BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN MATERI PRAKTIKUM
1)
Acara
I Hubungan Desa-Kota
Indonesia merupakan Negara yang memiliki sebutan sebagai Negara agraris
yang sedang berkembang, disebut Negara agraris karena penduduknya bertempat
tinggal dipedesaan dengan aktifitas sebagai petani, tanahnya yang cukup subur
dan lahan pertaniaanya yang cukup luas. Suatu negara yang ingin maju tentunya
mempunyai upaya mengelola dan memanfaaatkan semua potensi sumberdaya alam
maupun sumberdaya manusia. Negara Indonesia termasuk Negara yang memiliki
kekayaan alam yang beraneka ragam jenisnya dan jumlahnya cukup banyak.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang
terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara
keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara
mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan.
Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan
tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan.
Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam
mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai
menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk
melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia. “Interface”, dapat diartikan adanya
kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya
persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan
kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya,
yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu
dalam hubungan desa-kota, makin
besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota, pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota, pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a.
Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling
ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni
; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau
dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat
perkotaan. (soekanto,1969:123)
b.
Sebab-sebab Urbanisasi
1.
Faktor-faktor yang mendorong
penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors).
2.
Faktor-faktor yang ada dikota yang
menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors).
Dalam
pembentukan sebuah desa terdapat 3 unsur – unsur pokok:
1.
Daerah/wilayah yang merupakan
tempat tinggal dan tempat beraktivitas masyarakat.
2.
Penduduk adalah terkait dengan
kualitas dan kuantitas.
3.
Tata kehidupan atau aturan –
aturan yang berhubung langsung dengan keadan masyarakat dan adat istiadat
setempat.
Dalam perkembangan suatu tempat menjadi suatu desa atau kota tidak
lepas dari keinginan serta kemampuan manusia yang tinggal di tempat itu, karena
desa dan kota pada dasarnya adalah sama, merupakan tempat tinggal penduduk.
Yang membedakan adalah perkembangannya.
Desa adalah pemukiman penduduk yang letaknya di luar kota. Biasannya
penduduk beraktivitas sebagai petani. Dalam pengertian luas menurut R.
Bintarto. ( 1977 ) Desa adalah merupakan perwujudtan geografis yang ditimbulkan
oleh unsur – unsur fisiografi, social, ekonomis politik, cultural setempat
dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
Pada definisi kota terdapat beberapa aspek yang menjadi dasarnya,
adalah aspek morfologis, jumlah penduduk, social, ekonomis dan hukum. Kota
merupakan tempat tinggal penduduk yang heterogen dengan mempunyai latar
belakang budaya yang berbeda - beda ragam dan aktivitasnya. Penduduk lebih
bersifat ekonomis matriallistis dan mengarah pada system industri.
Jadi
dalam perkembangan sebuah kota berdasarkan tahap:
1.
Eopolis yaitu tahap perkembangan
daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan kota ( kota kecamatan ).
2.
Polis yaitu tahap perkembangn kota
yang masih ada pengaruh kehidupan agraris ( kota Kabupaten ).
3.
Metropolis yaitu tahap
perkembangan kota sudah mengarah pada sector industry.
4.
Trianopolis adalah tahap
perkembangn kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalu
lintas, pelayanan maupun kriminalitas.
5.
Nekropolis yaitu Tahap
perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati.
Dalam
penataan ruang desa kota diperlukan 4 komponen yaitu:
1.
Sumberdaya alam
2.
Sumber daya manusia
3.
IPTEK
4.
Spatial (keruangan)
Bentuk dan pola tata ruang kota, dalam penataanya tidak terlepas
memperhatikan corak kehidupan penduduk, karena penduduk kota sudah memiliki
corak ragam kehidupannya yang heterogen, sehingga pola – pola tata guna lahan
untuk ruang di kota sudah dirancang dengan baik terutama memperhatikan
pengadaan sarana perkotaan dengan baik dan terpadu yang meliputi :
1.
Penyediaan air bersih.
2.
Drainase yang baik.
3.
Pengelolaan sampah.
4.
Sanitasi lingkungan.
5.
Perbaikan kampung.
6.
Pemeliharaan jalan kota.
7.
Perbaikan prasarana fungsi pasar.
Intreksi desa kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik
antar unsur -unsur yang ada dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak
– pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung.
Bentuk interaksi desa kota antaralain :
1.
Kerjasama antar penduduk.
2.
Penyesuaian terhadap lingkungan.
3.
Persaingan pada fasilitas hidup.
4.
Asimilasi.
Pembahasan (Diah Ayu
Lestari/A1L009162)
2) Acara II Bentuk-Bentuk
Kerjasama
Kehidupan bermasyarakat selalu menimbulkan hubungan antar manusia dalam
suatu lingkungan kehidupan tertentu. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan
manusia lain untuk berinteraksi dan saling memenuhi kebutuhan hidupnya yang
tidak dapat dipenuhinya sendiri.
Hubungan sosial dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan
sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini
dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun
hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya
hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas
kelompok yang telah terbangun.
1.
Bentuk-Bentuk Hubungan Sosial
Asosiatif
Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang
cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok.
Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk
berikut ini:
a.
Kerja sama; kerja sama
dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang terlibat
dalam kerja sama saling memahami kemampuan masingmasing dan saling membantu
sehingga terjalin sinergi. Kerja sama dapat terjalin semakin kuat jika dalam
melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan dari luar yang mengancam.
Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan semangat yang lebih besar karena
selain para pelaku kerja sama akan berusaha mempertahankan eksistensinya,
mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan bersama.
Kerja sama
dapat dibedakan atas beberapa bentuk, berikut ini :
1.
Kerukunan; merupakan bentuk kerja
sama yang paling sederhana dan mudah diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bentuk kerukunan, misalnya kegiatan gotong royong, musyawarah, dan tolong
menolong. Contohnya gotongroyong membangun rumah, menolong
korban becana, musyawarah dalam memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT.
korban becana, musyawarah dalam memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT.
2.
Bargaining; merupakan bentuk kerja
sama yang dihasilkan melalui proses tawar menawar atau kompromi antara dua
pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama ini pada
umumnya dilakukan di bidang perdagangan atau jasa. Contohnya kegiatan tawar
menawar antara penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan.
3.
Kooptasi (cooptation); proses
penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu
organisasi agar tidak terjadi keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi
tersebut. Contohnya pemerintah akhirnya menyetujui penerapan hukum Islam di
Nanggroe Aceh Darussalam yang semula masih pro kontra, untuk mencegah
disintegrasi bangsa.
4.
Koalisi (coalition); yaitu kombinasi
antara dua pihak atau lebih yang bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua
partai politik dalam mengusung tokoh yang dicalonkan dalam pilkada.
5.
Joint venture; yaitu kerja sama
antara pihak asing dengan pihak setempat dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu. Contohnya kerjasama antara PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT Pertamina
dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu.
b. Akomodasi; dapat
diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan,
akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antarindividu atau
kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang
berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Sebagai suatu proses, akomodasi mempunyai beberapa bentuk.
Berikut ini bentuk-bentuk akomodasi:
1.
Koersi (coercion); suatu bentuk
akomodasi yang dilaksanakan karena adanya paksaan, baik secara fisik (langsung)
ataupun secara psikologis (tidak langsung). Di dalam hal ini, salah satu pihak
berada pada kondisi yang lebih lemah. Contoh: Koersi secara fisik adalah
perbudakan dan penjajahan, sedangkan koersi secara psikologis contohnya tekanan
negara-negara donor (pemberi pinjaman) kepada negara-negara kreditor dalam
pelaksanaan syarat-syarat pinjaman.
2.
Kompromi (compromize); suatu bentuk
akomodasi di antara pihak-pihak yang terlibat untuk dapat saling mengurangi
tuntutannya agar penyelesaian masalah yang terjadi dapat dilakukan. Contohnya
perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan gerakan separatis Aceh dalam hal
menjaga stabilitas keamanan stabilitas keamanan di Aceh.
3.
Arbitrasi (arbitration); suatu cara
mencapai kesepakatan yang dilakukan antara dua pihak yang bertikai dengan
bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut memiliki wewenang dalam penyelesaian
sengketa dan biasanya merupakan suatu badan yang memiliki kedudukan lebih
tinggi dari pihak-pihak yang bertikai. Contohnya penyelesaian pertikaian antara
buruh dengan pemilik perusahaan oleh Dinas Tenaga Kerja.
4. Mediasi
(mediation); mediasi hampir sama dengan arbitrasi. Akan tetapi, dalam hal ini
fungsi pihak ketiga hanya sebagai penengah dan tidak memiliki wewenang dalam
penyelesaian sengketa. Contohnya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah
Finlandia dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM.
5. Konsiliasi
(conciliation); yaitu usaha mempertemukan keinginan dari beberapa pihak yang
sedang berselisih demi tercapainya tujuan bersama. Contohnya konsultasi antara
pengusaha angkutan dengan Dinas Lalu Lintas dalam penetapan tarif angkutan.
6. Toleransi
(tolerance); suatu bentuk akomodasi yang dilandasi sikap saling menghormati
kepentingan sesama sehingga perselisihan dapat dicegah atau tidak terjadi.
Dalam hal ini, toleransi timbul karena adanya kesadaran masingmasing individu
yang tidak direncanakan. Contohnya toleransi antarumat beragama di Indonesia.
7. Stalemate;
suatu keadaan perselisihan yang berhenti pada tingkatan tertentu. Keadaan ini
terjadi karena masing-masing pihak tidak dapat lagi maju ataupun mundur
(seimbang). Hal ini menyebabkan masalah yang terjadi akan berlarut-larut tanpa
ada penyelesaiannya. Contohnya perselisihan antara negara Amerika Serikat
dengan negara Iran terkait dengan isu nuklir.
8. Pengadilan
(adjudication); merupakan bentuk penyelesaian perkara atau perselisihan di
pengadilan oleh lembaga negara melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Contohnya penyelesaian kasus sengketa tanah di pengadilan.
c.
Asimilasi; adalah
proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu
lama. Dengan demikian, lambat laun kebudayaan asli akan berubah sifat dan
wujudnya menjadi kebudayaan baru yang merupakan perpaduan kebudayaan dan
masyarakat dengan tidak lagi membeda-bedakan antara unsur budaya lama dengan
kebudayaan baru.
Proses ini
ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada. Proses asimilasi
bisa timbul jika ada:
1. kelompok-kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya.
2. Orang
perorangan sebagai anggota kelompok saling bergaul secara intensif, langsung,
dan dalam jangka waktu yang lama.
3. Kebudayaan
dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan. Contohnya perkawinan antarsuku sehingga terjadi pembauran dari
kebudayaan masing-masing individu sehingga muncul kebudayaan baru.
Faktor-faktor
yang mendukung terjadinya asimilasi:
v Sikap
menghargai dan menghormati orang lain dan kebudayaannya.
v Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
v Persamaan
dalam unsur budaya secara universal.
v Terjadinya
perkawinan campur antarkelompok yang berbeda budaya.
v Mempunyai
musuh yang sama dan meyakini kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh
tersebut.
Faktor yang menjadi penghalang asimilasi:
Ø Terisolasinya
kehidupan suatu golongan tertentu.
Ø Kurangnya
pengetahuan tentang kebudayaan baru.
Ø Adanya
prasangkan buruk terhadap kebudayaan baru.
Ø Adanya
perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi dari kebudayaan
kelompok lainnya, sehingga tidak mau menerima kebudayaan baru.
Ø Adanya perbedaan
ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit, atau warna rambut.Adanya
perasaan keterikatan yang sangat kuat terhadap kebudayaan yang sudah ada.
d. Akulturasi; adalah
suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri.
Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan
disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri
tidak hilang. Contohnya akulturasi antara budaya Hindu dan Islam yang tampak
pada seni arsitektur masjid Kudus.
2. Bentuk-Bentuk
Hubungan Disosiatif
a) Persaingan; adalah
suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya
mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para
pelaku. Contohnya persaingan antarperusahaan telekomunikasi atau provider dalam
menyediakan pelayanan tarif murah pulsa.
b) Kontravensi; merupakan
suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan
atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang
atau unsur-unsur budaya kelompok lain. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah
menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan menghalangi, menghasut,
memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi. Contohnya demontrasi yang
dilakukan elemen masyarakat untuk menghalangi atau menolak kenaikan BBM.
c) Pertentangan/Perselisihan; adalah
suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pihak lawan dengan
ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan. Contohnya pertentangan
antara golongan muda dengan golongan tua dalam menentukan waktu pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945.
Bentuk-bentuk konflik antara lain:
Konflik pribadi
Konflik antar kelompok
Konflik rasial
Konflik antar kelas sosial
Konflik politik
Konflik internasional
Pranata
sosial pada dasarnya adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan manusia
dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup bermasyarakat. Fungsi-fungsi
pranata tersebut terwujud dalam setiap macam pranata yang ada di masyarakat.
Adapun macam-macam pranata sosial yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat, antara lain pranata keluarga, pranata agama, pranata ekonomi,
pranata pendidikan, dan pranata politik.
a. Pranata Keluarga
a. Pranata Keluarga
Pranata keluarga adalah bagian dari
pranata sosial yang meliputi lingkungan keluarga dan kerabat. Pembentukan watak
dan perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh pranata keluarga yang dialami dan
diterapkannya sejak kecil. Bagi masyarakat, pranata keluarga berfungsi untuk
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat.
1.
Pengertian Keluarga
Keluarga
adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Satuan
kekerabatan dapat disebut keluarga disebabkan adanya perkawinan atau keturunan.
Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah suatu ikatan batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berdasarkan
jumlah anggotanya, keluarga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Keluarga
inti atau batih (nuclear family) adalah satuan kekerabatan yang terdiri atas
ayah dan ibu (orang tua) beserta anak-anaknya dalam satu rumah. Ada juga
keluarga inti yang belum atau tidak mempunyai anak.
b) Keluarga
luas (extended family) adalah satuan kekerabatan yang terdiri atas lebih dari
satu generasi atau lebih dari satu keluarga inti dalam satu rumah. Misalnya,
keluarga yang memiliki kakek atau nenek, paman atau bibi, keponakan, dan
lain-lain yang tinggal serumah. Keluarga dianggap sebagai satuan sosial
mendasar yang akan membentuk arah pergaulan bagi masyarakat luas. Artinya,
keluarga yang serasi dan harmonis akan membentuk lingkungan masyarakat yang
harmonis pula, demikian juga sebaliknya.
2.
Peran atau Fungsi Pranata Keluarga
Sebagai
salah satu bentuk pranata sosial, pranata keluarga mempunyai beberapa fungsi,
berikut ini beberapa fungsi keluarga:
a. Fungsi
reproduksi; keluarga merupakan sarana untuk memperoleh keturunan secara sehat,
terencana, terhormat, sesuai dengan ajaran agama, dan sah di mata hukum.
b. Fungsi
keagamaan; pada umumnya suatu keluarga penganut agama tertentu akan menurunkan
agama atau kepercayaannya kepada anak-anaknya. Anak-anak akan diajari cara
berdoa atau beribadah sesuai dengan keyakinan orang tuanya sejak dini. Dalam
kehidupan sehari-hari terkadang kita temui keluarga yang terdiri atas berbagai
macam agama di dalamnya, akan tetapi prosentasenya sangat kecil.
c. Fungsi
ekonomi; keluarga merupakan suatu wadah dalam usaha mengembangkan serta
mengatur potensi dan kemampuan ekonomi. Di masyarakat pedesaan atau pertanian,
keluarga merupakan sumber tenaga kerja, mereka bersama-sama mengelola lahan
pertanian sesuai dengan kemampuan dan tenaga masing-masing.
d. Fungsi
afeksi; norma afeksi ada dan diadakan oleh para orang tua untuk mewujudkan rasa
kasih sayang dan rasa cinta, sehingga dapat menjaga perasaan masing-masing
anggota keluarga agar tercipta kerukunan dan keharmonisan hubungan di dalam
keluarga. Fungsi afeksi berisi norma atau ketentuan tak tertulis mengenai
bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku di dalam keluarga dan
masyarakat. Norma afeksi penting ditanamkan pada anak-anak sejak dini agar anak
dapat mengenal, mematuhi, dan membiasakan diri dalam perilakunya sehari-hari.
e. Fungsi
sosialisasi; memberikan pemahaman tentang bagaimana seorang anggota keluarga
bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain dalam keluarga. Anak-anak telah
dikenalkan dengan kedudukan dan status tiap-tiap anggota keluarga dan kerabat
lainnya. Dengan demikian, anak secara tidak langsung telah belajar dengan orang
lain dalam keluarga dan kerabat, sehingga mereka bisa membedakan sikap dan cara
bicaranya saat ber-interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Misalnya, sikap
terhadap kakek tentu berbeda dengan sikap terhadap adik atau keponakan.
f. Fungsi
penentuan status; melalui keluarga seorang anak memperoleh statusnya dalam
masyarakat, seperti nama, jenis kelamin, hak waris, tempat dan tanggal lahir,
dan sebagainya.
g. Fungsi
pendidikan; keluarga merupakan satuan kekerabatan yang pertama kali dikenal
oleh anak, sehingga di keluargalah anak memperoleh pendidikan pertamanya dari
orang tua atau kerabat lainnya. Orang tua, dalam hal ini ayah dan ibu memiliki
tanggung jawab yang sama untuk memberikan dasar pendidikan yang baik bagi anak
sebelum mereka memasuki masa bermain di lingkungan dan sekolahnya.
h. Fungsi
perlindungan; keluarga merupakan tempat berlindung lahir batin bagi anak
khususnya dan bagi seluruh anggota keluarga pada umumnya. Berdasarkan fungsi
ini, anak atau anggota keluarga lain merasa aman, nyaman, dan dapat menerima
curahan kasih sayang dari orang tua atau dari sesama anggota keluarga.
Mengingat arti penting pranata keluarga tersebut, maka perlu diciptakan suasana
keluarga yang harmonis sehingga dapat digunakan sebagai tempat pendidikan anak
yang pertama dan utama.
b.
Pranata Agama
1.
Pengertian Agama adalah ajaran atau
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta mencakup pula tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Jika dilihat
dari sudut pandang sosiologi, agama memiliki arti yang lebih luas, karena
mencakup juga aliran kepercayaan (animisme atau dinamisme) yang sebenarnya
berbeda dengan agama.
2.
Peran atau Fungsi Pranata Agama
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat penganut agama. Berbagai jenis agama dan
kepercayaan tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka diperlukan suatu pranata, yaitu norma yang mengatur hubungan
antar manusia, antara manusia dengan alam, dan antara manusia dengan
Tuhannya sehingga ketenteraman dan kedamaian batin dapat dikembangkan.
Sebagai salah satu bentuk pranata sosial, pranata
agama memiliki beberapa fungsi berikut
ini:
1.
Fungsi ajaran atau aturan; memberi
tujuan atau orientasi sehingga timbul rasa saling hormat antarsesama manusia.
Agama juga dapat menumbuhkan sikap disiplin, pengendalian diri, dan
mengembangkan rasa kepekaan sosial. Tiap-tiap ajaran agama pada dasarnya
mengarah ke satu tujuan, yaitu kebaikan.
2.
Fungsi hukum; memberikan aturan yang
jelas terhadap tingkah laku manusia akan hal-hal yang dianggap benar dan
hal-hal yang dianggap salah.
3.
Fungsi sosial; sehubungan dengan
fungsi hukum, aturan agama juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial
manusia, yaitu sebagai dasar aturan kesusilaan dalam masyarakat, misalnya dalam
masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, perkawinan, kesenian, arsitektur
bangunan, dan lain-lain.
4.
Fungsi ritual; ajaran agama memiliki
cara-cara ibadah khusus yang tentu saja berbeda dengan agama lainnya. Seseorang
yang telah menentukan agamanya, harus mau menjalankan ibadah sesuai yang
diperintahkan Tuhan dengan ikhlas sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam
kitab suci. Dengan mendalami dan memahami ajaran agama, seseorang akan
mengetahui sanksi yang akan diterimanya jika ia melakukan pelanggaran. Hal ini
akan membuat orang melakukan pengendalian diri agar dapat selalu menjauhi
larangan-Nya dan berusaha selalu melakukan perintah-Nya.
5.
Fungsi transformatif; agama dapat
mendorong manusia untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Misalnya,
dengan agama, umat manusia mampu menciptakan karyakarya seni besar, seperti candi,
masjid, dan bangunan-bangunan lainnya; penyebab timbulnya penjelajahan samudra
salah satunya didorong oleh keinginan menyebarkan agama. Pada umumnya, suatu
agama memiliki aturan yang berbeda dengan ajaran agama lain. Oleh karena itu,
kita harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat agar tidak
terjebak dalam fanatisme agama yang berlebihan. Dengan kata lain, kita harus
mampu menyeimbangkan antara hubungan vertikal kita dengan Tuhan (melalui ajaran
agama) dan hubungan horizontal kita dengan sesama manusia atau masyarakat. Bila
keadaan ini dapat kita ciptakan dan pelihara, maka akan tercipta suatu
kehidupan keagamaan yang serasi dan saling menghormati sebagaimana termuat
dalam butir II sila I Pancasila, “Hormat menghormati dan bekerja sama antara
pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga
terbina kerukunan hidup”.
c.
Pranata Ekonomi
1.
Pengertian Ekonomi
Secara umum,
ekonomi diartikan sebagai cabang ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi,
dan konsumsi barang-barang serta kekayaan (seperti halnya keuangan,
perindustrian, dan perdagangan). Dalam hal ini, ekonomi diartikan sebagai tata
tindakan dalam memanfaatkan uang, tenaga, waktu, atau barang-barang berharga
lainnya.
2.
Peran atau Fungsi Pranata Ekonomi
Pranata ekonomi
merupakan bagian dari pranata sosial yang mengatur kegiatan ekonomi, seperti
produksi, distribusi, dan konsumsi barang/jasa yang dibutuhkan manusia.
Pranata ekonomi ada dan diadakan
oleh masyarakat dalam rangka mengatur dan membatasi perilaku ekonomi masyarakat
agar dapat tercapai keteraturan dan keadilan dalam perekonomian masyarakat.
Pranata ekonomi muncul sejak adanya interaksi manusia, yaitu sejak manusia
mulai membutuhkan barang atau jasa dari manusia lain. Bentuk paling sederhana
dari pelaksanaan pranata ekonomi adalah adanya sistem barter (tukar menukar
barang). Akan tetapi, untuk kondisi saat ini, sistem barter telah jarang
digunakan dan sulit untuk diterapkan. Secara umum, peran-peran pranata ekonomi
dapat dibedakan atas:
1.
Peran pranata ekonomi produksi
Kegiatan produksi meliputi unsur-unsur bahan dasar,
modal, tenaga kerja, dan manajemen. Pemanfaatan unsurunsur produksi tersebut
harus melalui aturan yang berlaku agar tercapai suatu keseimbangan dan keadilan
sosial. Sebagai contoh, penggunaan tenaga kerja harus memenuhi beberapa syarat,
antara lain, usia pekerja, jam kerja, jam lembur, upah kerja, hak cuti, dan
sebagainya. Di dalam pemanfaatan sumber daya alam, pranata ekonomi berperan
dalam menjaga keseimbangan dalam pemanfaatannya. Aturan-aturan dibuat
sedemikian rupa sehingga para pelaku produksi dapat memanfaatkan ketersediaan
sumber daya alam secara efektif dan efisien. Beberapa aturan dalam pemanfaatan
sumber daya alam di Indonesia, antara lain, dilakukan dengan cara-cara berikut
ini:
a) Monopoli
pemerintah; dilakukan oleh negara untuk menjamin ketersediaan suatu sumber
produksi. Pada umumnya sumber-sumber produksi tersebut sangat penting dan
menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya minyak, air, listrik, dan
lain-lain.
b) Monopoli
swasta; dilakukan oleh pihak swasta melalui perjanjian atau kontrak kerja
khusus dengan pemerintah untuk memanfaatkan suatu sumber daya alam tertentu.
Contoh monopoli swasta adalah monopoli garam, monopoli cengkih, Hak Pengusahaan
Hutan, dan lainlain.
c) Kuota;
dilakukan pemerintah untuk membatasi produksi dan konsumsi terhadap suatu
barang atau sumber alam. Hal ini dimaksudkan agar produksi dan pengolahan
sumber daya alam tersebut dapat dilakukan dengan hemat atau tidak berlebihan.
d) Proteksi;
dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi produk lokal dari persaingan produk
luar negeri (impor). Dalam hal ini, pemerintah memandang bahwa produk lokal
akan kalah bersaing dengan produk impor, sehingga pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk impor tertentu atau bahkan melarangnya sama
sekali.
2.
Peran pranata ekonomi distribusi
Distribusi
merupakan kegiatan menyalurkan barang hasil produksi ke konsumen untuk
dikonsumsi. Pendistribusian penting dilakukan untuk mencapai kemakmuran rakyat
dengan cara memeratakan ketercukupan kebutuhan rakyat akan barang atau jasa.
Dengan adanya proses distribusi, maka produsen dapat menjual hasil produknya
dan konsumen dapat memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. Melalui
distribusi pulalah, arus perdagangan dapat berjalan.
3.
Peran pranata ekonomi konsumsi
Konsumsi
adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan nilai guna suatu barang atau
jasa. Penggunaan atau pemanfaatan nilai guna barang atau jasa tersebut dapat
dilakukan sekaligus ataupun secara berangsurangsur. Pemenuhan kebutuhan manusia
dalam berkonsumsi dipengaruhi oleh kemampuan manusia yang diukur melalui
tingkat pendapatan atau penghasilan. Hal yang harus diperhatikan adalah
kebutuhan manusia dalam berkonsumsi tidak terbatas, sedangkan kemampuan manusia
terbatas. Oleh karena itu, manusia harus pandai-pandai membelanja-kan uangnya
sesuai dengan tingkat kebutuhan. Berdasarkan peran-peran tersebut, dapatlah
disimpulkan bahwa peran atau fungsi pokok pranata ekonomi adalah mengatur
kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan lancar,
tertib dan dapat memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi dampak
negatif yang ditimbulkan.
d.
Pranata Pendidikan
1.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan.
Di Indonesia, pendidikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendidikan
sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal).
Pada perkembangannya, ada beberapa ahli sosiologi yang menambahkan satu
golongan pendidikan lagi, yaitu pendidikan yang diperoleh melalui pengalaman
atau kehidupan sehari-hari (pendidikan informal).
2.
Peran atau Fungsi Pranata Pendidikan
Pranata
pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia agar mampu mencari nafkah
hidup saat ia dewasa kelak. Persiapan-persiapan yang dimaksud, meliputi
kegiatan dalam:
a. Meningkatkan
potensi, kreativitas, dan kemampuan diri
b. Membentuk
kepribadian dan pola pikir yang logis dan sistematis
c. Mengembangkan
sikap cinta tanah air
Dengan
pranata pendidikan, diharapkan hasil sosialisasi akan membentuk sikap mental
yang cocok dengan kehidupan di masa sekarang dan yang akan datang.
e. Pranata
Politik
1.
Pengertian Politik
Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan
atau kenegaraan, meliputi segala urusan dan tindakan atau kebijakan mengenai
pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Di dalam hal ini, yang dimaksud
politik adalah semua usaha dan aktivitas manusia dalam rangka memperoleh,
menjalankan, dan mempertahankan kekuasaan dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pranata politik adalah serangkaian
peraturan, baik tertulis ataupun tidak tertulis yang berfungsi mengatur semua
aktivitas politik dalam masyarakat atau negara. Di Indonesia, pranata politik
tersusun secara hierarki, berikut ini:
a)
Pancasila
b)
Undang-Undang Dasar 1945
c)
Ketetapan MPR
d)
Undang-Undang
e)
Peraturan Pemerintah
f)
Keputusan Presiden
g)
Keputusan Menteri
h)
Peraturan Daerah
Pranata-pranata tersebut diciptakan
masyarakat Indonesia sesuai dengan jenjang kewenangannya masing-masing, dan
dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.
2.
Fungsi atau Peran Pranata Politik
Seperti halnya pranata sosial
lainnya, pranata politik juga mempunyai peran atau fungsi. Beberapa peran atau
fungsi pranata politik, antara lain, meliputi hal-hal berikut ini:
a.
Pelindung dan penyaluran
aspirasi/hak asasi manusia; sesuai dengan UUD’45, bahwa masyarakat mempunyai
hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka rakyat berhak berpolitik sejauh tetap mematuhi kaidah-kaidah
politik yang telah ditetapkan.
b.
Memberikan pembelajaran politik bagi
masyarakat; dalam hal ini rakyat secara langsung mulai dilibatkan dalam proses
penentuan kebijakan. Rakyat ditempatkan sebagai subjek dan bukannya objek
kebijakan. Dengan cara ini, akan dapat tercapai keberhasilan pembangunan dan
meningkatkan stabilitas sosial.
c.
Meningkatkan kesadaran berpolitik di
kalangan masyarakat; hal ini terlihat dari meningkatnya keikutsertaan
masyarakat dalam pemilu, kesadaran dalam mengawasi jalannya pemerintahan, dan
adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Di Desa yang
kami pilih untuk tugas lapang yaitu di desa Karang Mangu, disana masyarakatnya
masih banyak menganut hubungan sosial assosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini
dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Contoh yang
paling nyata yang sering ditemui ialah, ketika ada salah satu warga akan
membangun rumah. Kemudian warga setempat berduyun-duyun ikut membantu warga
tersebut untuk mendirikan rumah. Jalinan solidaritas warga setempat masih
sangat tinggi sekali. Mereka membantu dengan ikhlas tanpa meminta imbalan
apapun. Jalinan hubungan seperti ini sulit sekali kita temui di kota-kota,
khususnya kota besar.
Pembahasan (Riza Afrinda/A1L009165)
3) Acara III Mobilitas Sosial
Mobilitas
sendiri memiliki beberapa bentuk sebagaimana dikemukakan oleh mantra
(1998:20-22) :
1. Communiting
(Nglaju)
Ini adalah mobilitas penduduk dari
desa ke kota atau daerah lain. Dan kembali ke tempat asal pada hari yang sama.
Mobilitas seperti ini kebanyakan kita lihat antara desa-desa yang ada disekitar
kota-kota besar (sebagai lapangan kerja bagi mereka ). Suatu syarat yang paling
penting untuk terjadinya mobilitas semacam ini adalah tersedianya prasarana
perhubungan yang baik, yang diikuti pula dengan sarana transportasi yang memadai
serta murah. Jadi kaum penglaju bertempat tinggal didesanya dan tidak menetap
dikota, pertimbangan dari kaum penglaju antara lain:
a. Alasan
Ekonomi
Sebagaimana
kita ketahui bahwa biaya hidup dikota tinggi, sedangkan kaum penglaju umumnya
berpendapatan rendah, sehingga tidak mungkin mereka tinggal dikota bersama
keluargannya. Denga bertempat tinggal didesa biaya hidup lebih murah.
b. Alasan
Nir Ekonomi
Mereka dapat berkumpul
dengan sanak saudaranya didesa, Kemudian ada lagi para penglaju yang tergolong
ekonomi kuat. Mereka adalah orang-orang golongan “the have”yang memilih tempat
tinggal diluar kota jauh dari keramaian, kebisingan dan polusi. Tempat yang
dipilih biasanya pegunungan yang sejuk dengan udara yang nyaman dan mereka
nglaju kekota dengan mobil pribadinya
2. Circulation
(sirkulasi)
Adalah bentuk mobilitas penduduk
dari desa kekota atau kedaerah lain, dalam jangka waktu lebih dari satu hari,
tetapi tidak ada niat untuk menetap didaerah tujuan. Terdapat dua macam
mobilitas sirkuler yang menuju kekota
a. Mobilitas
musiman
Erat kaitannya dengan
kegiatan dibidang pertanian, terutama padi sawah. Sebagai contoh orang-orang
dari Desa Karang Mangu Kecamatan Baturraden (Kabupaten Banyumas) biasanya para
remaja pria maupun wanita yang berekonomi rendah dalam usia relatife muda lebih
suka pergi kekota disbanding menetap disitu dan kembali lagi setelah musim
mudik.
b. Mobilitas
yang terdorong oleh perbaikan kehidupan ekonomi atau tujuan untuk sekolah
Mobilitas semacam ini
terutama tertuju kekota-kota besar seperti Jakarta,Bandung, Surabaya dan
sebagainya. Seperti halnya dengan peristiwa nglaju disamping tersedia lapangan
kerja dikota, tersedia alat transport yang murah merupakan factor utama untuk
meningkatkan aru mobilita sirkuler kekota
3. Migrasi
Merupakan bentuk perpindahan
penduduk dari desa kekota atau kedaerah lain, dengan tujuan bertempat tinggal
menetap didaerah tersebut. Secara kuantitatif, jumlah migrasi yang menetsp
dikota lebih kecil dibandingkan dengan jumlah orang yang nglaju atupun yang
mengadakan mobilitas sirkuler. Dibandingkan dengan kota-kota kecil, jumlah
migrant yang menetap dikota-kota besar jauh lebih banyak. Hal ini tentunya
tersedianya lapangan kerja yang lebih banyak dan terdapat factor lain ysng
mensrik dikota besar bagi masyarakat pedesaan. Setiap kota besar memiliki daya
serap yang berbeda terhadap migrant yang menetap dan tergan tung dari pengaruh
mekanisme push and factors.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi mobilitas sosial dalam masyarakat adalah :
Tingkat
jabatan individu itu sendiri yang awalnya menjadi faktor utama mobilitas
sosial, karena biasanya seseorang yang memiliki jabatan itu terpilih karena
keaktivannya dalam kegiatan yang ada dimasyarakat. Sehingga orang tersebut
ditunjuk untuk menjabat menjadi anggota maupun ketua organisasi tersebut. Mulai
dari banyak yang mengenal orang tersebut hingga orang tersebut menjadi percaya
diri dan merasa mampu untuk menjabat yang lebih tinggi. Lain lagi dengan
pemilihan kepala desa yang dipilih langsung oleh warga. Dan keaktivan mereka
tentu saja dipengaruhi dari segi material yang berlebih dan berlatar belakang
memiliki pendidikan yang cukup dan pekerjaan yang layak. Meski kadang
pendidikan itu tidak begitu terlalu berpengaruh sehingga orang-orang yang memiliki
jabatanlah yang lebih sering dihormati.
Pembahasan
(Ratih Imelda/A1L009195)
4) Acara IV Masuknya Teknoligi Baru
Bidang Pertanian ke Desa
Adanya
modernisasi tekhnologi pertanian di satu sisi mengakibatkan naiknya tingkat
rasionalitas (nilai tiori), orientasi ekonomi dan nilai kuasa,sementara pada
sisi lain modernisasi mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai
agama), nilai gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami
komersialisasi. Modernisasi dapat juga menaikan semua nilai budaya yang di
uraikan di atas. Kenyataan memperlihatkan bahwa nilai yang sangat dominant
mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas (nilai tiori),
orientasi financial (nilai ekonomi) sebagai dampat kebijaksanaan pembangunan
yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pesatnya
penerapan ilmu dan technologi.
Pergeseran nilai dan peransosial budaya diatas terjadi, karena
modernisasi menururt Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.
Modernisasi lebih banyak diwarnai oleh gejala perubahan tekhnologi dan
berkembangnya ekonomi pasar. Sedangkan pembangunan lebih menitik beratkan pada
aadnya perubahan struktur masyarakat.
Desakan ekonomi pasar, menjadi sangat delematis, ketika tarikan ekonomi pasar
yang kuat,menyebabkan para petani tidak lagi dapat mengendalikan nafsunya untuk
tetap bertani secara tradisional, sehingga mereka melakukan modernisasi
alat-alat (tekhnologi) pertanianya.
Sukses besar pembangunan sektor pertanian diawali dari diperkenalkanya berbagai
macam teknologi baru dibidang pertanian. Teknologi baru tersebut meliputi
teknologi biologis (berupa bibit unggul), teknologi biokimia (seperti
insektisida dan peptisida),dan teknologi mekanis (seperti mesin perontok gabah,
mesin penyosoh beras dan traktor pengolahan lahan pertanian) .
Diterimanya
kehadiran tekmologi baru oleh masyarakat petani karena penerapanya diperkirakan mampu meningkatkan penghasilan (panen)
sawah/ladang mereka. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat petani yang dulunya
berpola pikir sangat sederhana, sabutehe (sebutuhnya), secukupe
(secukupnya) dalam mengambil dan mengkonsumsi hasil-hasil sumber daya alam,
sebab agama (kepercayaan) turun temurun mengajarkan untuk tidak berlebihan
(mubazir), sekarang telah bergeser dan didominasi oleh orientasi ekonomi.
Keputusan apapun yang diambil selalu dipertimbangkan secara ekonomis, artinya
apakah dengan mengikuti program intensifikasi pertanian misalnya,
penghasilan (panen) mereka akan bertambah, tetap atau malah menurun.
Dahulu sebelum ada dan diterapkanya teknologi biologis dan teknologi biokimia,
mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, menggarap sawah/ladang sampai pada
menjelang dan pasca panen, nilai agama (kepercayaan) selalu mendominasi setiap
langkah para petani. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para
petani yang mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan
memanen hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di
sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara doa dan selamatan bersama
agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan perlindungan dan berkah dari Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Masuknya
teknologi pertanian dalam budidaya padi di sawah telah menggusur banyak tenaga
kerja perempuan. Willian L. Collier menemukan, input tenaga kerja perempuan
dalam sektor pertanian cenderung menurun, dari 65 pCt (1920an), menjadi 53 pCt
(1960) dan 37 pCt (1979). Penggunaan bibit unggul dalam revolusi hijau telah
menghasilkan tanaman padi yang panennya menggunakan arit dan menyingkirkan
penggunaan ani-ani. Implikasi dari perubahan alat panen ini adalah tersingkirnya
banyak tenaga kerja perempuan yang selama berabad-abad menggunakan ani-ani
untuk memanen padi. Penggunaan arit untuk memenen padi unggul tidak hanya
mengalihkan pekerjaan panen kepada tenaga kerja laki-laki, tetapi juga telah
mengefisienkan penggunaan tenaga kerja
mengefisienkan penggunaan tenaga kerja
Pembahasan (Septian Sapta
Hadi/A1L009145)
5) Acara IV Masuknya Teknoligi Baru Bidang
Pertanian ke Desa
Perjalanan proses pembangunan tak
selamanya mampu meberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat desa akan
menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini pada
berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan
budaya). Selain itu masyarakat pedesaan tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur
pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.
Tekhnologi
dan birokrasi merupakan perangkat canggih pembangunan namun dilain sisi
perangkat tersebut berhadapan dengan masyarakat pedesaan yang masih tradisional
dengan segala kekhasannya. Apalagi jika unsur-unsur pokok tersebut langsung
diterapkan tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, agama dan lain-lain,
maka jangan harap pembangunan akan berhasil. Pihak birokrasi akan sangat
memerlukan usaha yang sangat ekstra jika pola kebijakan yang dikeluarkan tidak
tepat sasaran dan tidak berlandaskan pada kebutuhan masyarakat khususnya di
pedesaan.
Indonesia
merupakan Negara yang kaya dengan sumberdaya alamnya dan sebagian besar
dimanfaatkan sebagai lahan agrarian. Tak salah jika kemudian kurang lebih
enampuluh persen penduduknya berkecimpung di dunia pertanian dan umumnya berada
di pedesaan. Dengan demikian, masyarakat desa yang agraris menjadi sasaran
utama introduksi tekhnologi segala kepentingan, kemajuan pertanian sangat
melibatkan unsur-unsur poko tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat agrarislah
yang pertama menderita perubahan sosial.
Meski
catatan perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia telah
banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Frans Hüsken
yang dilaksanan pada tahun 1974. Penelitian yang mengulas tentang perubahan
sosial di masyarakat pedesaan Jawa sebagai akibat kebijakan pembangunan
pertanian yang diambil oleh pemerintah. Penelitian ini dilakukan di
Desa Gondosari, Kawedanan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kekhususan dan
keunikan dari penelitian ini terletak pada isinya yang tidak saja merekam
pengalaman perubahan sosial (revolusi) tersebut, namun juga menggali studi
dalam perspektif sejarah yang lebih jauh ke belakang. Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena perubahan politik,
sosial dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, Jepang
hingga masa pemerintahan orde lama dan orde baru. Husken menggambarkan
terjadinya perubahan di tingkat komunitas pedesaan Jawa sebagai akibat masuknya
teknologi melalui era imperialisme gula dan berlanjut hingga revolusi hijau.
Namun
tetap perlu diperhatikan bahwa setiap masyarakat mempunyai “ego”nya dalam
segala bidang termasuk aspek tekhnologi dan kebijakan birokrasi. Perubahan yang
diharapkan dengan mengintroduksi tekhnologi seharusnya sesuai dengan apa yang
menjadi ego masyarakat tersebut, sehingga pola perubahan dapat diterima oleh
masyarakat. Karena setiap kebijakan dan introduksi tekhnologi yang diberikan
pada masyarakat agraris di pedaesaan akan memberikan dampak perubahan sosial
yang multi dimensional.
Pelaksanaan
kebijakan teknologi pertanian mempunyai jalinan yang sangat kuat dengan
aspek-aspek lainnya. Jika kita perincikan dimensi-dimensi perubahan tersebut,
maka akan terlihat sangat nyata terjadi perubahan dalam struktur, kultur dan
interaksional. Perubahan sosial dalam tiga dimensi ini, kalau dibiarkan terus
akan merusak tatanan sosial masyarakat desa. Maka dari itu sangat dibutuhkan
kajian yang sangat mendalam untuk mencegah dampak negatif dari kebijakan
birokrasi dan asupan teknologi yang mengiringinya terhadap masyarakat dan
aparat yang menjalaninya.
Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore ini berusaha
menjelaskan pentingnya faktor struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi
pada negara-negara maju. Negara-negara maju yang dianalisis oleh Moore
adalah negara yang telah berhasil melakukan transformasi dari negara
berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses
transformasi pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi,
fasisme dan komunisme.
Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang
dihasilkan oleh revolusi oleh kaum borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara
dengan tatanan politik demokrasi hanya dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri
dari kelas atas dan kaum tuan tanah. Masyarakat petani atau kelas bawah hanya
dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan seringkali kelompok bawah ini
menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut.
Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui revolusi
atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses
transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui
revolusi konserfatif yang dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah.
Koalisi antara kedua kelas ini yang memimpin masyarakat kelas bawah baik di
perkotaan maupun perdesaan. Negara yang memilih jalan fasisme menganggap
demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai gerakan yang rapuh dan mudah
dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari negara yang mengambil jalan
fasisme.
Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat
ketidakpuasan atas usaha eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan
borjuis. Perjuangan kelas yang digambarkan oleh Marx merupakan suatu bentuk
perkembangan yang akan berakhir pada kemenangan kelas proletar yang selanjutnya
akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan masyarakat oleh Marx
digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu kepada hubungan moda produksi.
Berawal dari bentuk masyarakat primitif (primitive
communism) kemudian berakhir pada masyarakat modern tanpa kelas (scientific communism). Tahap yang harus
dilewati antara lain, tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis.
Marx menggambarkan bahwa dunia masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga
untuk mencapai tahap “kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh
kaum proletar. Revolusi ini akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada
akhirnya mampu menumbangkan kaum borjuis sehingga akan terwujud masyarakat
tanpa kelas. Negara yang menggunakan komunisme dalam proses
transformasinya adalah Cina dan Rusia.
Pembahasan (Fery
Dwi Laksono/A1L009177)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar