Rabu, 24 Oktober 2012

Laporan Tekben


ACARA I
PENGUJIAN KEMURNIAN BENIH

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan nilai pertanaman di lapangan. Oleh karena itu, komponen-komponen mutu benih yang menunjukan korelasi dengan nilai pertanaman benih di lapang harus dievaluasi dalam pengujian. Dalam pengujian benih mengacu dari ISTA, dan beberapa penyesuaian telah diambil untuk mempertimbangkan kebutuhan khusus (ukuran, struktur, pola perkecambahan).
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Tujuan analisis kemurnian adalah untuk menentukan komposisi benih murni, benih lain dan kotoran dari contoh benih yang mewakili lot benih.
Analisis kemurnian benih dipisahkan menjadi 3 komponen sebagai berikut :
1.      Benih murni adalah segala macam biji-bijian yang merupakan jenis/ spesies yang sedang diuji.
Yang termasuk benih murni diantaranya adalah :
a)      Benih masak utuh
b)      Benih yang berukuran kecil, mengkerut, tidak masak
c)      Benih yang telah berkecambah sebelum diuji
d)     Pecahan/ potongan benih yang berukuran lebih dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut termasuk kedalam spesies yang dimaksud
e)      Biji yang terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali
2.      Benih tanaman lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
3.      Kotoran benih, adalah benih dan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam contoh.
Yang termasuk kedalam kotoran benih adalah:
a)      Benih dan bagian benih
b)      Benih tanpa kulit benih
c)      Benih yang terlihat bukan benih sejati
d)     Bijihampa tanpa lembaga pecahan benih ≤ 0,5 ukuran normal
e)      Cangkang benih
f)       Kulit benih
g)      Bahan lain

B.     Tujuan
Untuk mengetahui komposisi dari contoh yang diuji yang akan mencerminkan komposisi kelompok benih dari mana contoh tersebut diambil dengan cara-cara yang sudah ditetapkan dan juga menganalisa macam-macam jenis/kultivar/varietas dan kotoran benih pada contoh tersebut dengan identitas yang telah ditetapkan.












BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan utama dari analisa kemurnian benih adalah untuk menentukan komposisi berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata lain komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih. Untuk analisa kemurnian benih, maka contoh uji dipisahkan menjadi 4 komponen yaitu benih murni, benih species lain, benih gulma dan bahan lain atau kotoran. (Kartasapoetra, 1986)
Dalam pengertian benih murni termasuk semua varietas dari species yang dinyatakan berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium. Yang termasuk ke dalam kategori benih murni dari suatu species adalah benih masak dan utuh, benih yang berukuran kecil, mengerut tidak masak, benih yang telah berkecambah sebelum diuji dan pecahan benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk ke dalam species yang dimaksud. (Justice, 1990)
Kemurnian benih adalah merupakan persentase berdasarkan berat benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. (Kuswanto,1997)
Benih species lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji. Benih gulma mencakup semua benih ataupun bagian vegetatif tanaman yang termasuk dalam kategori gulma. Juga pecahan gulma yang berukuran setengah atau kurang dari setengah ukuran yang sesungguhnya tetapi masih mempunyai embrio. Bahan lain atau kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi persyaratan baik dari komponen benih murni, benih species lain maupun benih gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian-bagian tanaman seperti ranting dan daun. (Sutopo, 1984)
Kategori benih dalam kemurnian:
a.       Benih murni, adalah segala macam biji-bijian yang merupakan jenis/ spesies yang sedang diuji. Yang termasuk benih murni diantaranya adalah :
ü  Benih masak utuh
ü  Benih yang berukuran kecil, mengkerut, tidak masak
ü  Benih yang telah berkecambah sebelum diuji
ü  Pecahan/ potongan benih yang berukuran lebih dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut termasuk kedalam spesies yang dimaksud
ü  Biji yang terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali
b.      Benih tanaman lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
c.       Kotoran benih, adalah benih dan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam contoh. Yang termasuk kedalam kotoran benih adalah:
ü  Benih dan bagian benih
ü  Benih tanpa kulit benih
ü  Benih yang terlihat bukan benih sejati
ü  Bijihampa tanpa lembaga pecahan benih ≤ 0,5 ukuran normal
ü  Cangkang benih
ü  Kulit benih            (Sutopo, 1984)
Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Beberapa keuntungan dari penggunaan benih bermutu, antara lain :
a.       Menghemat penggunaan benih persatuan luas
b.      Respon terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya
c.       Produktivitas tinggi karena potensi hasil yang tinggi
d.      Mutu hasil akan terjamin baik melalui pasca panen yang baik
e.       Memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit, umur dan sifat-sifat lainnya jelas
f.       Waktu panennya lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak. (Cipta, 1992)




BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan
-          Benih padi
B.     Alat
-          Meja pemurnian
-          Pinset
-          Petridish
-          Megnifier
-          Timbangan listrik
C.     Prosedur Kerja
1.      Diambil contoh kerja dari benih yang ada dengan jalan pengurangan dengan memakai pembagi benih sehingga diperoleh berat benih yang diinginkan dan timbangan
2.      Alat-alat yang diperlukan disediakan
3.      Contoh kerja diperiksa sedikit demi sedikit diatas meja pemurnian dengan teliti dan dipisahkan ke dalam komponen-komponen : benih murni, biji tanaman/varietas lain, biji gulma, dan kotoran benih
4.      Dihitung persentase berat komponen-komponen tersebut terhadap berat contoh benih. Persentase benih murni adalah (100% - jumlah persentase komponen-komponen)











BAB IV. HASIL PENGAMATAN

No
Kelompok
Bobot Komponen (gr)
Persentase
BA
BM
VL
KB
BM
VL
KB
1
E1
16,32
13,92
2,16
0,24
85,29%
13,24%
1,47%
2
E2
15,34
13,10
1,84
0,30
86,06%
11,99%
1,95%
3
E3
14,25
12,20
1,90
0,15
85,62%
13,33%
1,05%
45,91
39,22
5,90
0,69
85,66%
38,56%
4,47%

%VL   =                                    %KB   =
            =                                                =
            = 13,24%                                                         = 1,47%

%BM   = 100% - (%VL + %KB)
            = 100% - (13,24% + 1,47%)
            = 85,29%













BAB V. PEMBAHASAN
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Pada saat melakukan uji kemurnian benih yang dipisahkan adalah benih murni dan inner matter (bahan yang tercampur). Bahan yang tercampur perlu dipisahkan sehingga menjadi dua yaitu kotoran (other material) dan biji lain (other seed). Biji lain yang tercampur perlu dipilih apakah biji dari spesies yang sama tetapi varietasnya lain atau biji gulma.
Benih murni dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori :
1.      Benih yang dominan dalam pengujian kemurnian benih, secara botanis/morfologis
2.      Benih immature (belum masak)
3.      Benih undersized (kecil)
4.      Benih shrivelled (berkerut)
5.      Benih berkecambah
6.      Benih yang terserang hama/penyakit tapi tidak/belum merubah bentuk
7.      Benih yang besarnya lebih setengah ukuran benih normal
8.      Cluster, meskipun tidak mengandung benih lolos dari saringan trianguler. Jika disaring selama satu menit
9.      Florets dan caryopses
-          Berisi endosperm
-          Caryopsis lepas

Pembersihan benih dari varietas lain dan kotoran harus dilakukan dengan sebaik-baiknya mengingat antara benih yang kita maksud dengan hal-hal yang telah disebutkan itu pada dasarnya ada perbedaan fisik. Jadi tinggal ketekunan kita dalam melaksanakan cleaning tersebut. Dalam pelaksanaan pembersihan itu terdapat dua cara yaitu yang tradisional dan yang pemanfaatan mesin. Cara tradisional ini seperti yang dilakukan oleh praktikan dalam praktikum kemurnian benih ini yaitu dengan memilah-milah benih murni, varietas lain dan kotoran dengan menggunakan tangan, jadi hanya mengandalkan indera perasa dan penglihatan saja. Cara ini banyak kelemahannya karena seperti kita ketahui kemampuan indera tiap orang berbeda-beda. Pembersihan dengan mesin kegiatan utamanya meliputi scalping (tertuju pada material-material kasar), hulling (tertuju pada bagian-bagian yang lengket), shelling (tertuju pada pengelupasan kotoran yang ada di permukaan benih). Jadi pada dasarnya pembersihan fisik benih dari fisik kotoran dan material yang tidak diperlukan akan mengaburkan, mempengaruhi dan merusak kenurnian benih. Pembersihan benih sangat perlu dilakukan sehubungan adanya perbedaan-perbedaan fisik dan sifat yang dapat mengaburkan kemurnian benih. Perbedaan-perbedaan seperti tekstur permukaan dan warna harus kita ambil yaitu yang menunjukkan kemurnian benih, sedang yang lainnya kita pisahkan sehingga yang tinggal menunjukkan kemurnian benih tersebut.
Untuk memisahkan biji lain maka perlu terlebih dahulu diketahui definisi dari biji lain tersebut karena untuk dapat dikategorikan sebagai biji lain harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
a.       Biji dari spesies/varietas/cultivar lain
b.      Benih yang rusak dengan ukuran kurang dari setengah
c.       Benih yang tidak memiliki seed coat
d.      Cluster dari beta yang tertinggal di saringan setelah diayak selama satu menit
e.       Floresta dan Caryopsis
-          Hampa
-          Bagian yang ringan/berat setelah diblow

Kotoran yang biasa tercampur didalam benih dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.      Tanah, pasir, kerikil
2.      Potongan bagian tanaman
3.      Nematoda galls, fungus bodies
Kotoran ini dapat tercampur dengan benih pada waktu dilakukan perontokan, prosesing, dan pengemasan.
Manfaat pengujian kemurnian benih antara lain :
1.      Untuk mengetahui komponen jenis benih yang ada dalam kelompoknya
2.      Untuk mengetahuinya identitas dari berbagai spesies benih dan partikel lainnya yang ada dalam kelompoknya
3.      Untuk melindungi konsumen benih

Dalam uji kemurnian benih yang telah dilakukan, didapatkan varietas lain dan kotoran benih dari sekumpulan benih yang ada. Tetapi persentase dari varietas lain dan kotoran benih lebih kecil dari benih murni yang ada.
Kemurnian benih merupakan persentase berat benih murni yang terdapat dalam sampel benih. Dengan diketahuinya nilai kemurnian benih akan memberikan gambaran bagi konsumen benih, bahwa benih–benih dari spesies/varietas yang ditanam dapat memberikan suatu keseragaman tumbuh di lapangan, dan waktu panenpun akan serentak sehingga hasil yang diperoleh akan seragam jenisnya dan sesuai dengan jenis spesies/varietas yang ditanam. Berdasarkan hasil laboratorium, uji kemurnian benih memberikan suatu nilai kemurnian benih berbanding terbalik dengan benih campuran yang lain. Apabila nilai suatu kemurnian benih tinggi berarti benih murni yang terdapat dalam kelompoknya tinggi, namun campuran bahan lain seperti benih spesies lain, gulma dan kotoran lain memiliki nilai rendah.











BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut.
Manfaat pengujian kemurnian benih antara lain :
1.      Untuk mengetahui komponen jenis benih yang ada dalam kelompoknya
2.      Untuk mengetahuinya identitas dari berbagai spesies benih dan partikel lainnya yang ada dalam kelompoknya
3.      Untuk melindungi konsumen benih

B.     Saran
Dalam melakukan pengujian kemurnian benih perlu adanya ketekunan dalam memisah-misahkan antara benih murni, varietas lain, dan kotoran benih.














DAFTAR PUSTAKA

Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Justice, O. L. dan Bass, L. N. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartasapoetra, A. G. 1986. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.























ACARA II
PENGUJIAN DAYA TUMBUH BENIH  DAN TIPE PERKECAMBAHAN

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Karena mereka bisa memperoleh keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari suatu benih.
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara lengsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu. Struktur pertumbuhan yang dinilai terdiri dari akar, batang, daun, dan daun lembaga. Nilai hasil pengujian daya kecambah merupakan nilai minimum. Harga tengah antara kedua nilai pengujian dilaboratorium tersebut akan menjadi nilai tumbuh di lapangan.
Disamping uji viabilitas benih terdapat pula uji kesehatan benih. Yaitu untuk mengetahui kondisi kesehatan dari suatu kelompok benih. Kesehatan benih juga merupakan salah satu faktor yang menentukan nilai lapangannya. Disamping itu uji kesehatan benih juga ditujukan untuk mengetahui penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji perkecambahan di laboratorium.
Dalam melaksanakan pengujian benih yang pertama-tama dilakukan adalah pengambilan contoh benih, kemudian pengujian kemurnian benih, dan kadar air. Setelah itu baru dilakukan uji daya kecambah, uji kekuatan tumbuh benih, ataupun uji kesehatan benih terhadap contoh tersebut.
Kecambah/bibit abnormal adalah bibit yang tidak memenuhi syarat sebagai bibit normal. Abnormalitas dapat terjadi pada pulumla terbelah, kerdil, akar tumbuh lemah atau tidak tumbuh sama sekali, koleoptil kosong atau tidak keluar seluruhnya. Dapat juga plumula dan akar tumbuh melingkar-lingkar (spiral). Pada lugume abnormalitas berupa tidak ada epikotil, hipokotil pendek, menjadi tebal atau belah, akar terlambat perkembangannya. Dapat juga kotiledon dan epikotil busuk atau rusak.

B.     Tujuan
Menguji daya tumbuh berbagai benih tanaman, mengidentifikasi kecambah/bibit normal dan abnormal.

















BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu. (Sutopo,1984)
Benih dikatakan berkecambah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio. (Kuswanto,1997)
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi:
a)      Benih segar tidak tumbuh: Benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal.
b)      Benih keras: Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel terhadap gas dan air.
c)      Benih mati: Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilepangan tanaman yang menajdi induk talah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya. (Cipta, 1992)

Faktor-faktor dari dalam yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, penghambat perkecambahan.
Faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain :
1.      Air
Air merupakan salah satu faktor yang mutlak diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh faktor lain, seperti pemberian rangsangan atau perlakuan untuk memacu agar benih dapat berkecambah.
2.      Komposisi gas
Benih yang telah berimbibisi akan meningkatkan laju respirasi karena kenaikan aktivitas enzim pernapasan akan emngakibatkan kebutuhan O2 juga meningkat.
3.      Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih karena suhu berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim yang terdapat di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan kepekaan benih terhadap cahaya.
4.      Cahaya
Selama proses perkecambahan ada dua benih yang membutuhkan cahaya terutama benih yang memiliki pigment pada kulit benihnya, karena pigment akan berfungsi sebagai fotosel yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi yang dapat membantu meningkatkan laju respirasi dan sebagai energi untuk reaksi kimiawi yang bersifat endodermis. (Kuswanto,1996)

Tipe perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
1.      Epigeal (perkecambahan di atas tanah) dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula. Contoh : kacang hijau, buncis, kedelai.
2.      Hipogeal (perkecambahan di bawah tanah) dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah. Contoh : jagung, padi, kacang kapri. (Puspit, 2011)

BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Alat
-          Polibag
-          Tabel
-          Alat tulis
B.     Bahan
-          Tanah
-          Kedelai
-          Jagung
C.     Prosedur Kerja
1.      Diambil sampel benih, dikecambahkan sebanyak 4x100 biji dengan media tanah
2.      Setelah jangka waktu (7 atau 14 hari) dihitung daya tumbuh benih, bibit berdasarkan bibit normal
3.      Diamati bibit normal dan yang tidak normal, dibandingkan bentuknya, digambar bentuknya
4.      Benih-benih yang berpenyakit dibuang dari perkecambahan agar tidak menulari benih yang lain









BAB IV. HASIL PENGAMATAN
Jagung
Hari ke
Perlakuan
Banyaknya yang tumbuh
1
0 cm
-

2 cm
-
2
0 cm
-

2 cm
42/100 x 100% = 42%
3
0 cm
-

2 cm
2/100 x 100% = 2%

Kedelai
Hari ke
Perlakuan
Banyaknya yang tumbuh
1
0 cm
-

2 cm
-
2
0 cm
2/100 x 100% = 2%

2 cm
5/100 x 100% = 5%
3
0 cm
2/100 x 100% = 2%

2 cm
1/100 x 100% = 1%







BAB V. PEMBAHASAN
Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah ( Plumula dan Radikula ). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan rdikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA.
Benih jagung
Benih yang normal
Benih yang tidak normal
Image006.jpg
image007.jpg

Benih Kedelai
Benih yang normal
Benih yang tidak normal
Image007.jpg







image005.jpg

Ciri-ciri kecambah normal, antara lain :
1.      Kecambah yang memiliki perkembangan sisten oerakaran yang baik terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminimal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.
2.      Perkembangan hipokotil yang baik sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan –jaringannya.
3.      Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, didalam atau muncul darikoleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang normal.
4.      Memiliki satu kotiledone untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.

Ciri-ciri kecambah abnormal, antara lain :
1.      Kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio, yang pecah dan akar primer yang pendek.
2.      Kecambah yang bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang seimbang dari bagain – bagian yang penting. Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang mebengkak, akar yang pendek. Koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai dau  : kecambah yang kerdil.
3.      Kecambah yang tidak membentuk chlophyl.
4.      Kecambah yang lunak.
5.      Untuk benih pohon – pohonan bila dari microphyl keluar daun dan bukanya akar.

Tipe perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
a)      Epigeal (perkecambahan di atas tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula. Contoh : kacang hijau, buncis, kedelai.
b)      Hipogeal (perkecambahan di bawah tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah. Contoh : jagung, padi, kacang kapri. (Puspit, 2011)
Gambar tipe perkecambahan
Tipe Epigeal
Tipe Hipogeal
mat-gb1.jpg
perkecambahan hypogeal.jpg

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan perlakuan benih yang baik ialah dengan menaruh benih pada kedalaman 2 cm. Hasil perkecambahan yang diperoleh lebih banyak dari pada yang di kedalaman 0 cm. Pada kedalaman 2 cm benih akan tertutupi oleh tanah secara keseluruhan bagian-bagiannya sehingga lebih cepat mengalami perkecambahan dari pada yang di kedalaman 0 cm. Benih yang ditaruh pada kedalaman 2 cm juga akan lebih aman dari serangan predator pemangsa biji. Salah satu faktor yang menyebabkan benih pada kedalaman 2 cm lebih banyak di dapatkan perkecambahan yaitu dengan adanya pengaruh suhu lingkungan disekitarnya. Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih karena suhu berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim yang terdapat di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan kepekaan benih terhadap cahaya.
Faktor-faktor dari dalam yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, penghambat perkecambahan.
Faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain :
a)      Air
Air merupakan salah satu faktor yang mutlak diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh faktor lain, seperti pemberian rangsangan atau perlakuan untuk memacu agar benih dapat berkecambah.
b)      Komposisi gas
Benih yang telah berimbibisi akan meningkatkan laju respirasi karena kenaikan aktivitas enzim pernapasan akan emngakibatkan kebutuhan O2 juga meningkat.
c)      Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih karena suhu berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim yang terdapat di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan kepekaan benih terhadap cahaya.
d)     Cahaya
Selama proses perkecambahan ada dua benih yang membutuhkan cahaya terutama benih yang memiliki pigment pada kulit benihnya, karena pigment akan berfungsi sebagai fotosel yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi yang dapat membantu meningkatkan laju respirasi dan sebagai energi untuk reaksi kimiawi yang bersifat endodermis. (Kuswanto,1996)









BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Benih dikatakan berkecambah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio.
Tipe perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
a)      Epigeal (perkecambahan di atas tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula.
b)      Hipogeal (perkecambahan di bawah tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkecambahan, yaitu:
1.      Faktor dari dalam antara lain tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan.
2.      Faktor dari luar antara lain air, komposisi gas, suhu, dan cahaya.

B.     Saran
Pada saat kita akan mengecambahkan suatu benih harus diperhatikan dengan benar beberapa faktor yang ada, baik faktor dari luar maupun dari dalam benih itu sendiri.








DAFTAR PUSTAKA

Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Andi.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi.
Puspit. 2011. http://blog.ub.ac.id/puspit/2011/03/10/struktur-benih-tipe-perkecambahan. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.























ACARA III
INDEKS VIGOR PERKECAMBAHAN

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kaulitas baik.
Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologi menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi suboptimal atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan yang lama.
Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahannya terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanaman multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama periode isian dan pemasakan buah/biji.

B.     Tujuan
Membiasakan dengan konsep indeks matematis vigor benih
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. (Sutopo, 1988)
Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang sub optimum. (Sadjad,1993)
Vigor ada dua, yaitu :
1.      Vigor genetik, adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda.
2.      Vigor fisiologi, adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat dilihat dari indikasi akar, dari plumula atau koleoptil, ketahanan terhadap serangan penyakit. (Kartasapoetra,1986)

Faktor yang mempengaruhi ke vigoran benih, antara lain :
a)      Faktor dari lingkungan
1.      Keadaan cuaca pada saat benih masak dan panen
2.      Perlakuan yang diberikan setelah panen
3.      Kondisi tempat penyimpanan dan lama penyimpanan benih
4.      Rantai pemasaran sebelum benih sampai ke petani konsumen
5.      Aktivitas tingkat serangan mikroorganisme atau serangga
6.      Pemakaian pestisida untuk perawatan benih
b)      Faktor dari dalam
1.      Sifat genetis
Setiap varietas memiliki kepekaan yang berbeda terhadap faktor lingkungan. Setiap varietas juga memiliki kecepatan perkecambahan yang berbeda.
2.      Sifat fisiologis  (Kuswanto,1996)

Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 1984)
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang berhubungan dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990). Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing ‘kekuatan tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai fisioogi ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub optimum atau sesudah benih melampui suatu periode simpan yang lama. (Mugnisjah, 1990)














BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan
-          Padi lama
-          Padi baru
-          Tanah
B.     Alat
-          Polibag
-          Pinset
C.     Prosedur Kerja
1.      Benih-benih dikecambahkan sebanyak 100 butir dari padi lama dan padi baru
2.      Dilakukan pengamatan selama 7 hari, dihitung benih yang berkecambah (diambil). Sebagai kriteria berkecambah adalah setelah keluar akar sepanjang 5mm
3.      Dihitung indeks vigor dan coefisient vigor dengan rumus yang ada di diktat










BAB IV. HASIL PENGAMATAN
No
Benih Padi
Banyaknya yang tumbuh
1
Padi Baru
-

Padi Lama
-
2
Padi Baru
-

Padi Lama
-
3
Padi Baru
-

Padi Lama
-
4
Padi Baru
-

Padi Lama
-
5
Padi Baru
-

Padi Lama
-
6
Padi Baru
-

Padi Lama
-
7
Padi Baru
2/100 x 100% = 2%

Padi Lama
1/100 x 100% = 1%














BAB V. PEMBAHASAN
Sewaktu membuat pengujian daya kecambah pada benih simpan, salah satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang terlihat dari penurunan laju perkecambahan serta dihasilkannya kecambah-kecambah yang lemah atau berair dan kecambah berakar kecil. (Justice,1990)
Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal (Heydecker,1972), yaitu :
1.      Genetis
Ada kultivar-kultivar tertentu yang lebih peka terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, ataupun tidak mampu untuk tumbuh cepat dibandingkan dengan kultivar lainnya.
2.      Fisiologis
Kondisi fisiologis dari benih yang dapat menyebabkan rendahnya vigor adalah immaturity atau kekurang masakan benih pada saat panen dan kemundurn benih selama penyimpanan.
3.      Morfologis
Dalam suatu kultivar biasanya terjadi peristiwa bahwa benih-benih yang lebih kecil menghasilkan bibit yang kurang memiliki kekuatan tumbuh dibandingkan dengan benih yang besar.
4.      Sitologis
Kemunduran benih yang disebabkan antara lain oleh aberasi khromosome.
5.      Mekanis
Kerusakan mekanis yang terjadi pada benih baik pada saat panen, prosesing, ataupun penyimpanan sering pula mengakibatkan rendahnya vigor pada benih.
6.      Mikrobia
Mikroorganisme seperti cendawan atau bakteri  yang terbawa oleh benih akan berbahaya begi benih pada kondisi lapangan yang memungkinkan berkembangnya patogen-petogen tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan vigor benih.
Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot benih yang mengalami kemunduran cepat. Terlepas dari masalah tersebut, beberapa peneliti menunjukkan bahwa lot-lot benih yang mengalami kemunduran cepat, mengandung benih yang bervigor rendah dan benih yang masih vigor. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati.
Terdapat hubungan yang erat antara kecepatan kecambah benih dengan vigor tanamanya. Ternyata dari adanya kenyataan bahwa benih yang kecepatan kecambah tinggi, tanaman yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap keadaan atau lingkungan yang kurang menguntungkan. Dengan demikian jelas bahwa kecepatan perkecambahan  benih merupakan aspek penting dari vigor tanamanya, serta memberikan indek vigor dari setiap kelompok benih. Karena itu perlu pula dilakukan pengujian tentang kecepatan berkecambah tersebut, yang penilaiannya dapat dilakuakan dengan berbagai cara. (Kartasapoetra,1986)
Dalam praktikum yang telah dilakukan, index vigor antara biji yang baru dan yang lama berbeda. Indek vigor biji yang baru lebih baik dari pada yang lama, hal ini dikarenakan menurunya kualitas dari biji yang telah disimpan. Disamping itu bij sudah mengalami keruskan secara fisiologis maupun mekanik sehingga dapat menurunkan index vigor. Daya kecambah pada padi mempunyai perbedaan yang nyata antara yang lama dan yang baru. Daya kecambah jenis biji yang baru lebih baik dari pada biji yang lama.
Sesuai konsepsi Steinbaurer, kemunduran benih dalam dimensi waktu dijabarkan dengan vigor nyata atau vigor sesungguhnya, berkorelasi dengan jalannya waktu.  Kemunduran itu bersifat akumulatif dan tidak dapat dicegah. (Sadjad, 1993)
Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya. Di mana kejadian tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat balik dari kualitas suatu benih. Benih yang memiliki vigor rendah akan berakibat terjadinya kemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan rendahnya produksi tanaman (Sadjad, 1993). Apabila benih menunjukkan 95 % perkecambahan dalam kondisi itu maka benih memiliki viabilitas 95% atas dasar ukuran standar yang dapat digunakan untuk membandingkan antar perlakuan.
Vigor dapat dibedakan atas :
1.      Vigor benih
2.      Vigor kecambah
3.      Vigor bibit
4.      Vigor tanaman
Vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh :
1.      Tahan disimpan lama
2.      Tahan terhadap serangan hama dan penyakit
3.      Cepat dan merata tumbuhnya
4.      Mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.

Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi dapat dilihat dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahanannya terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. (Sadjad,1977)
Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan begi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya  dalam pola tanaman multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan buah/biji.
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya.
Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh :
1.      Tahan disimpan lama
2.      Tahan terhadap serangan hama dan penyakit
3.      Cepat dan merata tumbuhnya
4.      Mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.

B.     Saran
Pada saat kita membeli benih sebaiknya kita tanayakan kepada produsen mana benih yang mempunyai tingkat vigor benih yang baik, agar kita mendapatkan hasil yang optimal bahkan maksimal tidak merugi.













DAFTAR PUSTAKA

Justice, O.L., dan N.B. Louis. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Kartasapoetra, A.G.1986.Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Bina Aksara.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Andi.
Mugnisjah, W.Q dan Asep Setiawan.1990.Pengantar Produksi Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Grasindo.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.






















ACARA IV
SCARIFIKASI DAN STRATIFIKASI BENIH

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Skarifikasi adalah proses perusakan kulit biji agar menjadi lebih mudah ditembus oleh tunas. Banyak macam benih tidak dapat berkecambah meskipun diberikan fasilitas yang secukupnya. Benih demikian berada dalam keadaan dormansi. Banyak faktor yang menyebabkan dormansi, antara lain adalah kekerasan kulit sehingga air, udara sulit masuk. Perlakuan dengan air panas dapat melunakkan kulit benih sehingga air, udara mudah masuk. Keuntungan tambahan dengan perlakuan air panas ialah mematikan hama dan penyakit yang seed borne.
Biji-biji yang sudah masak umumnya melalui masa istirahat sebelum dapat tumbuh atau berkecambah. Untuk tiap-tiap varietas mempunyai masa istirahat yang berbeda-beda bahkan ada yang tidak mengalami masa tersebut.
Jika petani menginginkan menumbuhkan varietas-varietas sepanjang tahun dan bibit berasal dari tanaman yang terdahulu mengalami kerugian yang nyata karena adanya masa istirahat selama 2-3 minggu.
Dormansi biji juga merupakan problem bagi pemulia dimana membutuhkan pengurangan interval waktu antara pertanaman dan analisis biji.

B.     Tujuan
Menunjukkan kekerasan biji-biji legum yang ada pada daerah tropika dan bagaimana cara scarifikasi dijalankan.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Scarifikasi adalah proses perusakan kulit biji agar menjadi lebih mudah ditembus oleh tunas.
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme. (Kamil, 1986)
Beberapa spesies tanaman, penyimpanan dapat mempengaruhi dormansi. Dormansi pada beberapa spesies tanaman dapat menghilang, bila disimpan selama beberapa bulan pada kondisi suhu dan kelembaban nisbi lingkungan terkendali (Justice dan Bass, 1990)
Menurut Kamil (1986) sarat yang utama dibutuhkan untuk dapat aktifnya kembali pertumbuhan embrionik axis adalah:
1.      Adanya air yang cukup untuk melembabkna biji.
2.      Suhu yang panas.
3.      Cukup oksigen.
4.      Adanya cahaya, terutama ini adalah esensial untuk kebanyak biji rerumputan dan beberapa biji tanaman tertentu.

Terdapat beberapa macam benih yang tidak dapat berkecambah meskipun telah diberikan perlakuan yang cukup. Benih yang demikian masih berada dalam keadaan dormansi. Dormansi dapat dikatakan sebagai masa istirahat atau keadaan benih pada fase istirahat akan tetapi tetap masih melangsungkan proses metabolisme seperti respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi keadaan dormansi, salah satunya adalah kekerasan kulit pada biji yang menyebabakan air dan udara sukar untuk masuk ke dalam benih. (Kartasapoetra,1992)
Dengan adanya persaratan tumbuh itu maka suatu biji tidak akan berkecambah dan hal itu akan menjadi macam atau penyebab terjadinya dormansi terutama dormansi yang disebabkan karena dormansi fisiologis. Sedangkan dormasi secara fisilologis menurut Sutopo (1993) yang sangat dipengaruhi oelh faktor peerkecmbahan adalah dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolisme pada embrio, dormansi sekunder, dormansi after ripering dan dormansi immaturity embryo.
Menurut Sutopo (1993), Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan dormansi antara lain :
1.       Perlakuan mekanis
Perlakuan mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabel kulit biji baik terhadap air maupun gas. Cara ini terdiri dari skarifikasi (mengikir, melubangi kulit biji dengan pisau) dan pemberian tekanan.
2.       Perlakuan kimia
Perlakuan ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan H2SO4 pekat atau larutan HNO3 pekat.
3.       Perlakuan perendaman dengan air panas.
4.       Perlakuan dengan temperatur tertentu.
5.       Perlakuan cahaya.












BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan
-          Albasia
-          Melinjo
-          Tanah
B.     Alat
-          Amplas
-          Polibag
-          Plastik
-          Pinset
C.     Prosedur Kerja
Albasia
1.      Albasia yang telah disiapkan pada kontrol ataupun dari air panas 500C, 750C, 1000C diambil masing-masing 100 biji
2.      Setelah itu albasia ditanam pada polibag yang telah berisi tanah dengan kedalaman 0cm dan 2cm
3.      Pada kedalaman 2cm atasnya ditutup lagi dengan tanah
4.      Diamati perkecambahannya selama 7hari

Melinjo
1.      Diambil melinjo sebanyak 6 biji
2.      Melinjo itu akan dilakukan tiga perlakuan yaitu dua diampalas atas bawah, dua diamplas kelilingnya, dan dua sebagai kontrol
3.      Setelah diamplas melinjo siap ditanama pada polibag yang telah diisi tanah
4.      Diamati perkecambahannya selama 7hari



BAB IV. HASIL PENGAMATAN
Hari ke
Perlakuan
Banyaknya yang tumbuh
1
Kontrol
-

50oC
-

75oC
-

100oC
-
2
Kontrol
-

50oC
-

75oC
-

100oC
-
3
Kontrol
-

50oC
-

75oC
-

100oC
-
4
Kontrol
-

50oC
-

75oC
-

100oC
-
5
Kontrol
-

50oC
-

75oC
-

100oC
-
6
Kontrol
-

50oC
12/100 x 100% = 12%

75oC
-

100oC
17/100 x 100% = 17%
7
Kontrol
4/100 x 100% = 4%

50oC
12/100 x 100% = 12%

75oC
1/100 x 100% = 1%

100oC
-
BAB  V. PEMBAHASAN
Dormansi atau masa istirahat yaitu, masa dimana bagian biji tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun berkembang walaupun telah mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk penanaman, sehingga pada saat disemai biji tidak berkecambah. Dormansi terjadi karena kulit biji tidak permeable atau terlalu keras sehingga air dan oksigen tidak dapat masuk kedalamnya dan juga berakibat kecambah (tunas) tidak dapat menembus dinding kulit biji tersebut. Untuk mengatasi masa dormansi, maka sebelum penyemaian biji perlu mendapat perlakuan pendahulun agar masa dormansi dapat berhenti, hal ini disebut dengan skarifikasi.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Perlakuan pemberian temperatur tertentu dikenal dengan istilah stratifikasi. Banyak benih yang perlu dikenal temperatur tertentu sebelum dapat diletakkkan pada temperatur yang cocok untuk perkcambahannya. Cara yang paling sering dipakai dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Benih-benih yang memerlukan stratifikasi selama waktu tertentu sebelum tanam yaitu: apel, anggur, pear, peach, pinus, rosa, strawberry, oak dan cherry. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman. Bahkan di dalam satu family bisa terdapat perbedaan. Misal Rosa multiflora memerlukan waktu dua bulan pada 5-100 F, sedangkan Rosa rubiginosa memerlukan enam bulan pada 50 F. Benih apel yang diberi perlakuan stratifikasi pada 40 C selama lebih dari dua bulan persentase perkecambahannya meningkat. (Sutopo,1984)
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae. (Sutopo,1984)
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme.
Tipe-tipe dormansi antara lain: Dormansi fisik yang disebabkan oleh impermiabilitas kulit biji terhadap air, resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas. Dormansi fisiologis yang disebabkan oleh immaturity embrio, after ripening, dormansi sekunder, dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio.
Cara-cara untuk memecahkan dormansi antara lain dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perlakuan perendaman air, perlakuan pemberian temperatur tertentu dan perlakuan dengan cahaya.
Dalam istilah pertanian, benih-benih yang menunjukkan tipe dormasi yang impermabel terhadap air dan gas ini disebut sebagai ‘benih keras’. Hal mana dapat ditemui pada sejumlah famili tanaman dimana beberapa speciesnya mempunyai kuilit biji yang keras, antara lain: Leguminosae, Malvaceae,Cannaceae, Geraniaceae, Chenopodaceae, Convolvulaceae, Solanaceae dan Liliaceae.Di sini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula. Pada famili Melilotus alba, Troginella arabica dan Crotalaria aegyptiaca, masuknya biji diatur oleh suatu pintu kecil pada kulit biji, yang ditutupi dengan sumbat serupa gabus yang terdiri dari suberin. Bila sumbat gabus diambil atau dikendorkan barulah air dapat masuk ke dalam biji.
Gambar perkecambahan melinjo
melinjo.jpg

Benih melinjo tidak tumbuh karena melinjo masih mengalami fase dormansi yaitu masa dimana bagian biji tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun berkembang walaupun telah mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk penanaman, sehingga pada saat disemai biji tidak berkecambah. Struktur kulit pada biji melinjo sangat kedap air karena berstruktur kulit yang keras sehingga air tak mampu masuk ke kulit biji.
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti:
a.       Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah micropylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b.      Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
c.       Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
            Sutopo (1993) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat diberi perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Menurut Sahupala (2007) air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.

















BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
            Dormansi atau masa istirahat yaitu, masa dimana bagian biji tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun berkembang walaupun telah mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk penanaman, sehingga pada saat disemai biji tidak berkecambah.
            Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Teknik-teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti:
a)      Perlakuan mekanis (skarifikasi)
b)      Air Panas
c)      Perlakuan kimia

B.     Saran
Dalam penyimpanan benih jangan terlalu lama, karena benih akan mengalami dormansi sehingga benih tidak akan bisa berkecambah ketika ditanam.








DAFTAR PUSTAKA
Justice, L dan Louis NB. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali.
Kamil, J. 1986. Tekhnologi Benih. Padang: Offset Angkasa Raya Padang.
Kartasapoetra, dkk., 1992. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Andi.
Sutopo, L. 1993. Teknologi benih. Jakarta: Rajawali.














ACARA V
PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN SUB OPTIMAL

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketahanan tanaman terhadap organisme pengganggu atau keadaan lingkungan sub optimal merupakan kajian penting dalam ilmu pertanian. Ketahanan tanaman adalah kondisi yang muncul dari dalam tanaman sendiri dan juga tanggapan yang muncul terhadap infeksi yang dibangkitkan oleh sistem imunitas tanaman.
Kandungan garam yang cukup tinggi pada suatu media akan menghambat perkecambahan benih. Hal tersebut berkaitan dengan penyerapan air yang sangat dibutuhkan dalam perkecambahan. Tanpa adanya air maka perkecambahan tidak dapat berlangsung karena air merupakan pelarut dan pereaksi. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila di tanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas benih, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan yang lama.

B.     Tujuan
Mempelajari pengaruh garam pada medium terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Garam-garam atau Na+ yang dapat dipertukarkan akan mempengaruhi sifat-sifat tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kekurangan unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi produksi. Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur hara yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air dalam tanaman. (Sutopo, 1984)
Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- diduga mempengaruhi pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan. Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah. (Kuswanto, 1998)
Keadaan lingkngan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan-perbedan kekuatan tumbuh benih dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Disamping itu kecepataan tumbuh benih dapat menjadi pula petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. (Kamil, 1986)
Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya. Di mana kejadian tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat balik dari kualitas suatu benih. Benih yang memiliki vigor rendah akan berakibat terjadinya kemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan rendahnya produksi tanaman. (Sasli, 2004)
Salah satu kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan adalah adanya tanah salin. Tanah salin merupakan tanah yang mempunyai kandungan garam NaCl yang cukup tinggi. Tanah dengan kandungan garam yang tinggi dibedakan dalam tanah salin, tanah sodik dan tanah salin-sodik. Kandungan garam yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang dilakukan oleh biji. Bila tanah terlalu Salin dan NaCl yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam benih. Konsentrasi NaCl yang terlalu pekat maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga dapat merusak benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik. (Sadjad, 1993)
Keampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan sub-optimal dinamakan vigor. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Pada hakikatnya vigor benih harus relavae daengan tingkat prosduksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingakt produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi menurut Sutopo (1984) adalah:
1.      Tahan lama disimpan.
2.      Tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
3.      Cepat dan merata tumbuhnya.
4.      Mempu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi dalam keadaan lingkungan tumbuh yang suboptimal.








BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan
-          Benih jagung
-          Garam NaCl
-          Aquades
-          Kertas Merang
B.     Alat
-          Petridish
C.     Prosedur Kerja
1.      Disiapkan larutan garam dengan konsentrasi 5000 ppm, dan 10.000 ppm dan satu untuk kontrol tanpa larutan garam
2.      Disiapkan petridish dengan diberi kertas merang sebanyak dua lembar
3.      Jagung yang telah dimasukkan ke larutan garam sebelumnya, dimasukkan ke petridish
4.      Jagung dikecambahkan, dan stiep hari disiram dengan larutan yang telah diberikan perlakuan dengan konsentrasi 5000 ppm dan 10.000 ppm
5.      Dihitung persentase banyaknya jagung yang tumbuh dari masing-masing perlakuan












BAB IV. HASIL PENGAMATAN
No
Kelompok
Perlakuan
% Perkecambahan
1
E1
Kontrol
22/50 x 100% = 44%


5000 ppm
12/50 x 100% = 24%


10.000 ppm
0/50 x 100% = 0%
2
E2
Kontrol
10/50 x100% = 20%


5000 ppm
3/50 x100% = 6%


10.000 ppm
0/50 x 100% = 0%
3
E3
Kontrol
9/50 x100% = 18%


5000 ppm
8/50 x 100% = 16%


10.000 ppm
0/50 x100% = 0%




















BAB V. PEMBAHASAN
Kandungan garam yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang dilakukan oleh biji.  Bila tanah terlalu Salin dan NaCl yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam benih.  Konsentrasi NaCl yang terlalu pekat maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga dapat merusak benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik.
Hasil praktikum ini menunjukkan bahwa daya kecambah benih jagung pada setiap perlakuan berbeda, di mana daya kecambah semakin menurun sejalan dengan semakin naiknya konsentrasi larutan garam dapur (NaCl).  Konsentrasi air yang rendah di luar biji (konsentrasi larutan di luar biji dinaikkan), yaitu dengan menambahkan sejumlah NaCl ke dalam larutan maka air akan berkurang atau sama sekali tidak akan masuk ke dalam biji.  Jadi bertambah kecil konsentrasi air (bertambah tinggi konsentrasi larutan) di luar biji, bertambah sedikit pula air yang masuk ke dalam biji yang direndamkan ke dalam larutan tadi (Kamil, 1982). Dengan berkurang atau tidak masuknya air ke dalam biji, maka tidak atau kurang terjadi rehydration di dalam biji, sehingga menyebabkan tidak terjadi atau kurang sempurnanya proses perkecambahan. 
Penurunan daya kecambah pada konsentrasi yang lebih tinggi karena dengan adanya konsentrasi garam yang lebih tinggi maka akan mengakibatkan air yang keluar dari biji semakin banyak dan garam yang masuk kedalam biji semakin banyak. Garam yang ada dalam biji akan menghambat perkecambahan biji, karena dalam perkecambahan hal yang paling utama dan yang pertama adalah adanya air yang masuk kedalam biji. Dengan adanya air ini proses perkecambahan selanjutnya akan berlangsung. Dengan semakin besarnya konsentrasi garam pada media perkecambahan berarti semakin besar air yang hilang dari dalam biji. Dengan semakin banyak yang hilang vigor semakin menurun.
Hal tersebut berhubungan dengan tekanan difusi air, semakin besar perbedaan tekanan difusi antara cairan di dalam dan di luar biji akan meningkatkan penyerapan air.  Pada tanah salin, penyerapan air lebih lambat karena tekanan difusi air pada tanah tersebut menjadi rendah akibat dari penurunan dari konsentarsi air.  Besarnya air yang masuk ke dalam biji dapat menyebabkan perkecambahan kurang sempurna, karena tidak terjadi rehydration di dalam biji.  Bila konsentrasi cairan di luar biji lebih tinggi dari konsentrasi air dalam biji dapat mentebabkan air di dalam biji akan tertarik keluar sehingga terjadi plasmolisis  (Kamil, 1982).
Berdasarkan hasil analisis uji F, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan garam dapur (NaCl) berpengaruh terhadap daya kecambah benih padi.  Setelah dilanjutkan dengan uji BNT 5% menunjukkan hasil bahwa baik pada konsentrasi 0 ppm, 5000 ppm tidak berbeda pengaruhnya terhadap daya kecambah benih sebaliknya pada konsentrasi larutan 10.000 ppm menunjukkan perbedaan yang jelas, di mana pada konsentrasi larutan garam 10.000 ppm, daya kecambah benih mengalami penurunan.  Hal ini disebabkan karena pada waktu benih berimbibisi, jika tekanan osmotik air tinggi maka proses imbibisi ini terhambat, sehingga kadar air benih tidak dapat mencapai nilai tertentu yang memungkinkan benih berkecambah (Kuswanto, 1996).  Seringkali benih diimbibisikan dalam larutan yang memiliki tekanan osmosis tinggi dalam rangka pengujian kemampuan bersaing dalam memperoleh air dengan benih lain.
Tekanan osmotik mempengaruhi proses imbibisi air. Jika tekanan osmotik air tinggi maka proses imbibisi akan terhambat sehingga kadar air benih tidak dapat mencapai nilai tertentu yang memungkinkan benih berkecambah, seperti air yang mengandung NaCl dengan konsentrasi tertentu. Larutan yang memiliki tekanan osmosis tinggi akan bersaing dalam memperoleh air dengan benih yang lain. Oleh karena itu, penyerapan air oleh benih akan lebih cepat pada benih yang ditempatkan di dalam air murni daripada benih di dalam larutan / solution (Kuswanto, 1996)
Viabilitas adalah kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam lingkungan yang optimum. Sedangkan vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi sub optimal, biasanya dicerminkan dengan keserempakan tumbuh benih.
Cekaman lingkungan dapat berupa beberapa penghambat dari unsure abiotik dan biotik. Salah satunya adalah cekaman unsure abioik yaitu suhu. Cekaman suhu terhadap makhluk hidup bersifat spesifik. Menurut Salisbury (1995), tidak ada batas suhu terendah bagi kelangsungan hidup spora, biji dan bahkan lumut kerak dan lumut daun tertentu pada kondisi kering. Batas suhu terendah untuk bertahan hidup pada keadaan yang lebih normal sangat tergantung pada spesies  dan sejauh mana jaringan telah diadaptasikan terhadap embun es. Tumbuhan yang sedang tumbuh aktif sering dapat bertahan hidup hanya pada beberapa derajat di bawah 0oC, sedangkan banyak yang dapat bertahan pada sekita -. 40oC. Beberapa tumbuhan tinggi dapat tumbuh dan berbunga di bawah  salju. Pada kondisi suhu tinggi yang ekstrem, enzim dapat mengalami denaturasi dan pemutusan asam nukleat pada sebagian besar organisme. Sifat merusak pada tumbuhan terutama pada fungsi fotosintesis yang tidak terjadi karena fotosistem yang peka terhadap panas. Dengan demikian, faktor suhu sangat menentukan penyebaran tumbuhan dan hewan dalam biosfer.
a)      Cekaman Zat Hara dalam Tanah
Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil) dan khlorosis atau nekrosis pada berbagai organ tumbuhan. Gejala yang ditampakkan tanaman karena kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk kasar dari fungsi unsur hara yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan kekurangan (defisiensi) unsur hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni hanya mencapai 80% dari pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial lainnya tersedia berkecukupan. Defisiensi unsur hara terjadi jika unsur hara ada tapi yang diperlukan tanaman tidak cukup untuk kebutuhan.
b)      Cekaman Air
Menurut Sasli (2004), cekaman kekeringan pada tumbuhan dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup. Namun, cekaman air dapat saja terjadi dalam kondisi air yang berlebihan sehingga dapat merugikan tumbuhan.
c)      Cekaman Zat Hara dalam Tanah
Di dalam ekosistem, hubungan tanah, tumbuhan, hara dan air merupakan bagian yang paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk dipengaruhi dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman memberikan masukan bahan organik melalui seresah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun, ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar. Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya.
d)     Cekaman Terhadap Panas
Panas berlebihan mengagngu dan membunuh suatu tumbuhan dengan cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak metabolismenya dengan berbagai cara. Perubahan-perubahan morfologi pada tanaman yang mengalami kekeringan antara lain terhambatnya pertumbuhan akar, tinggi tanaman, diameter batang, luas daun dan jumlah daun. Sedangkan pengaruh fisiologi dan biokimia adalah penurunann hasil atau bahan kering, perubahan alokasi asimilat, penurunan laju fotosintesis, penurunan diameter hidraulik xilem akar dan laju pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini diamati juga perubahan-perubahan anatomi pada tanaman yang diakibatkan oleh cekaman air antara lain, tebal epidermis daun, tebal mesofil, tebal daun, diameter akar, kerapatan stomata dan jumlah stomata (Sinaga, 2007). Di daerah iklim kering terdapat 3 – 5 bulan kering. Pada musin kemarau cekaman lengas tanah sering terjadi dan menghambat pertumbuhan tanaman karet. Untuk itu diperlukan penelitian pengurangan penguapan dan peningkatan kemampuan menahan lengas tanah (Sudiarto, 2007)

Faktor internal yang memperngaruhi cekaman lingkungan yang antara lain faktor gen atau daya tahan masing-masing individu menyikapi atau merespon cekama lingkungan yang terjadi. Beberapa gen tanaman yang merespon cekaman lingkungan umumnya akan melakukan suatu adaptasi, adaptasi ini dapat dilakukan dalam proses waktu yang lama (evolusi) ataupun cepat (revolusi) terhadap lingkungan tersebut. Pertahanan tumbuhan atau toleransi terhadap lingkungan yang tidak mendukung menunjukkan adanya suatu keragaman. Keragaman ini terjadi akibat tiap varietas memiliki potensi genetik yang berbeda dalam merespon lingkungan tumbuhnya. Seperti halnya pada permasalahan yang telah dilakukan, percobaan pemberian cekaman lingkungan terhadap jagung dengan memperlakukan kadar garam berbeda, hal ini merupakan masalah yang sangat serius karena dapat mempengaruhi dan kemampuan tanaman dalam  memberikan hasil atau nilai produktifitasnya berkurang.
Tanaman yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrim umumnya akan cenderung meingkatkan hormone absisat, atau hormone penghambat pertumbuhan agar jaringan-jaringannya mampu mengurangi laju respirasi, sehingga akan terjadinya gugur daun atau menurunnya aktifitas enzim yang ada di dalam jaringan tanaman tersebut. Perubahan morfologi tanaman umunya dilakukan dengan cepat agar dirinya terhindar dari cekama yang terjadi.







BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Viabilitas adalah kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam lingkungan yang optimum. Sedangkan vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi sub optimal, biasanya dicerminkan dengan keserempakan tumbuh benih.
Kandungan garam yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang dilakukan oleh biji.  Bila tanah terlalu Salin dan NaCl yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam benih.  Konsentrasi NaCl yang terlalu pekat maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga dapat merusak benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik.
Penurunan daya kecambah pada konsentrasi yang lebih tinggi karena dengan adanya konsentrasi garam yang lebih tinggi maka akan mengakibatkan air yang keluar dari biji semakin banyak dan garam yang masuk kedalam biji semakin banyak. Garam yang ada dalam biji akan menghambat perkecambahan biji, karena dalam perkecambahan hal yang paling utama dan yang pertama adalah adanya air yang masuk kedalam biji.

B.     Saran
Jika ingin menanam berbagai jenis tanaman sebainya dilihat dulu tanah itu salin atau tidak, karena akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman tersebut.






DAFTAR PUSTAKA

Kamil, J. 1982. Tekhnologi Benih. Padang : Offset Angkasa Raya Padang.
Kuswanto, H.1996.Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta : Andi.
Sajad, S. 1993. Dari Benih kepada Benih. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sasli. 2004. http://mahmuddin.wordpress.com/ 2009/10/16/cekaman-pada-makhluk-hidup. Diakses tanggal 12 Juni 2011.
Sutopo, Lita. 1984. Teknologi Benih. Jakarta : Raja Grindo Persada.















ACARA VI
PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kadar air benih selalu berubah tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Kadar air benih yang selalu berubah sesuai dengan keadaan disekitarnya sangat membahayakan kondisi benih karena berkaitan dengan laju deteriorasi benih yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persentase viabilitas benih.
Untuk mengatasi masalah perubahan kadar air benih, setelah benih diproses dengan kadar air tertentu maka benih tersebut harus dikemas dengan bahan pengemas yang dapat mempertahankan kadar airnya untuk jangka waktu tertentu. Benih tersebut harus disimpan di ruangan dengan persentase RH tertentu agar kadar airnya tetap stabil.

B.     Tujuan
Menguji kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur









BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Cara pengujian kadar air secara garis besar dapat digolongkan atas metode dasar dan metode praktek. Pada metode dasar antara lain termasuk metode tungku (oven method), metode distilasi tolluene, metode Karl Fisher dan lain-lain. (Cipta, 1992)
Benih yang akan disimpan sebaiknya kandungan air optimal, yaitu kandungan air tertentu di mana benih tersebut dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan viabilitas benih. (Sutopo,1985)
Air yang terdapat di benih dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu air bebas (free water) dan air yang terikat (bound water). Pada perhitungan kadar air benih yang dihitung persentasenya hanyalah air bebas, karena air inilah yang dapat bergerak bebas di dalam benih dan mudah untuk diupkan. (Kartasapoetra, 1986)
Benih pada saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16-20%, untuk dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya maka kandungan air tersebut harus diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Crocker dan Barton (1953, dalam Owen, E.B., 1956) mengatakan bahwa penurunan kandungan benih kira-kira 4-5% dari berat kering sebelum disimpan pada tempat penyimpanan tertutup adalah efektif untuk memperpanjang viabilitasnya, terutama pada temperatur di laboratorium. (Sutopo, 1985)
Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Hal ini sesuai dengan kaidah Harrington yang pertama (1959, dalam Harrington, 1972) yang mengatakan bahwa untuk setiap kenaikan 1% dari kandungan air benih maka umur benih menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih di antara 5 dan 14%. Karena dibawah dari 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasi lipid di dalam benih. (Justice, 1990)
Mengetahui kadar air benih sangat penting karena berkaitan dengan :
1.      Kualitas benih
Semakin rendah kadar air maka kualitas benih bertambah baik.
2.      Daya simpan benih
Berdasarkan hukum Harrington, semakin rendah kadar air maka semakin panjang umur benih tersebut.
3.      Daya kecambah benih
Kadar air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih atau mempengaruhi proses penuaan
4.      Serangan hama dan penyakit
Benih yang memiliki kadar air yang tinggi lebih mudah untuk diserang hama gudang selama masa penyimpanan ataupun pada rantai pemasaran. Akibat serangan hama gudang benih akan mengalami kekurangan cadangan makanan pada waktu benih dikecambahkan sehingga benih tidak dapat berkecambah secara normal atau benih tidak dapat berkecambah/mati jika yang terserang adalah embrionya.
5.      Harga benih
Kadar air benih sangat mempengaruhi harga riil benih yang harus dibayar oleh petani pengguna benih. Misalnya benih suatu varietas dengan kadar air yang berbeda jika dijual dengan harga yang sama, maka petani akan memperoleh benih yang berbeda untuk satuan berat tertentu. Akibatnya, untuk usaha taninya dibutuhkan benih yang lebih banyak. (Kuswanto,1997)













BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan
-          Benih kedelai
B.     Alat
-          Oven
-          Cawan porselin
-          Timbangan
-          Moisture tester
-          Eksikator
C.     Prosedur Kerja
1.      Pengujian Kadar Air dengan di oven
a.       Benih kedelai ditimbang bobot awalnya terlebih dahulu
b.      Benih kedelai setelah itu di oven, kemudian di timbang lagi akan didapatkan hasil bobot setelah di oven
c.       Kemudian di hitung berapa persen kadar air yang terkandung di dalam benih kedelai tersebut
2.      Pengujian Kadar Air dengan Moisture tester
a.       Benih ditimbang di moisture tester
b.      Kemudian dibaca hasilnya, itu adalah hasil kadar air yang terkandung pada benih tersebut







BAB IV. HASIL PENGAMATAN
1.      Pengujian Kadar Air dengan di oven
Kelompok
Bobot Kedelai
Ka%
Bo
B1
1
2
3
1
2
3
1
2
3
E1
0,09
0,10
0,05
0,05
0,08
0,04
44,4
20
20
E2
0,10
0,10
0,08
0,06
0,07
0,06
40
30
25
E3
0,10
0,11
0,11
0,06
0,05
0,07
40
54,5
36,3

Perhitungan Kadar Air Benih Kedelai
Kelompok E1
I.                   Ka%    =
=
= 44,4%
II.                Ka%    =
=
= 20%
III.             Ka%    =
=
= 20%

Kelompok E2
I.                   Ka%    =
=
= 40%
II.                Ka%    =
=
= 30%
III.             Ka%    =
=
= 25%

Kelompok E3
I.                   Ka%    =
=
= 40%
II.                Ka%    =
=
= 54,5%
III.             Ka%    =
=
= 36,3%


2.      Penghitungan Kadar Air dengan Moisture Tester
Kelompok
Padi
Kedelai
Rata-Rata Padi
Rata-Rata Kedelai
1
2
3
1
2
3
E1
12,6
12,6
12,5
10,2
10,2
10,2
12,56
10,20
E2
12,4
12,4
12,4
10,5
10,4
10,4
12,40
10,43
E3
12,7
12,7
12,6
10,5
10,5
10,5
12,66
10,50

























BAB V. PEMBAHASAN
Diantara dua metode yang telah digunakan pada praktikum kemarin yaitu metode oven dan moisture tester, metode yang lebih baik adalah metode oven. Metode oven merupakan metode standar yang dianjurkan oleh ISTA untuk menghitung kadar air dan merupakan metode yang banyak dipakai di negara penghasil benih. Metode oven ini lebih teliti dalam perhitungan kandungan kadar air yang ada di dalam benih, dibandingkan dengan metode moisture tester atau yang metode yang lainnya. Metode moisture tester untuk penentuan kadar air kurang teliti dan biasanya selisih hasilnya dapat mencapai 2%. Metode moisture tester hanya dipakai untuk membandingkan perhitungan kadar air benih atau untuk tujuan tertentu. (Kuswanto,1997)
Electric Moisture Tester alat untuk menentukan kadar air benih berdasarkan atas sifat konduktivitas dan elektrik benih yang keduanya tergantung dari kadar air dan temperatur benih. Penentuan kadar air benih dengan menggunakan alat ini dapat berlangsung dengan cepat, adalah tepat kalau dikatakan hanya beberapa menit. (Cipta,1992)
Mengetahui kadar air benih sangat penting karena berkaitan dengan :
1.      Kualitas benih
Semakin rendah kadar air maka kualitas benih bertambah baik.
2.      Daya simpan benih
Berdasarkan hukum Harrington, semakin rendah kadar air maka semakin panjang umur benih tersebut.
3.      Daya kecambah benih
Kadar air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih atau mempengaruhi proses penuaan
4.      Serangan hama dan penyakit
Benih yang memiliki kadar air yang tinggi lebih mudah untuk diserang hama gudang selama masa penyimpanan ataupun pada rantai pemasaran. Akibat serangan hama gudang benih akan mengalami kekurangan cadangan makanan pada waktu benih dikecambahkan sehingga benih tidak dapat berkecambah secara normal atau benih tidak dapat berkecambah/mati jika yang terserang adalah embrionya.
5.      Harga benih
Kadar air benih sangat mempengaruhi harga riil benih yang harus dibayar oleh petani pengguna benih. Misalnya benih suatu varietas dengan kadar air yang berbeda jika dijual dengan harga yang sama, maka petani akan memperoleh benih yang berbeda untuk satuan berat tertentu. Akibatnya, untuk usaha taninya dibutuhkan benih yang lebih banyak. (Kuswanto,1997)

Pengujian kadar air benih harus memenuhi beberapa sayarat agar hasil akhir pengujian tidak terpengaruhi oleh hal-hal lain, antara lain :
a.       Tidak terjadi oksidasi
Oksidasi dapat mengubah senyawa kimia di dalam benih menjadi senyawa lain sehingga akan dapat mempengaruhi hasil akhir pengujian kadar air benih.
b.      Tidak terjadi dekomposisi
Benih merupakan behan organik yang mudah mengalami proses dekomposisi. Jika hal ini terjadi maka senyawa yang terdekomposisi akan melepaskan air yang semula merupakan air yang terikat (bound water) yang sebenarnya tidak akan dihitung kadar airnya.
c.       Tidak menguapkan zat lain
d.      Dapat menguapkan air sebanyak mungkin
Tujuan pengujian kadar air adalah untuk mengetahui berapa besarnya kandungan air bebas yang terdapat dalam benih sehingga metode yang dipilih hendaklah merupakan metode yang dapat menguapkan air sebanyak mungkin atau bahkan seluruh air bebas yang terdapat di dalam benih.

Cara kerja moisture tester :
1.      Disiapkan bahan yang akan diuji kadar airnya sebanyak volume wadah (kira-kira 25 biji)
2.      Batang penekan diputar ke kiri pada arah tombol 2 (berwarna hitam) pada posisi kemiringan 30
3.      Bahan dimasukkan ke dalam ruang penekan
4.      Tekan sampel yang ada pada papan penekan dengan jalan memutar batang penekan ke kanan sampai tidak dapat digerakkan ke kanan lagi
5.      Nilai kadar air dibaca pada skala kadar air
Keuntungan dari metode oven yaitu :
1.      Lebih teliti dalam perhitungan kadar air suatu benih
2.      Mudah melakukannya
3.      Kecil resiko kesalahannya
Keuntungan dari metode moisture tester yaitu :
1.      Dalam penentuan kadar air hasilnya bisa didapat secara cepat/langsung
2.      Memakan waktu yang tidak lama, relatif singkat
Kerugian dari metode oven yaitu :
1.      Memakan waktu yang lama dalam menentukan kadar air benih
2.      Penentuan kadar air hasilnya tidak bisa didapat secara langsung menunggu di oven terlebih dahulu
Kerugian dari metode moisture tester yaitu :
1.      Tidak teliti dalam perhitungan kadar air suatu benih





BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Kadar air benih selalu berubah tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Kadar air benih yang selalu berubah sesuai dengan keadaan disekitarnya sangat membahayakan kondisi benih karena berkaitan dengan laju deteriorasi benih yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persentase viabilitas benih.
Metode oven ini lebih teliti dalam perhitungan kandungan kadar air yang ada di dalam benih, dibandingkan dengan metode moisture tester atau yang metode yang lainnya. Metode moisture tester untuk penentuan kadar air kurang teliti dan biasanya selisih hasilnya dapat mencapai 2%.
Mengetahui kadar air benih sangat penting karena berkaitan dengan :
a.       Kualitas benih
b.      Daya simpan benih
c.       Daya kecambah benih
d.      Serangan hama dan penyakit
e.       Harga benih

B.     Saran
Sebaiknya jika akan melakukan pengukuran kadar air suatu benih di lakukan dengan metode pengovenan, karena lebih teliti.







DAFTAR PUSTAKA

Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Justice, O. L. dan Bass, L. N. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartasapoetra, A. G. 1986. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi
Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar