkan dapat membunuh kutu dan serangga
|
5
|
Daun dan biji nimba
|
Daun
dan biji nimba dapat berfungsi mengendalikan lebih dari 127 jenis hama yang
berperan sebagai fungisida, bakterisida, anti virus, namatisida serta
moluskisida. Pengaplikasiannya adalah dua genggam biji saga ditumbuk dan
dilarutkan dalam 1 liter air dibiarkan semalam, disaring lalu disemprotkan
pada tanaman, alternatif lain 1 kg daun
segar
direbus dalam 5 liter air didiamkan semalam disaring dan disemprot atau 5 kg
daun segar ditumbuk, direndam dalam air dan biarkan semalam disaring dan
disemprot.
|
6
|
Umbi gadung
|
Umbi
gadung yang dihaluskan dan dicampur dengan umpan dapat berfungsi sebagai
rodentisida untuk meracuni atau mengendalikan hama tikus.
|
7
|
Daun sembung
|
Daun
sembung yang dilarutkan air yang ditambah sekitar 0,1% detergen cair
mengakibatkan lebih 50% kematian
keong
mas.
|
8
|
Bubuk lada
|
Bubuk
lada dengan konsentrasi 0,25-0,5% menanggulangi serangga hama gudang. Lada
berfungsi sebagai insektisida, fungisida dan nematisida.
|
9
|
Abu kayu
|
Abu
kayu ditabur disekeliling akar tanaman untuk mengatasi hama uret, abu kayu
ditaburkan dalam parit disekeliling tanaman dapat mengatasi ulat grayak, ulat
tanah dan siput, abu kayu dicampur dengan air dan disemprotkan untuk mengatasi
kumbang pada tomat sedangkan abu kayu dicampur kapur dan air sabun untuk
disemprotkan dalam mengatasi kumbang pada timun.
|
10
|
Tepung cabai merah
|
Tepung
cabai merah yang dilarutkan dan disemprot untuk mengatasi hama serangga.
|
11
|
Daun tembakau
|
Pada
konsentrasi 1 - 2% atau sekitar 10-20 g daun tembakau yang ditambah sekitar
0,1% deterjen (1-2 cc deterjen cair/1 - 2 g deterjen padat) campur dalam 1
liter air direbus atau diendapkan semalam dan disemprotkan pada tanaman sebagai
mengendalikan berbagai macam organisme pengganggu tanaman. Tepung daun
tembakau juga dapat mengendalikan hama gudang.
|
(Nugroho,
2007).
III.
METODE
PRAKTIK KERJA LAPANG
A.
Tempat
dan Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapang
Kegiatan praktik kerja lapang akan dilaksanakan di Gabungan
Kelompok Tani Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dan waktu pelaksanaan selama 25
hari kerja yang dimulai pada bulan Juli 2012.
B.
Materi
Praktik Kerja Lapang
Materi praktik
kerja lapang yang akan dilaksanakan yaitu:
1. Kondisi umum perusahaan yang meliputi:
a.
Sejarah dan Perkembangan perusahaan,
b.
Struktur organisasi perusahaan, dan
c.
Tenaga kerja.
2.
Kegiatan pemeliharaan tanaman yang meliputi:
a.
Pembuatan pestisida nabati, dan
b.
Teknik aplikasi dan waktu aplikasi.
C. METODE PELAKSANAAN
Pelaksanaan praktik
kerja lapang ini menggunakan
metode :
1.
Metode
peran serta
Metode peran serta adalah kegiatan yang akan dilaksanakan
dengan melibatkan diri dalam kegiatan yang dilaksanakan di Gabungan
Kelompok Tani Tranggulasi.
2.
Metode
observasi dan wawancara
Observasi dan wawancara dilakukan dengan pengamatan dan
pengajuan pertanyaan langsung kepada Gabungan Kelompok Tani
Tranggulasi untuk mendapatkan
data sekunder seperti, sejarah perusahaan, dan
struktur organisasi yang ada di
Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi.
3. Metode
Pengumpulan Data
Pengumpulan
data meliputi:
a. Data
primer, diperoleh dari:
1) Pengamatan
secara visual dan praktik secara langsung serta pencatatan data di lapangan,
2) Interview, yaitu
mengadakan wawancara dengan petani dan pimpinan gabungan kelompok tani
tranggulasi tentang teknik pembuatan pestisida nabati dan manfaat pestisida
nabati dalam pengendalian hama dan penyakit.
b. Data
sekunder
Data sekunder diperoleh dari arsip atau
dokumentasi, literatur, buku dan telaah pustaka lain yang berhubungan dengan pengendalian
organisme
pengganggu tanaman pada komoditas selada (Lactuca
Sativa L.).
4. Analisis
SWOT
Analisis
SWOT adalah metode perencanaan strategis
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek
atau suatu spekulasi bisnis.
Contoh
Analisis SWOT untuk LSM kecil:
1. Kekuatan
a. Kami
mampu melakukan penelitian ini karena dengan mempunyai sedikit pekerjaan saat
ini berarti kami mempunyai banyak waktu.
b. Peneliti
utama kami mempunyai reputasi sangat baik diantara komunitas kebijakan.
c. Direktur
organisasi kami mempunyai hubungan baik dengan Kementrian.
2. Kelemahan
a. Organisasi
kami belum terlalu dikenal oleh departemen-departemen pemerintah lainnya.
b. Kami
mempunyai sedikit karyawan dengan keahlian rendah di banyak bidang.
c. Kami
rentan menghadapi situasi bila karyawan sakit atau keluar.
3. Kesempatan
a. Kami
melakukan kegiatan isu topical.
b. Pemerintah
menyatakan bahwa mereka akan mendengarkan suara LSM lokal.
c. LSM
lainnya dari wilayah kami akan mendukung kami
4. Tantangan
a. Apakah
laporannya akan menjadi terlalu sensitif secara politis sehingga mengancam
keberlanjutan dana dari sponsor?
b. Ada
banyak bukti berlawanan yang dapat digunakan untuk mendiskreditkan penelitian
kami dan dengan demikian organisasi kami juga akan didiskreditkan.
IV.
JADWAL
PELAKSANAAN
Kegiatan Praktik Kerja Lapang akan dilakukan selama
25 hari pada bulan Juli 2012.
Adapun jadwal kegiatan selama Praktik Kerja Lapang sebagai berikut:
Tabel
1. Jadwal kegiatan Praktik
Kerja Lapang di Gabungan Kelompok Tani Tranggulasi
No.
|
Uraian Kegiatan
|
Minggu ke-
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Persiapan dan
pengenalan kondisi di tempat PKL
|
|
|
|
|
2.
|
Pengamatan dan pelaksanaan teknis pemeliharaan
tanaman terhadap OPT
|
|
|
|
|
3.
|
Kelengkapan data dan pembuatan laporan
|
|
|
|
|
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin.
2011. Budidaya Tanaman Selada. (On-line).
http://tedjoeagriculture.blogspot.com/2011/12/budidaya-tanaman-selada.html
diakses 8 Mei 2012.
Anonim. 2009.
Budidaya Selada. (On-line). http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/29/budidaya-selada/ diakses 8 Mei 2012.
Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Jambi.
Budiman, A., M. Thamrin, S. Asikin, and
Mukhlis. 2011. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida
Nabati. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Edi, S., dan J.
Bobihoe. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
Jambi.
Haryanto,
E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 2007. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya, Jakarta.
Indoagrow.
2012. Jenis-Jenis Selada. (On-line). http://indoagrow.wordpress.com/2012/02/12/jenis-jenis-selada/ diakses
8 Mei 2012.
Kontak
Tani Nelayan Andalan. 2011. Bertanam Selada Organik. (On-line). http://ktnakampar.wordpress.com/2011/11/06/bertanam-selada-organik-lactuca-sativa/ diakses
8 Mei 2012.
Lesman. 2012.
Insektisida Organik atau Pestisida Nabati. (On-line).
http://www.lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/145-insektisida-organik-atau-pestisida-nabati.html
diakses 8 Mei 2012.
Nugroho, H., dan D.
Novalinda. 2007. Usaha Sayuran Sehat di
Dataran Rendah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Jambi.
Soenandar,
M., M. N. Aeni, dan A. Raharjo. 2010. Petunjuk
Praktis Membuat Pestisida Organik. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Kanisius, Yogyakarta.
Tarumingkeng, R.C.
2008. Pestisida Dan Penggunaannya. (On-line). http://www.scribd.com/doc/3116466/Pestisida-dan-Penggunaannya diakses 8
Mei 2012.
Lampiran