ACARA
I
PENGUJIAN
KEMURNIAN BENIH
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan nilai pertanaman di
lapangan. Oleh karena itu, komponen-komponen mutu benih yang menunjukan
korelasi dengan nilai pertanaman benih di lapang harus dievaluasi dalam
pengujian. Dalam pengujian benih mengacu dari ISTA, dan beberapa penyesuaian
telah diambil untuk mempertimbangkan kebutuhan khusus (ukuran, struktur, pola
perkecambahan).
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan
tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang
selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Tujuan
analisis kemurnian adalah untuk menentukan komposisi benih murni, benih lain
dan kotoran dari contoh benih yang mewakili lot benih.
Analisis kemurnian benih dipisahkan menjadi 3 komponen sebagai berikut :
1.
Benih murni adalah segala macam biji-bijian yang merupakan jenis/ spesies yang sedang
diuji.
Yang termasuk
benih murni diantaranya adalah :
a)
Benih masak
utuh
b)
Benih yang
berukuran kecil, mengkerut, tidak masak
c)
Benih yang
telah berkecambah sebelum diuji
d)
Pecahan/
potongan benih yang berukuran lebih dari separuh benih yang sesungguhnya,
asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut termasuk kedalam spesies
yang dimaksud
e)
Biji yang
terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali
2.
Benih tanaman
lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak
dimaksudkan untuk diuji.
3.
Kotoran benih,
adalah benih dan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam contoh.
Yang termasuk
kedalam kotoran benih adalah:
a)
Benih dan
bagian benih
b)
Benih tanpa
kulit benih
c)
Benih yang
terlihat bukan benih sejati
d)
Bijihampa tanpa
lembaga pecahan benih ≤ 0,5 ukuran normal
e)
Cangkang benih
f)
Kulit benih
g)
Bahan lain
B.
Tujuan
Untuk mengetahui komposisi dari
contoh yang diuji yang akan mencerminkan komposisi kelompok benih dari mana
contoh tersebut diambil dengan cara-cara yang sudah ditetapkan dan juga
menganalisa macam-macam jenis/kultivar/varietas dan kotoran benih pada contoh
tersebut dengan identitas yang telah ditetapkan.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan
utama dari analisa kemurnian benih adalah untuk menentukan komposisi
berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata lain komposisi
dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species benih dan
partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih. Untuk analisa kemurnian
benih, maka contoh uji dipisahkan menjadi 4 komponen yaitu benih murni, benih
species lain, benih gulma dan bahan lain atau kotoran. (Kartasapoetra, 1986)
Dalam pengertian benih murni termasuk semua varietas dari species
yang dinyatakan berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium. Yang termasuk ke
dalam kategori benih murni dari suatu species adalah benih masak dan utuh,
benih yang berukuran kecil, mengerut tidak masak, benih yang telah berkecambah
sebelum diuji dan pecahan benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih
yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk ke
dalam species yang dimaksud. (Justice, 1990)
Kemurnian benih adalah merupakan persentase berdasarkan berat
benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. (Kuswanto,1997)
Benih
species lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang
ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji. Benih gulma
mencakup semua benih ataupun bagian vegetatif tanaman yang termasuk dalam
kategori gulma. Juga pecahan gulma yang berukuran setengah atau kurang dari
setengah ukuran yang sesungguhnya tetapi masih mempunyai embrio. Bahan lain
atau kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi persyaratan baik
dari komponen benih murni, benih species lain maupun benih gulma,
partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian-bagian tanaman seperti
ranting dan daun. (Sutopo, 1984)
Kategori benih dalam kemurnian:
a. Benih murni, adalah segala macam biji-bijian yang merupakan
jenis/ spesies yang sedang diuji. Yang termasuk benih murni diantaranya adalah
:
ü Benih masak utuh
ü Benih yang berukuran kecil, mengkerut, tidak masak
ü Benih yang telah berkecambah sebelum diuji
ü Pecahan/
potongan benih yang berukuran
lebih dari separuh benih yang
sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut termasuk kedalam spesies yang dimaksud
ü Biji yang
terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali
b. Benih tanaman lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut
tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
c. Kotoran benih, adalah benih dan bagian dari benih
yang ikut terbawa dalam contoh. Yang termasuk kedalam kotoran benih adalah:
ü Benih dan bagian benih
ü Benih tanpa kulit benih
ü Benih yang terlihat bukan benih sejati
ü Bijihampa
tanpa lembaga pecahan benih ≤
0,5 ukuran normal
ü Cangkang benih
ü Kulit benih (Sutopo,
1984)
Dalam konteks agronomi, benih dituntut
untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang
berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Beberapa keuntungan
dari penggunaan benih bermutu, antara lain :
a.
Menghemat
penggunaan benih persatuan luas
b.
Respon
terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya
c.
Produktivitas
tinggi karena potensi hasil yang tinggi
d.
Mutu
hasil akan terjamin baik melalui pasca panen yang baik
e.
Memiliki
daya tahan terhadap hama dan penyakit, umur dan sifat-sifat lainnya jelas
f.
Waktu
panennya lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak. (Cipta, 1992)
BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.
Bahan
-
Benih padi
B. Alat
-
Meja pemurnian
-
Pinset
-
Petridish
-
Megnifier
-
Timbangan listrik
C. Prosedur
Kerja
1. Diambil
contoh kerja dari benih yang ada dengan jalan pengurangan dengan memakai
pembagi benih sehingga diperoleh berat benih yang diinginkan dan timbangan
2. Alat-alat
yang diperlukan disediakan
3. Contoh
kerja diperiksa sedikit demi sedikit diatas meja pemurnian dengan teliti dan
dipisahkan ke dalam komponen-komponen : benih murni, biji tanaman/varietas
lain, biji gulma, dan kotoran benih
4. Dihitung
persentase berat komponen-komponen tersebut terhadap berat contoh benih.
Persentase benih murni adalah (100% - jumlah persentase komponen-komponen)
BAB IV. HASIL PENGAMATAN
No
|
Kelompok
|
Bobot Komponen (gr)
|
Persentase
|
|||||
BA
|
BM
|
VL
|
KB
|
BM
|
VL
|
KB
|
||
1
|
E1
|
16,32
|
13,92
|
2,16
|
0,24
|
85,29%
|
13,24%
|
1,47%
|
2
|
E2
|
15,34
|
13,10
|
1,84
|
0,30
|
86,06%
|
11,99%
|
1,95%
|
3
|
E3
|
14,25
|
12,20
|
1,90
|
0,15
|
85,62%
|
13,33%
|
1,05%
|
∑
|
45,91
|
39,22
|
5,90
|
0,69
|
85,66%
|
38,56%
|
4,47%
|
%VL =
%KB =
=
=
=
13,24% =
1,47%
%BM =
100% - (%VL + %KB)
=
100% - (13,24% + 1,47%)
=
85,29%
BAB V. PEMBAHASAN
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan
tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang
selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut.
Pada
saat melakukan uji kemurnian benih yang dipisahkan adalah benih murni dan inner
matter (bahan yang tercampur). Bahan yang tercampur perlu dipisahkan sehingga
menjadi dua yaitu kotoran (other material) dan biji lain (other seed). Biji
lain yang tercampur perlu dipilih apakah biji dari spesies yang sama tetapi
varietasnya lain atau biji gulma.
Benih murni
dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori :
1. Benih
yang dominan dalam pengujian kemurnian benih, secara botanis/morfologis
2. Benih
immature (belum masak)
3. Benih
undersized (kecil)
4. Benih
shrivelled (berkerut)
5. Benih
berkecambah
6. Benih
yang terserang hama/penyakit tapi tidak/belum merubah bentuk
7. Benih
yang besarnya lebih setengah ukuran benih normal
8. Cluster,
meskipun tidak mengandung benih lolos dari saringan trianguler. Jika disaring
selama satu menit
9. Florets
dan caryopses
-
Berisi endosperm
-
Caryopsis lepas
Pembersihan benih dari
varietas lain dan kotoran harus dilakukan dengan sebaik-baiknya mengingat
antara benih
yang kita maksud dengan hal-hal yang telah disebutkan itu pada dasarnya ada
perbedaan fisik. Jadi tinggal ketekunan kita dalam melaksanakan cleaning
tersebut. Dalam pelaksanaan pembersihan itu terdapat dua cara yaitu yang
tradisional dan yang pemanfaatan mesin. Cara tradisional ini seperti yang
dilakukan oleh praktikan dalam praktikum kemurnian benih
ini yaitu
dengan memilah-milah benih murni, varietas lain dan kotoran dengan menggunakan
tangan, jadi hanya mengandalkan indera perasa dan penglihatan saja. Cara ini
banyak kelemahannya karena seperti kita ketahui kemampuan indera tiap orang
berbeda-beda. Pembersihan dengan mesin kegiatan utamanya meliputi scalping
(tertuju pada material-material kasar), hulling (tertuju pada bagian-bagian
yang lengket), shelling (tertuju pada pengelupasan kotoran yang ada di
permukaan benih). Jadi pada dasarnya pembersihan fisik
benih dari fisik kotoran dan material yang
tidak diperlukan akan mengaburkan, mempengaruhi dan merusak kenurnian benih. Pembersihan benih
sangat perlu dilakukan sehubungan adanya perbedaan-perbedaan fisik dan sifat
yang dapat mengaburkan kemurnian benih.
Perbedaan-perbedaan seperti tekstur permukaan dan warna harus kita ambil yaitu yang menunjukkan kemurnian benih, sedang yang lainnya kita
pisahkan sehingga yang tinggal menunjukkan kemurnian benih
tersebut.
Untuk memisahkan
biji lain maka perlu terlebih dahulu diketahui definisi dari biji lain tersebut
karena untuk dapat dikategorikan sebagai biji lain harus memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
a. Biji
dari spesies/varietas/cultivar lain
b. Benih
yang rusak dengan ukuran kurang dari setengah
c. Benih
yang tidak memiliki seed coat
d. Cluster
dari beta yang tertinggal di saringan setelah diayak selama satu menit
e. Floresta
dan Caryopsis
-
Hampa
-
Bagian yang
ringan/berat setelah diblow
Kotoran
yang biasa tercampur didalam benih dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Tanah,
pasir, kerikil
2. Potongan
bagian tanaman
3. Nematoda
galls, fungus bodies
Kotoran
ini dapat tercampur dengan benih pada waktu dilakukan perontokan, prosesing, dan
pengemasan.
Manfaat pengujian kemurnian benih antara
lain :
1. Untuk
mengetahui komponen jenis benih yang ada dalam kelompoknya
2. Untuk
mengetahuinya identitas dari berbagai spesies benih dan partikel lainnya yang
ada dalam kelompoknya
3. Untuk
melindungi konsumen benih
Dalam uji
kemurnian benih yang telah dilakukan, didapatkan varietas lain dan kotoran
benih dari sekumpulan benih yang ada. Tetapi persentase dari varietas lain dan
kotoran benih lebih kecil dari benih murni yang ada.
Kemurnian benih
merupakan persentase berat benih murni yang terdapat dalam sampel benih. Dengan
diketahuinya nilai kemurnian benih akan memberikan gambaran bagi konsumen
benih, bahwa benih–benih dari spesies/varietas yang ditanam dapat memberikan
suatu keseragaman tumbuh di lapangan, dan waktu panenpun akan serentak sehingga
hasil yang diperoleh akan seragam jenisnya dan sesuai dengan jenis
spesies/varietas yang ditanam. Berdasarkan hasil laboratorium, uji kemurnian
benih memberikan suatu nilai kemurnian benih berbanding terbalik dengan benih
campuran yang lain. Apabila nilai suatu kemurnian benih tinggi berarti benih
murni yang terdapat dalam kelompoknya tinggi, namun campuran bahan lain seperti
benih spesies lain, gulma dan kotoran lain memiliki nilai rendah.
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan
tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang
selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut.
Manfaat
pengujian kemurnian benih antara lain :
1. Untuk
mengetahui komponen jenis benih yang ada dalam kelompoknya
2. Untuk
mengetahuinya identitas dari berbagai spesies benih dan partikel lainnya yang
ada dalam kelompoknya
3. Untuk
melindungi konsumen benih
B. Saran
Dalam
melakukan pengujian kemurnian benih perlu adanya ketekunan dalam
memisah-misahkan antara benih murni, varietas lain, dan kotoran benih.
DAFTAR PUSTAKA
Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Justice, O. L. dan Bass, L. N. 1990.
Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartasapoetra,
A. G. 1986. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan
Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.
ACARA
II
PENGUJIAN
DAYA TUMBUH BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengujian benih ditujukan untuk
mengetahui mutu atau kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat
bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Karena mereka bisa
memperoleh keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari
suatu benih.
Viabilitas benih atau daya hidup benih
yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan
tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala
pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya
dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara lengsung dengan
mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu
periode tumbuh tertentu. Struktur pertumbuhan yang dinilai terdiri dari akar,
batang, daun, dan daun lembaga. Nilai hasil pengujian daya kecambah merupakan
nilai minimum. Harga tengah antara kedua nilai pengujian dilaboratorium
tersebut akan menjadi nilai tumbuh di lapangan.
Disamping uji viabilitas benih terdapat
pula uji kesehatan benih. Yaitu untuk mengetahui kondisi kesehatan dari suatu
kelompok benih. Kesehatan benih juga merupakan salah satu faktor yang
menentukan nilai lapangannya. Disamping itu uji kesehatan benih juga ditujukan
untuk mengetahui penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji perkecambahan di
laboratorium.
Dalam melaksanakan pengujian benih yang
pertama-tama dilakukan adalah pengambilan contoh benih, kemudian pengujian
kemurnian benih, dan kadar air. Setelah itu baru dilakukan uji daya kecambah,
uji kekuatan tumbuh benih, ataupun uji kesehatan benih terhadap contoh
tersebut.
Kecambah/bibit abnormal adalah bibit
yang tidak memenuhi syarat sebagai bibit normal. Abnormalitas dapat terjadi
pada pulumla terbelah, kerdil, akar tumbuh lemah atau tidak tumbuh sama sekali,
koleoptil kosong atau tidak keluar seluruhnya. Dapat juga plumula dan akar
tumbuh melingkar-lingkar (spiral). Pada lugume abnormalitas berupa tidak ada
epikotil, hipokotil pendek, menjadi tebal atau belah, akar terlambat
perkembangannya. Dapat juga kotiledon dan epikotil busuk atau rusak.
B. Tujuan
Menguji
daya tumbuh berbagai benih tanaman, mengidentifikasi kecambah/bibit normal dan
abnormal.
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada
kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu
menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase
daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan
perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu. (Sutopo,1984)
Benih
dikatakan berkecambah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan
radikula dari embrio. (Kuswanto,1997)
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai
akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi:
a)
Benih segar
tidak tumbuh: Benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap
baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal.
Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang.
Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika
waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal.
b) Benih keras: Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih
tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak
mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih
keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel
terhadap gas dan air.
c) Benih mati: Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak
segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang
telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena
adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur
teknis dilepangan tanaman yang menajdi induk talah terserang hama dan penyakit
sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya. (Cipta,
1992)
Faktor-faktor
dari dalam yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain : tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, penghambat perkecambahan.
Faktor-faktor
dari luar yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain :
1. Air
Air merupakan salah
satu faktor yang mutlak diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh faktor lain,
seperti pemberian rangsangan atau perlakuan untuk memacu agar benih dapat
berkecambah.
2. Komposisi
gas
Benih yang telah
berimbibisi akan meningkatkan laju respirasi karena kenaikan aktivitas enzim
pernapasan akan emngakibatkan kebutuhan O2 juga meningkat.
3. Suhu
Suhu merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih karena suhu
berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim yang terdapat
di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan kepekaan benih terhadap
cahaya.
4. Cahaya
Selama proses
perkecambahan ada dua benih yang membutuhkan cahaya terutama benih yang
memiliki pigment pada kulit benihnya, karena pigment akan berfungsi sebagai
fotosel yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi yang dapat membantu
meningkatkan laju respirasi dan sebagai energi untuk reaksi kimiawi yang
bersifat endodermis. (Kuswanto,1996)
Tipe
perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
1. Epigeal
(perkecambahan di atas tanah) dimana munculnya radikel diikuti dengan
memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula.
Contoh : kacang hijau, buncis, kedelai.
2. Hipogeal
(perkecambahan di bawah tanah) dimana munculnya radikel diikuti dengan
memanjangnya plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap
berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah. Contoh : jagung, padi,
kacang kapri. (Puspit, 2011)
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Alat
-
Polibag
-
Tabel
-
Alat tulis
B. Bahan
-
Tanah
-
Kedelai
-
Jagung
C. Prosedur
Kerja
1. Diambil
sampel benih, dikecambahkan sebanyak 4x100 biji dengan media tanah
2. Setelah
jangka waktu (7 atau 14 hari) dihitung daya tumbuh benih, bibit berdasarkan
bibit normal
3. Diamati
bibit normal dan yang tidak normal, dibandingkan bentuknya, digambar bentuknya
4. Benih-benih
yang berpenyakit dibuang dari perkecambahan agar tidak menulari benih yang lain
BAB
IV. HASIL PENGAMATAN
Jagung
Hari ke
|
Perlakuan
|
Banyaknya yang tumbuh
|
1
|
0 cm
|
-
|
|
2 cm
|
-
|
2
|
0 cm
|
-
|
|
2 cm
|
42/100 x 100% = 42%
|
3
|
0 cm
|
-
|
|
2 cm
|
2/100 x 100% = 2%
|
Kedelai
Hari ke
|
Perlakuan
|
Banyaknya yang tumbuh
|
1
|
0 cm
|
-
|
|
2 cm
|
-
|
2
|
0 cm
|
2/100 x 100% = 2%
|
|
2 cm
|
5/100 x 100% = 5%
|
3
|
0 cm
|
2/100 x 100% = 2%
|
|
2 cm
|
1/100 x 100% = 1%
|
BAB
V. PEMBAHASAN
Perkecambahan
merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari
komponen kecambah ( Plumula dan Radikula ). Definisi perkecambahan
adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan
rdikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan ISTA.
Benih
jagung
Benih yang normal
|
Benih yang tidak
normal
|
|
|
Benih
Kedelai
Benih yang normal
|
Benih yang tidak
normal
|
|
|
Ciri-ciri kecambah normal, antara lain :
1.
Kecambah yang
memiliki perkembangan sisten oerakaran yang baik terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminimal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.
2.
Perkembangan
hipokotil yang baik sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan –jaringannya.
3.
Pertumbuhan
plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, didalam atau muncul
darikoleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang
normal.
4.
Memiliki satu
kotiledone untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.
Ciri-ciri kecambah abnormal, antara lain :
1.
Kecambah yang
rusak, tanpa kotiledon, embrio, yang pecah dan akar primer yang pendek.
2.
Kecambah yang
bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang seimbang dari bagain – bagian
yang penting. Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang
mebengkak, akar yang pendek. Koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai
dau : kecambah yang kerdil.
3.
Kecambah yang
tidak membentuk chlophyl.
4.
Kecambah yang
lunak.
5.
Untuk benih
pohon – pohonan bila dari microphyl keluar daun dan bukanya akar.
Tipe
perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
a) Epigeal
(perkecambahan di atas tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya
hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula. Contoh :
kacang hijau, buncis, kedelai.
b) Hipogeal
(perkecambahan di bawah tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya
plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap berada di dalam
kulit biji di bawah permukaan tanah. Contoh : jagung, padi, kacang kapri.
(Puspit, 2011)
Gambar
tipe perkecambahan
Tipe
Epigeal
|
Tipe
Hipogeal
|
|
|
Dari hasil
praktikum yang telah dilakukan perlakuan benih yang baik ialah dengan menaruh
benih pada kedalaman 2 cm. Hasil perkecambahan yang diperoleh lebih banyak dari
pada yang di kedalaman 0 cm. Pada kedalaman 2 cm benih akan tertutupi oleh
tanah secara keseluruhan bagian-bagiannya sehingga lebih cepat mengalami
perkecambahan dari pada yang di kedalaman 0 cm. Benih yang ditaruh pada
kedalaman 2 cm juga akan lebih aman dari serangan predator pemangsa biji. Salah
satu faktor yang menyebabkan benih pada kedalaman 2 cm lebih banyak di dapatkan
perkecambahan yaitu dengan adanya pengaruh suhu lingkungan disekitarnya. Suhu
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih
karena suhu berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim
yang terdapat di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan
kepekaan benih terhadap cahaya.
Faktor-faktor
dari dalam yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain : tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, penghambat perkecambahan.
Faktor-faktor
dari luar yang mempengaruhi perkecambahan, antara lain :
a) Air
Air
merupakan salah satu faktor yang mutlak diperlukan dan tidak dapat digantikan
oleh faktor lain, seperti pemberian rangsangan atau perlakuan untuk memacu agar
benih dapat berkecambah.
b) Komposisi
gas
Benih
yang telah berimbibisi akan meningkatkan laju respirasi karena kenaikan
aktivitas enzim pernapasan akan emngakibatkan kebutuhan O2 juga
meningkat.
c) Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih
karena suhu berkaitan erat dengan laju pernapasan dan aktivitas enzim-enzim
yang terdapat di dalam benih tersebut. Suhu juga mempengaruhi sintesis dan
kepekaan benih terhadap cahaya.
d) Cahaya
Selama
proses perkecambahan ada dua benih yang membutuhkan cahaya terutama benih yang
memiliki pigment pada kulit benihnya, karena pigment akan berfungsi sebagai
fotosel yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi yang dapat membantu
meningkatkan laju respirasi dan sebagai energi untuk reaksi kimiawi yang
bersifat endodermis. (Kuswanto,1996)
BAB
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Benih dikatakan berkecambah jika dari
benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio.
Tipe perkecambahan ada 2 macam, yaitu:
a) Epigeal
(perkecambahan di atas tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya
hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula.
b) Hipogeal
(perkecambahan di bawah tanah), munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya
plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas dan kotiledon tetap berada di dalam
kulit biji di bawah permukaan tanah.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkecambahan, yaitu:
1.
Faktor dari dalam antara lain tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan.
2. Faktor dari
luar antara lain air, komposisi gas, suhu, dan cahaya.
B. Saran
Pada saat kita akan mengecambahkan suatu
benih harus diperhatikan dengan benar beberapa faktor yang ada, baik faktor
dari luar maupun dari dalam benih itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H.
1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi,
Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Andi.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi.
Puspit. 2011. http://blog.ub.ac.id/puspit/2011/03/10/struktur-benih-tipe-perkecambahan. Diakses pada
tanggal 12 Juni 2011.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.
ACARA
III
INDEKS
VIGOR PERKECAMBAHAN
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara ideal semua benih harus memiliki
kekuatan tumbuh yang tinggi sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang
beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan
kaulitas baik.
Vigor benih dicerminkan oleh dua
informasi tentang viabilitas masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya
simpan benih. Kedua nilai fisiologi menempatkan benih pada kemungkinan
kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik
lapangan produksi suboptimal atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan
yang lama.
Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi
mungkin dapat dilihat dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang
selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahannya
terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. Vigor benih untuk kekuatan tumbuh
dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman
tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman
lainnya dalam pola tanaman multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan
merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana produksi secara
maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya
selama periode isian dan pemasakan buah/biji.
B. Tujuan
Membiasakan dengan konsep indeks
matematis vigor benih
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
Vigor
benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang
sub optimal. (Sutopo, 1988)
Vigor
benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas benih
yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang sub optimum.
(Sadjad,1993)
Vigor
ada dua, yaitu :
1. Vigor
genetik, adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda.
2. Vigor
fisiologi, adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama.
Vigor fisiologi dapat dilihat dari indikasi akar, dari plumula atau koleoptil,
ketahanan terhadap serangan penyakit. (Kartasapoetra,1986)
Faktor
yang mempengaruhi ke vigoran benih, antara lain :
a) Faktor
dari lingkungan
1. Keadaan
cuaca pada saat benih masak dan panen
2. Perlakuan
yang diberikan setelah panen
3. Kondisi
tempat penyimpanan dan lama penyimpanan benih
4. Rantai
pemasaran sebelum benih sampai ke petani konsumen
5. Aktivitas
tingkat serangan mikroorganisme atau serangga
6. Pemakaian
pestisida untuk perawatan benih
b) Faktor
dari dalam
1. Sifat
genetis
Setiap
varietas memiliki kepekaan yang berbeda terhadap faktor lingkungan. Setiap
varietas juga memiliki kecepatan perkecambahan yang berbeda.
2. Sifat
fisiologis (Kuswanto,1996)
Pada
hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari
benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan
terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang sub optimal. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis,
sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 1984)
Metode
yang dapat digunakan untuk mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan
pengukuran yang berhubungan dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990).
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga
bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat
dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih di
cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing ‘kekuatan
tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai fisioogi ini menempatkan benih
pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun
keadaan biofisik lapangan produksi sub optimum atau sesudah benih melampui
suatu periode simpan yang lama. (Mugnisjah, 1990)
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Bahan
-
Padi lama
-
Padi baru
-
Tanah
B. Alat
-
Polibag
-
Pinset
C. Prosedur
Kerja
1. Benih-benih
dikecambahkan sebanyak 100 butir dari padi lama dan padi baru
2. Dilakukan
pengamatan selama 7 hari, dihitung benih yang berkecambah (diambil). Sebagai
kriteria berkecambah adalah setelah keluar akar sepanjang 5mm
3. Dihitung
indeks vigor dan coefisient vigor dengan rumus yang ada di diktat
BAB
IV. HASIL PENGAMATAN
No
|
Benih Padi
|
Banyaknya yang tumbuh
|
1
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
2
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
3
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
4
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
5
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
6
|
Padi Baru
|
-
|
|
Padi Lama
|
-
|
7
|
Padi Baru
|
2/100 x 100% = 2%
|
|
Padi Lama
|
1/100 x 100% = 1%
|
BAB V. PEMBAHASAN
Sewaktu membuat pengujian daya kecambah pada benih simpan, salah
satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang
terlihat dari penurunan laju perkecambahan serta dihasilkannya
kecambah-kecambah yang lemah atau berair dan kecambah berakar kecil. (Justice,1990)
Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal
(Heydecker,1972), yaitu :
1. Genetis
Ada kultivar-kultivar tertentu yang lebih peka
terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, ataupun tidak mampu
untuk tumbuh cepat dibandingkan dengan kultivar lainnya.
2. Fisiologis
Kondisi fisiologis dari benih yang dapat
menyebabkan rendahnya vigor adalah immaturity
atau kekurang masakan benih pada saat panen dan kemundurn benih selama
penyimpanan.
3. Morfologis
Dalam suatu kultivar biasanya terjadi
peristiwa bahwa benih-benih yang lebih kecil menghasilkan bibit yang kurang
memiliki kekuatan tumbuh dibandingkan dengan benih yang besar.
4. Sitologis
Kemunduran benih yang disebabkan antara
lain oleh aberasi khromosome.
5. Mekanis
Kerusakan mekanis yang terjadi pada benih
baik pada saat panen, prosesing, ataupun penyimpanan sering pula mengakibatkan
rendahnya vigor pada benih.
6. Mikrobia
Mikroorganisme seperti cendawan atau
bakteri yang terbawa oleh benih akan
berbahaya begi benih pada kondisi lapangan yang memungkinkan berkembangnya
patogen-petogen tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan vigor benih.
Vigor
benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur
simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama
pada lot-lot benih yang mengalami kemunduran cepat. Terlepas dari masalah
tersebut, beberapa peneliti menunjukkan bahwa lot-lot benih yang mengalami
kemunduran cepat, mengandung benih yang bervigor rendah dan benih yang masih
vigor. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih
disimpan sampai akhirnya semua benih mati.
Terdapat hubungan yang erat antara kecepatan kecambah benih dengan
vigor tanamanya. Ternyata dari adanya kenyataan bahwa benih yang kecepatan
kecambah tinggi, tanaman yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap keadaan atau
lingkungan yang kurang menguntungkan. Dengan demikian jelas bahwa kecepatan
perkecambahan benih merupakan aspek
penting dari vigor tanamanya, serta memberikan indek vigor dari setiap kelompok
benih. Karena itu perlu pula dilakukan pengujian tentang kecepatan berkecambah
tersebut, yang penilaiannya dapat dilakuakan dengan berbagai cara. (Kartasapoetra,1986)
Dalam praktikum yang telah dilakukan, index vigor antara biji yang
baru dan yang lama berbeda. Indek vigor biji yang baru lebih baik dari pada
yang lama, hal ini dikarenakan menurunya kualitas dari biji yang telah
disimpan. Disamping itu bij sudah mengalami keruskan secara fisiologis maupun
mekanik sehingga dapat menurunkan index vigor. Daya kecambah pada padi mempunyai perbedaan yang nyata antara yang
lama dan yang baru. Daya kecambah jenis biji yang baru lebih baik dari pada biji
yang lama.
Sesuai
konsepsi Steinbaurer, kemunduran benih dalam dimensi waktu dijabarkan dengan
vigor nyata atau vigor sesungguhnya, berkorelasi dengan jalannya waktu. Kemunduran itu bersifat akumulatif dan tidak
dapat dicegah. (Sadjad, 1993)
Kemunduran suatu
benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang
mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta
produksinya. Di mana kejadian tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat
balik dari kualitas suatu benih. Benih yang memiliki vigor rendah akan
berakibat terjadinya kemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin
sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan berkecambah
benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan penyakit meningkat, meningkatnya
jumlah kecambah abnormal dan rendahnya produksi tanaman (Sadjad, 1993). Apabila
benih menunjukkan 95 % perkecambahan dalam kondisi itu maka benih memiliki
viabilitas 95% atas dasar ukuran standar yang dapat digunakan untuk
membandingkan antar perlakuan.
Vigor dapat
dibedakan atas :
1. Vigor
benih
2. Vigor
kecambah
3. Vigor
bibit
4. Vigor
tanaman
Vigor
benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor
tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
Vigor
benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh :
1. Tahan
disimpan lama
2. Tahan
terhadap serangan hama dan penyakit
3. Cepat
dan merata tumbuhnya
4. Mampu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang sub optimal.
Tanaman
dengan tingkat vigor yang tinggi dapat dilihat dari performansi fenotipis
kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya dapat berfungsi sebagai landasan pokok
untuk ketahanannya terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. (Sadjad,1977)
Vigor
benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan begi
kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu
ataupun tanaman lainnya dalam pola
tanaman multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan
bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum
panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama periode
pengisian dan pemasakan buah/biji.
BAB
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Vigor
benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang
sub optimal. Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas
atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya
pertumbuhan tanaman serta produksinya.
Vigor
benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh :
1. Tahan
disimpan lama
2. Tahan
terhadap serangan hama dan penyakit
3. Cepat
dan merata tumbuhnya
4. Mampu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang sub optimal.
B. Saran
Pada
saat kita membeli benih sebaiknya kita tanayakan kepada produsen mana benih
yang mempunyai tingkat vigor benih yang baik, agar kita mendapatkan hasil yang
optimal bahkan maksimal tidak merugi.
DAFTAR
PUSTAKA
Justice,
O.L., dan N.B. Louis. 1990. Prinsip Dan
Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Kartasapoetra,
A.G.1986.Teknologi Benih, Pengolahan
Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Bina Aksara.
Kuswanto,
H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi Dan
Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Andi.
Mugnisjah,
W.Q dan Asep Setiawan.1990.Pengantar Produksi Benih. Jakarta: Rajawali
Press.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Grasindo.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.
ACARA
IV
SCARIFIKASI
DAN STRATIFIKASI BENIH
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Skarifikasi adalah proses perusakan
kulit biji agar menjadi lebih mudah ditembus oleh tunas. Banyak macam benih
tidak dapat berkecambah meskipun diberikan fasilitas yang secukupnya. Benih
demikian berada dalam keadaan dormansi. Banyak faktor yang menyebabkan
dormansi, antara lain adalah kekerasan kulit sehingga air, udara sulit masuk.
Perlakuan dengan air panas dapat melunakkan kulit benih sehingga air, udara
mudah masuk. Keuntungan tambahan dengan perlakuan air panas ialah mematikan
hama dan penyakit yang seed borne.
Biji-biji yang sudah masak umumnya
melalui masa istirahat sebelum dapat tumbuh atau berkecambah. Untuk tiap-tiap
varietas mempunyai masa istirahat yang berbeda-beda bahkan ada yang tidak
mengalami masa tersebut.
Jika petani menginginkan menumbuhkan
varietas-varietas sepanjang tahun dan bibit berasal dari tanaman yang terdahulu
mengalami kerugian yang nyata karena adanya masa istirahat selama 2-3 minggu.
Dormansi biji juga merupakan problem
bagi pemulia dimana membutuhkan pengurangan interval waktu antara pertanaman
dan analisis biji.
B. Tujuan
Menunjukkan kekerasan biji-biji legum
yang ada pada daerah tropika dan bagaimana cara scarifikasi dijalankan.
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
Scarifikasi
adalah proses perusakan kulit biji agar menjadi lebih mudah ditembus oleh tunas.
Faktor-faktor
yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung
pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena
temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih
berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat
penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme. (Kamil, 1986)
Beberapa
spesies tanaman, penyimpanan dapat mempengaruhi dormansi. Dormansi pada
beberapa spesies tanaman dapat menghilang, bila disimpan selama beberapa bulan
pada kondisi suhu dan kelembaban nisbi lingkungan terkendali (Justice dan Bass,
1990)
Menurut
Kamil (1986) sarat yang utama dibutuhkan untuk dapat aktifnya kembali
pertumbuhan embrionik axis adalah:
1.
Adanya air yang cukup
untuk melembabkna biji.
2.
Suhu yang panas.
3.
Cukup oksigen.
4.
Adanya cahaya, terutama
ini adalah esensial untuk kebanyak biji rerumputan dan beberapa biji tanaman
tertentu.
Terdapat
beberapa macam benih yang tidak dapat berkecambah meskipun telah diberikan
perlakuan yang cukup. Benih yang demikian masih berada dalam keadaan dormansi.
Dormansi dapat dikatakan sebagai masa istirahat atau keadaan benih pada fase
istirahat akan tetapi tetap masih melangsungkan proses metabolisme seperti
respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi keadaan dormansi, salah satunya
adalah kekerasan kulit pada biji yang menyebabakan air dan udara sukar untuk
masuk ke dalam benih. (Kartasapoetra,1992)
Dengan
adanya persaratan tumbuh itu maka suatu biji tidak akan berkecambah dan hal itu
akan menjadi macam atau penyebab terjadinya dormansi terutama dormansi yang
disebabkan karena dormansi fisiologis. Sedangkan dormasi secara fisilologis
menurut Sutopo (1993) yang sangat dipengaruhi oelh faktor peerkecmbahan adalah
dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolisme pada embrio, dormansi
sekunder, dormansi after ripering dan dormansi immaturity embryo.
Menurut
Sutopo (1993), Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan
dormansi antara lain :
1. Perlakuan
mekanis
Perlakuan
mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh
impermeabel kulit biji baik terhadap air maupun gas. Cara ini terdiri dari
skarifikasi (mengikir, melubangi kulit biji dengan pisau) dan pemberian
tekanan.
2. Perlakuan
kimia
Perlakuan
ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan H2SO4 pekat
atau larutan HNO3 pekat.
3. Perlakuan
perendaman dengan air panas.
4. Perlakuan
dengan temperatur tertentu.
5. Perlakuan
cahaya.
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Bahan
-
Albasia
-
Melinjo
-
Tanah
B. Alat
-
Amplas
-
Polibag
-
Plastik
-
Pinset
C. Prosedur
Kerja
Albasia
1. Albasia
yang telah disiapkan pada kontrol ataupun dari air panas 500C, 750C,
1000C diambil masing-masing 100 biji
2. Setelah
itu albasia ditanam pada polibag yang telah berisi tanah dengan kedalaman 0cm
dan 2cm
3. Pada
kedalaman 2cm atasnya ditutup lagi dengan tanah
4. Diamati
perkecambahannya selama 7hari
Melinjo
1. Diambil
melinjo sebanyak 6 biji
2. Melinjo
itu akan dilakukan tiga perlakuan yaitu dua diampalas atas bawah, dua diamplas
kelilingnya, dan dua sebagai kontrol
3. Setelah
diamplas melinjo siap ditanama pada polibag yang telah diisi tanah
4. Diamati
perkecambahannya selama 7hari
BAB IV. HASIL
PENGAMATAN
Hari ke
|
Perlakuan
|
Banyaknya yang tumbuh
|
1
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
-
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
-
|
2
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
-
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
-
|
3
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
-
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
-
|
4
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
-
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
-
|
5
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
-
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
-
|
6
|
Kontrol
|
-
|
|
50oC
|
12/100 x 100% = 12%
|
|
75oC
|
-
|
|
100oC
|
17/100 x 100% = 17%
|
7
|
Kontrol
|
4/100 x 100% = 4%
|
|
50oC
|
12/100 x 100% = 12%
|
|
75oC
|
1/100 x 100% = 1%
|
|
100oC
|
-
|
BAB V. PEMBAHASAN
Dormansi atau
masa istirahat yaitu, masa dimana bagian biji
tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun berkembang walaupun telah mendapatkan
kondisi lingkungan yang optimum untuk penanaman, sehingga pada saat disemai
biji tidak berkecambah. Dormansi terjadi karena kulit biji tidak permeable atau
terlalu keras sehingga air dan oksigen tidak dapat masuk kedalamnya dan juga
berakibat kecambah (tunas) tidak dapat menembus dinding kulit biji tersebut.
Untuk mengatasi masa dormansi, maka sebelum penyemaian biji perlu mendapat
perlakuan pendahulun agar masa dormansi dapat berhenti, hal ini disebut dengan skarifikasi.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan
untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embryo.
Perlakuan
pemberian temperatur tertentu dikenal dengan istilah stratifikasi. Banyak benih yang perlu dikenal temperatur tertentu
sebelum dapat diletakkkan pada temperatur yang cocok untuk perkcambahannya.
Cara yang paling sering dipakai dengan memberi temperatur rendah pada keadaan
lembab. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang
berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi
pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Benih-benih yang
memerlukan stratifikasi selama waktu tertentu sebelum tanam yaitu: apel,
anggur, pear, peach, pinus, rosa, strawberry, oak dan cherry. Kebutuhan
stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman. Bahkan di dalam satu family
bisa terdapat perbedaan. Misal Rosa multiflora memerlukan waktu dua bulan pada
5-100 F, sedangkan Rosa rubiginosa memerlukan enam bulan pada 50 F. Benih apel
yang diberi perlakuan stratifikasi pada 40 C selama lebih dari dua bulan
persentase perkecambahannya meningkat. (Sutopo,1984)
Dormansi
pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai
beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak
akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum
dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat
dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik
musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada
benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan
fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai
contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada
benih-benih dari famili Leguminosae. (Sutopo,1984)
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya
dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu
saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah
di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit
biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan,
adanya kegiatan dari mikroorganisme.
Tipe-tipe dormansi antara lain:
Dormansi fisik yang disebabkan oleh impermiabilitas kulit biji terhadap air,
resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, permeabilitas yang
rendah dari kulit biji terhadap gas-gas. Dormansi fisiologis yang disebabkan
oleh immaturity embrio, after ripening, dormansi sekunder, dormansi yang
disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio.
Cara-cara untuk
memecahkan dormansi antara lain dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia,
perlakuan perendaman air, perlakuan pemberian temperatur tertentu dan perlakuan
dengan cahaya.
Dalam istilah pertanian, benih-benih
yang menunjukkan tipe dormasi yang impermabel terhadap air dan gas ini disebut
sebagai ‘benih keras’. Hal mana dapat ditemui pada sejumlah famili tanaman
dimana beberapa speciesnya mempunyai kuilit biji yang keras, antara lain:
Leguminosae, Malvaceae,Cannaceae, Geraniaceae, Chenopodaceae, Convolvulaceae,
Solanaceae dan Liliaceae.Di sini pengambilan air terhalang kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade berdinding
tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan
lilin dari bahan kutikula. Pada famili Melilotus alba, Troginella arabica dan
Crotalaria aegyptiaca, masuknya biji diatur oleh suatu pintu kecil pada kulit
biji, yang ditutupi dengan sumbat serupa gabus yang terdiri dari suberin. Bila
sumbat gabus diambil atau dikendorkan barulah air dapat masuk ke dalam biji.
Gambar perkecambahan melinjo
Benih
melinjo tidak tumbuh karena melinjo masih mengalami fase dormansi yaitu masa
dimana bagian biji tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun berkembang walaupun
telah mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk penanaman, sehingga
pada saat disemai biji tidak berkecambah. Struktur kulit pada biji melinjo
sangat kedap air karena berstruktur kulit yang keras sehingga air tak mampu
masuk ke kulit biji.
Teknik
skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi
fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti:
a. Perlakuan mekanis
(skarifikasi)
Perlakuan
mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan,
pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum,
kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat
diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya
semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh
permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum
lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar
dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang
sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan
kulit biji, tetapi daerah micropylar dimana terdapat radicle, harus
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan
pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b. Air Panas
Air
panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan
pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih
direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah
kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan
kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak
benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya
benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman
sesaat dalam air mendidih.
c. Perlakuan kimia
Perlakuan
kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada
benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki
oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat
dilalui air dengan mudah.
Sutopo (1993) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat
diberi perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Menurut Sahupala (2007)
air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan
yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling
efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik
untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas
yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu
tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu
berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya
relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dormansi atau masa istirahat
yaitu, masa dimana bagian biji tanaman yang hidup, tidak tumbuh ataupun
berkembang walaupun telah mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk
penanaman, sehingga pada saat disemai biji tidak berkecambah.
Dormansi dapat terjadi pada
kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Teknik-teknik untuk mematahkan dormansi
fisik antara lain seperti:
a) Perlakuan mekanis
(skarifikasi)
b) Air Panas
c) Perlakuan
kimia
B. Saran
Dalam penyimpanan benih jangan terlalu
lama, karena benih akan mengalami dormansi sehingga benih tidak akan bisa
berkecambah ketika ditanam.
DAFTAR
PUSTAKA
Justice, L dan Louis NB. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali.
Kamil, J. 1986. Tekhnologi Benih. Padang: Offset Angkasa Raya Padang.
Kartasapoetra, dkk., 1992. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta:
Andi.
Sutopo, L. 1993. Teknologi benih. Jakarta:
Rajawali.
ACARA
V
PERKECAMBAHAN
PADA LINGKUNGAN SUB OPTIMAL
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ketahanan
tanaman terhadap organisme pengganggu
atau keadaan lingkungan sub optimal merupakan kajian penting dalam ilmu pertanian.
Ketahanan tanaman adalah kondisi yang muncul dari dalam tanaman sendiri dan
juga tanggapan yang muncul terhadap infeksi yang dibangkitkan oleh sistem
imunitas tanaman.
Kandungan garam yang cukup tinggi pada
suatu media akan menghambat perkecambahan benih. Hal tersebut berkaitan dengan
penyerapan air yang sangat dibutuhkan dalam perkecambahan. Tanpa adanya air
maka perkecambahan tidak dapat berlangsung karena air merupakan pelarut dan
pereaksi. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi,
sehingga bila di tanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh
sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih
dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas benih, masing-masing kekuatan
tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada
kemungkinan kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan
biofisik lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih melampaui suatu
periode simpan yang lama.
B. Tujuan
Mempelajari pengaruh garam pada medium
terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih.
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
Garam-garam
atau Na+ yang dapat dipertukarkan akan mempengaruhi sifat-sifat
tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kekurangan unsur
Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi
produksi. Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan
meningkatkan tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur
hara yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke dalam
akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air
dalam tanaman. (Sutopo, 1984)
Dalam
proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- diduga mempengaruhi
pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap
kekeringan. Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang
berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh
partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori
tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah.
(Kuswanto, 1998)
Keadaan
lingkngan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih
adalah sangat nyata dan perbedaan-perbedan kekuatan tumbuh benih dapat terlihat
nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Disamping itu
kecepataan tumbuh benih dapat menjadi pula petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh.
(Kamil, 1986)
Kemunduran
suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih
yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta
produksinya. Di mana kejadian tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat
balik dari kualitas suatu benih. Benih yang memiliki vigor rendah akan
berakibat terjadinya kemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin
sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan berkecambah
benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan penyakit meningkat, meningkatnya
jumlah kecambah abnormal dan rendahnya produksi tanaman. (Sasli, 2004)
Salah
satu kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan adalah adanya tanah salin.
Tanah salin merupakan tanah yang mempunyai kandungan garam NaCl yang cukup
tinggi. Tanah dengan kandungan garam yang tinggi dibedakan dalam tanah salin,
tanah sodik dan tanah salin-sodik. Kandungan garam yang tinggi dapat berpengaruh
pada penyerapan air yang dilakukan oleh biji. Bila tanah terlalu Salin dan NaCl
yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam
benih. Konsentrasi NaCl yang terlalu pekat maka akan menyebabkan cairan dalam
benih akan keluar sehingga dapat merusak benih sehingga benih tidak dapat
berkecambah dengan baik. (Sadjad, 1993)
Keampuan
benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan sub-optimal dinamakan vigor.
Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah
vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi
adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Pada
hakikatnya vigor benih harus relavae daengan tingkat prosduksi, artinya dari
benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingakt produksi yang tinggi.
Vigor benih yang tinggi menurut Sutopo (1984) adalah:
1. Tahan
lama disimpan.
2. Tahan
terhadap serangan hama dan penyakit.
3. Cepat
dan merata tumbuhnya.
4. Mempu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang suboptimal.
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Bahan
-
Benih jagung
-
Garam NaCl
-
Aquades
-
Kertas Merang
B. Alat
-
Petridish
C. Prosedur
Kerja
1. Disiapkan
larutan garam dengan konsentrasi 5000 ppm, dan 10.000 ppm dan satu untuk kontrol
tanpa larutan garam
2. Disiapkan
petridish dengan diberi kertas merang sebanyak dua lembar
3. Jagung
yang telah dimasukkan ke larutan garam sebelumnya, dimasukkan ke petridish
4. Jagung
dikecambahkan, dan stiep hari disiram dengan larutan yang telah diberikan
perlakuan dengan konsentrasi 5000 ppm dan 10.000 ppm
5. Dihitung
persentase banyaknya jagung yang tumbuh dari masing-masing perlakuan
BAB IV. HASIL
PENGAMATAN
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
|
%
Perkecambahan
|
1
|
E1
|
Kontrol
|
22/50
x 100% = 44%
|
|
|
5000
ppm
|
12/50
x 100% = 24%
|
|
|
10.000
ppm
|
0/50
x 100% = 0%
|
2
|
E2
|
Kontrol
|
10/50
x100% = 20%
|
|
|
5000
ppm
|
3/50
x100% = 6%
|
|
|
10.000
ppm
|
0/50
x 100% = 0%
|
3
|
E3
|
Kontrol
|
9/50
x100% = 18%
|
|
|
5000
ppm
|
8/50
x 100% = 16%
|
|
|
10.000
ppm
|
0/50
x100% = 0%
|
BAB V. PEMBAHASAN
Kandungan garam
yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang dilakukan oleh
biji. Bila tanah terlalu Salin dan NaCl
yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam
benih. Konsentrasi NaCl yang terlalu pekat
maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga dapat merusak
benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik.
Hasil praktikum
ini menunjukkan bahwa daya kecambah benih jagung pada setiap perlakuan berbeda,
di mana daya kecambah semakin menurun sejalan dengan semakin naiknya
konsentrasi larutan garam dapur (NaCl).
Konsentrasi air yang rendah di luar biji (konsentrasi larutan di luar
biji dinaikkan), yaitu dengan menambahkan sejumlah NaCl ke dalam larutan maka
air akan berkurang atau sama sekali tidak akan masuk ke dalam biji. Jadi bertambah kecil konsentrasi air
(bertambah tinggi konsentrasi larutan) di luar biji, bertambah sedikit pula air
yang masuk ke dalam biji yang direndamkan ke dalam larutan tadi (Kamil, 1982).
Dengan berkurang atau tidak masuknya air ke dalam biji, maka tidak atau kurang
terjadi rehydration di dalam biji, sehingga menyebabkan tidak terjadi atau
kurang sempurnanya proses perkecambahan.
Penurunan daya
kecambah pada konsentrasi yang lebih tinggi karena dengan adanya konsentrasi
garam yang lebih tinggi maka akan mengakibatkan air yang keluar dari biji
semakin banyak dan garam yang masuk kedalam biji semakin banyak. Garam yang ada
dalam biji akan menghambat perkecambahan biji, karena dalam perkecambahan hal yang
paling utama dan yang pertama adalah adanya air yang masuk kedalam biji. Dengan
adanya air ini proses perkecambahan selanjutnya akan berlangsung. Dengan
semakin besarnya konsentrasi garam pada media perkecambahan berarti semakin
besar air yang hilang dari dalam biji. Dengan semakin banyak yang hilang vigor
semakin menurun.
Hal tersebut
berhubungan dengan tekanan difusi air, semakin besar perbedaan tekanan difusi
antara cairan di dalam dan di luar biji akan meningkatkan penyerapan air. Pada tanah salin, penyerapan air lebih lambat
karena tekanan difusi air pada tanah tersebut menjadi rendah akibat dari
penurunan dari konsentarsi air. Besarnya
air yang masuk ke dalam biji dapat menyebabkan perkecambahan kurang sempurna,
karena tidak terjadi rehydration di dalam biji.
Bila konsentrasi cairan di luar biji lebih tinggi dari konsentrasi air
dalam biji dapat mentebabkan air di dalam biji akan tertarik keluar sehingga
terjadi plasmolisis (Kamil, 1982).
Berdasarkan
hasil analisis uji F, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan garam
dapur (NaCl) berpengaruh terhadap daya kecambah benih padi. Setelah dilanjutkan dengan uji BNT 5%
menunjukkan hasil bahwa baik pada konsentrasi 0 ppm, 5000 ppm tidak berbeda
pengaruhnya terhadap daya kecambah benih sebaliknya pada konsentrasi larutan
10.000 ppm menunjukkan perbedaan yang jelas, di mana pada konsentrasi larutan
garam 10.000 ppm, daya kecambah benih mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada waktu benih
berimbibisi, jika tekanan osmotik air tinggi maka proses imbibisi ini
terhambat, sehingga kadar air benih tidak dapat mencapai nilai tertentu yang
memungkinkan benih berkecambah (Kuswanto, 1996). Seringkali benih diimbibisikan dalam larutan
yang memiliki tekanan osmosis tinggi dalam rangka pengujian kemampuan bersaing
dalam memperoleh air dengan benih lain.
Tekanan osmotik mempengaruhi proses imbibisi air. Jika tekanan osmotik air
tinggi maka proses imbibisi akan terhambat sehingga kadar air benih tidak dapat
mencapai nilai tertentu yang memungkinkan benih berkecambah, seperti air yang
mengandung NaCl dengan konsentrasi tertentu. Larutan yang memiliki tekanan
osmosis tinggi akan bersaing dalam memperoleh air dengan benih yang lain. Oleh
karena itu, penyerapan air oleh benih akan lebih cepat pada benih yang
ditempatkan di dalam air murni daripada benih di dalam larutan / solution
(Kuswanto, 1996)
Viabilitas adalah kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah
normal dalam lingkungan yang optimum. Sedangkan vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh
normal dalam kondisi sub optimal, biasanya dicerminkan dengan keserempakan
tumbuh benih.
Cekaman lingkungan dapat berupa beberapa penghambat dari unsure abiotik
dan biotik. Salah satunya adalah cekaman unsure abioik yaitu suhu. Cekaman
suhu terhadap makhluk hidup bersifat spesifik. Menurut Salisbury (1995), tidak
ada batas suhu terendah bagi kelangsungan hidup spora, biji dan bahkan lumut
kerak dan lumut daun tertentu pada kondisi kering. Batas suhu terendah untuk
bertahan hidup pada keadaan yang lebih normal sangat tergantung pada
spesies dan sejauh mana jaringan telah diadaptasikan terhadap embun es.
Tumbuhan yang sedang tumbuh aktif sering dapat bertahan hidup hanya pada
beberapa derajat di bawah 0oC, sedangkan banyak yang dapat bertahan
pada sekita -. 40oC. Beberapa tumbuhan tinggi dapat tumbuh dan
berbunga di bawah salju. Pada kondisi suhu tinggi yang ekstrem, enzim
dapat mengalami denaturasi dan pemutusan asam nukleat pada sebagian besar
organisme. Sifat merusak pada tumbuhan terutama pada fungsi fotosintesis yang
tidak terjadi karena fotosistem yang peka terhadap panas. Dengan demikian,
faktor suhu sangat menentukan penyebaran tumbuhan dan hewan dalam biosfer.
a)
Cekaman Zat Hara dalam
Tanah
Jika
ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh
tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat
dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya. Gejala kekurangan
unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil)
dan khlorosis atau nekrosis pada berbagai organ tumbuhan. Gejala yang
ditampakkan tanaman karena kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk kasar
dari fungsi unsur hara yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan kekurangan
(defisiensi) unsur hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni hanya
mencapai 80% dari pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial
lainnya tersedia berkecukupan. Defisiensi unsur hara terjadi jika unsur hara
ada tapi yang diperlukan tanaman tidak cukup untuk kebutuhan.
b)
Cekaman Air
Menurut
Sasli (2004), cekaman kekeringan pada tumbuhan dapat disebabkan oleh 2 (dua)
faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan
air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air
tanahnya cukup. Namun, cekaman air dapat saja terjadi dalam kondisi air yang
berlebihan sehingga dapat merugikan tumbuhan.
c)
Cekaman Zat Hara dalam
Tanah
Di
dalam ekosistem, hubungan tanah, tumbuhan, hara dan air merupakan bagian yang
paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk
dipengaruhi dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman
memberikan masukan bahan organik melalui seresah yang tertimbun di permukaan
tanah berupa daun, ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar tanaman
memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati
serta dari eksudasi akar. Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari
jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya
yang secara visual dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada
pertumbuhannya.
d)
Cekaman Terhadap Panas
Panas
berlebihan mengagngu dan membunuh suatu tumbuhan dengan cara mendenaturasi
enzim-enzimnya dan merusak metabolismenya dengan berbagai cara. Perubahan-perubahan
morfologi pada tanaman yang mengalami kekeringan antara lain terhambatnya
pertumbuhan akar, tinggi tanaman, diameter batang, luas daun dan jumlah daun.
Sedangkan pengaruh fisiologi dan biokimia adalah penurunann hasil atau bahan
kering, perubahan alokasi asimilat, penurunan laju fotosintesis, penurunan
diameter hidraulik xilem akar dan laju pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini
diamati juga perubahan-perubahan anatomi pada tanaman yang diakibatkan oleh
cekaman air antara lain, tebal epidermis daun, tebal mesofil, tebal daun,
diameter akar, kerapatan stomata dan jumlah stomata (Sinaga, 2007). Di daerah
iklim kering terdapat 3 – 5 bulan kering. Pada musin kemarau cekaman lengas
tanah sering terjadi dan menghambat pertumbuhan tanaman karet. Untuk itu
diperlukan penelitian pengurangan penguapan dan peningkatan kemampuan menahan
lengas tanah (Sudiarto, 2007)
Faktor
internal yang memperngaruhi cekaman lingkungan yang antara lain faktor gen atau
daya tahan masing-masing individu menyikapi atau merespon cekama lingkungan
yang terjadi. Beberapa gen tanaman yang merespon cekaman lingkungan umumnya
akan melakukan suatu adaptasi, adaptasi ini dapat dilakukan dalam proses waktu
yang lama (evolusi) ataupun cepat (revolusi) terhadap lingkungan tersebut. Pertahanan
tumbuhan atau toleransi terhadap lingkungan yang tidak mendukung menunjukkan
adanya suatu keragaman. Keragaman ini terjadi akibat tiap varietas memiliki
potensi genetik yang berbeda dalam merespon lingkungan tumbuhnya. Seperti
halnya pada permasalahan yang telah dilakukan, percobaan pemberian cekaman
lingkungan terhadap jagung dengan memperlakukan kadar garam berbeda, hal ini
merupakan masalah yang sangat serius karena dapat mempengaruhi dan kemampuan
tanaman dalam memberikan hasil atau nilai produktifitasnya berkurang.
Tanaman
yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrim umumnya akan cenderung meingkatkan
hormone absisat, atau hormone penghambat pertumbuhan agar jaringan-jaringannya
mampu mengurangi laju respirasi, sehingga akan terjadinya gugur daun atau
menurunnya aktifitas enzim yang ada di dalam jaringan tanaman tersebut.
Perubahan morfologi tanaman umunya dilakukan dengan cepat agar dirinya
terhindar dari cekama yang terjadi.
BAB
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Viabilitas adalah kemampuan benih berkecambah dan
menghasilkan kecambah normal dalam lingkungan yang
optimum. Sedangkan vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam
kondisi sub optimal, biasanya dicerminkan dengan keserempakan tumbuh benih.
Kandungan
garam yang tinggi dapat berpengaruh pada penyerapan air yang dilakukan oleh
biji. Bila tanah terlalu Salin dan NaCl
yang diserap terlalu banyak maka akan menghambat proses metabolisme dalam
benih. Konsentrasi NaCl yang terlalu
pekat maka akan menyebabkan cairan dalam benih akan keluar sehingga dapat
merusak benih sehingga benih tidak dapat berkecambah dengan baik.
Penurunan
daya kecambah pada konsentrasi yang lebih tinggi karena dengan adanya
konsentrasi garam yang lebih tinggi maka akan mengakibatkan air yang keluar
dari biji semakin banyak dan garam yang masuk kedalam biji semakin banyak.
Garam yang ada dalam biji akan menghambat perkecambahan biji, karena dalam
perkecambahan hal yang paling utama dan yang pertama adalah adanya air yang
masuk kedalam biji.
B. Saran
Jika
ingin menanam berbagai jenis tanaman sebainya dilihat dulu tanah itu salin atau
tidak, karena akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamil, J. 1982. Tekhnologi Benih. Padang : Offset Angkasa Raya Padang.
Kuswanto,
H.1996.Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta
: Andi.
Sajad, S. 1993. Dari Benih kepada
Benih. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sasli.
2004. http://mahmuddin.wordpress.com/ 2009/10/16/cekaman-pada-makhluk-hidup.
Diakses tanggal 12 Juni 2011.
Sutopo, Lita. 1984. Teknologi Benih. Jakarta : Raja Grindo
Persada.
ACARA
VI
PENGUJIAN
KADAR AIR BENIH
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kadar air benih selalu berubah
tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha
mencapai kondisi equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Kadar air benih yang
selalu berubah sesuai dengan keadaan disekitarnya sangat membahayakan kondisi
benih karena berkaitan dengan laju deteriorasi benih yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada persentase viabilitas benih.
Untuk mengatasi masalah perubahan kadar
air benih, setelah benih diproses dengan kadar air tertentu maka benih tersebut
harus dikemas dengan bahan pengemas yang dapat mempertahankan kadar airnya
untuk jangka waktu tertentu. Benih tersebut harus disimpan di ruangan dengan
persentase RH tertentu agar kadar airnya tetap stabil.
B. Tujuan
Menguji kadar air benih dengan
memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
Cara
pengujian kadar air secara garis besar dapat digolongkan atas metode dasar dan metode praktek. Pada metode dasar antara lain termasuk metode
tungku (oven method), metode distilasi tolluene, metode Karl Fisher dan
lain-lain. (Cipta, 1992)
Benih
yang akan disimpan sebaiknya kandungan air optimal, yaitu kandungan air
tertentu di mana benih tersebut dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan
viabilitas benih. (Sutopo,1985)
Air
yang terdapat di benih dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu air bebas (free water)
dan air yang terikat (bound water). Pada perhitungan kadar air benih yang
dihitung persentasenya hanyalah air bebas, karena air inilah yang dapat
bergerak bebas di dalam benih dan mudah untuk diupkan. (Kartasapoetra, 1986)
Benih
pada saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16-20%, untuk
dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya maka kandungan air tersebut harus
diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Crocker dan Barton (1953, dalam
Owen, E.B., 1956) mengatakan bahwa penurunan kandungan benih kira-kira 4-5%
dari berat kering sebelum disimpan pada tempat penyimpanan tertutup adalah
efektif untuk memperpanjang viabilitasnya, terutama pada temperatur di
laboratorium. (Sutopo, 1985)
Makin
tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk disimpan
lama. Hal ini sesuai dengan kaidah Harrington yang pertama (1959, dalam
Harrington, 1972) yang mengatakan bahwa untuk setiap kenaikan 1% dari kandungan
air benih maka umur benih menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan
air benih di antara 5 dan 14%. Karena dibawah dari 5% kecepatan menuanya umur
benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasi lipid di dalam benih. (Justice, 1990)
Mengetahui
kadar air benih sangat penting karena berkaitan dengan :
1. Kualitas
benih
Semakin
rendah kadar air maka kualitas benih bertambah baik.
2. Daya
simpan benih
Berdasarkan
hukum Harrington, semakin rendah kadar air maka semakin panjang umur benih
tersebut.
3. Daya
kecambah benih
Kadar
air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih atau mempengaruhi proses
penuaan
4. Serangan
hama dan penyakit
Benih
yang memiliki kadar air yang tinggi lebih mudah untuk diserang hama gudang
selama masa penyimpanan ataupun pada rantai pemasaran. Akibat serangan hama
gudang benih akan mengalami kekurangan cadangan makanan pada waktu benih
dikecambahkan sehingga benih tidak dapat berkecambah secara normal atau benih
tidak dapat berkecambah/mati jika yang terserang adalah embrionya.
5. Harga
benih
Kadar air benih sangat
mempengaruhi harga riil benih yang harus dibayar oleh petani pengguna benih.
Misalnya benih suatu varietas dengan kadar air yang berbeda jika dijual dengan
harga yang sama, maka petani akan memperoleh benih yang berbeda untuk satuan
berat tertentu. Akibatnya, untuk usaha taninya dibutuhkan benih yang lebih
banyak. (Kuswanto,1997)
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Bahan
-
Benih kedelai
B. Alat
-
Oven
-
Cawan porselin
-
Timbangan
-
Moisture tester
-
Eksikator
C. Prosedur
Kerja
1. Pengujian
Kadar Air dengan di oven
a. Benih
kedelai ditimbang bobot awalnya terlebih dahulu
b. Benih
kedelai setelah itu di oven, kemudian di timbang lagi akan didapatkan hasil
bobot setelah di oven
c. Kemudian
di hitung berapa persen kadar air yang terkandung di dalam benih kedelai
tersebut
2. Pengujian
Kadar Air dengan Moisture tester
a. Benih
ditimbang di moisture tester
b. Kemudian
dibaca hasilnya, itu adalah hasil kadar air yang terkandung pada benih tersebut
BAB
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Pengujian
Kadar Air dengan di oven
Kelompok
|
Bobot
Kedelai
|
Ka%
|
|||||||
Bo
|
B1
|
||||||||
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
|
E1
|
0,09
|
0,10
|
0,05
|
0,05
|
0,08
|
0,04
|
44,4
|
20
|
20
|
E2
|
0,10
|
0,10
|
0,08
|
0,06
|
0,07
|
0,06
|
40
|
30
|
25
|
E3
|
0,10
|
0,11
|
0,11
|
0,06
|
0,05
|
0,07
|
40
|
54,5
|
36,3
|
Perhitungan
Kadar Air Benih Kedelai
Kelompok
E1
I.
Ka% =
=
= 44,4%
II.
Ka% =
=
= 20%
III.
Ka% =
=
= 20%
Kelompok
E2
I.
Ka% =
=
= 40%
II.
Ka% =
=
= 30%
III.
Ka% =
=
= 25%
Kelompok
E3
I.
Ka% =
=
= 40%
II.
Ka% =
=
= 54,5%
III.
Ka% =
=
= 36,3%
2. Penghitungan
Kadar Air dengan Moisture Tester
Kelompok
|
Padi
|
Kedelai
|
Rata-Rata
Padi
|
Rata-Rata
Kedelai
|
||||
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
|||
E1
|
12,6
|
12,6
|
12,5
|
10,2
|
10,2
|
10,2
|
12,56
|
10,20
|
E2
|
12,4
|
12,4
|
12,4
|
10,5
|
10,4
|
10,4
|
12,40
|
10,43
|
E3
|
12,7
|
12,7
|
12,6
|
10,5
|
10,5
|
10,5
|
12,66
|
10,50
|
BAB V. PEMBAHASAN
Diantara
dua metode yang telah digunakan pada praktikum kemarin yaitu metode oven dan
moisture tester, metode yang lebih baik adalah metode oven. Metode oven
merupakan metode standar yang dianjurkan oleh ISTA untuk menghitung kadar air
dan merupakan metode yang banyak dipakai di negara penghasil benih. Metode oven
ini lebih teliti dalam perhitungan kandungan kadar air yang ada di dalam benih,
dibandingkan dengan metode moisture tester atau yang metode yang lainnya.
Metode moisture tester untuk penentuan kadar air kurang teliti dan biasanya
selisih hasilnya dapat mencapai 2%. Metode moisture tester hanya dipakai untuk
membandingkan perhitungan kadar air benih atau untuk tujuan tertentu.
(Kuswanto,1997)
Electric
Moisture Tester alat untuk menentukan kadar air benih berdasarkan atas sifat
konduktivitas dan elektrik benih yang keduanya tergantung dari kadar air dan
temperatur benih. Penentuan kadar air benih dengan menggunakan alat ini dapat
berlangsung dengan cepat, adalah tepat kalau dikatakan hanya beberapa menit.
(Cipta,1992)
Mengetahui
kadar air benih sangat penting karena berkaitan dengan :
1. Kualitas
benih
Semakin
rendah kadar air maka kualitas benih bertambah baik.
2. Daya
simpan benih
Berdasarkan
hukum Harrington, semakin rendah kadar air maka semakin panjang umur benih
tersebut.
3. Daya
kecambah benih
Kadar
air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih atau mempengaruhi proses
penuaan
4. Serangan
hama dan penyakit
Benih
yang memiliki kadar air yang tinggi lebih mudah untuk diserang hama gudang
selama masa penyimpanan ataupun pada rantai pemasaran. Akibat serangan hama
gudang benih akan mengalami kekurangan cadangan makanan pada waktu benih
dikecambahkan sehingga benih tidak dapat berkecambah secara normal atau benih
tidak dapat berkecambah/mati jika yang terserang adalah embrionya.
5. Harga
benih
Kadar air benih sangat
mempengaruhi harga riil benih yang harus dibayar oleh petani pengguna benih.
Misalnya benih suatu varietas dengan kadar air yang berbeda jika dijual dengan
harga yang sama, maka petani akan memperoleh benih yang berbeda untuk satuan
berat tertentu. Akibatnya, untuk usaha taninya dibutuhkan benih yang lebih
banyak. (Kuswanto,1997)
Pengujian
kadar air benih harus memenuhi beberapa sayarat agar hasil akhir pengujian
tidak terpengaruhi oleh hal-hal lain, antara lain :
a. Tidak
terjadi oksidasi
Oksidasi
dapat mengubah senyawa kimia di dalam benih menjadi senyawa lain sehingga akan
dapat mempengaruhi hasil akhir pengujian kadar air benih.
b. Tidak
terjadi dekomposisi
Benih
merupakan behan organik yang mudah mengalami proses dekomposisi. Jika hal ini
terjadi maka senyawa yang terdekomposisi akan melepaskan air yang semula
merupakan air yang terikat (bound water) yang sebenarnya tidak akan dihitung
kadar airnya.
c. Tidak
menguapkan zat lain
d. Dapat
menguapkan air sebanyak mungkin
Tujuan
pengujian kadar air adalah untuk mengetahui berapa besarnya kandungan air bebas
yang terdapat dalam benih sehingga metode yang dipilih hendaklah merupakan
metode yang dapat menguapkan air sebanyak mungkin atau bahkan seluruh air bebas
yang terdapat di dalam benih.
Cara
kerja moisture tester :
1. Disiapkan
bahan yang akan diuji kadar airnya sebanyak volume wadah (kira-kira 25 biji)
2. Batang
penekan diputar ke kiri pada arah tombol 2 (berwarna hitam) pada posisi
kemiringan 30
3. Bahan
dimasukkan ke dalam ruang penekan
4. Tekan
sampel yang ada pada papan penekan dengan jalan memutar batang penekan ke kanan
sampai tidak dapat digerakkan ke kanan lagi
5. Nilai
kadar air dibaca pada skala kadar air
Keuntungan
dari metode oven yaitu :
1. Lebih
teliti dalam perhitungan kadar air suatu benih
2. Mudah
melakukannya
3. Kecil
resiko kesalahannya
Keuntungan
dari metode moisture tester yaitu :
1. Dalam
penentuan kadar air hasilnya bisa didapat secara cepat/langsung
2. Memakan
waktu yang tidak lama, relatif singkat
Kerugian
dari metode oven yaitu :
1. Memakan
waktu yang lama dalam menentukan kadar air benih
2. Penentuan
kadar air hasilnya tidak bisa didapat secara langsung menunggu di oven terlebih
dahulu
Kerugian
dari metode moisture tester yaitu :
1. Tidak
teliti dalam perhitungan kadar air suatu benih
BAB
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kadar air benih selalu berubah
tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha
mencapai kondisi equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Kadar air benih yang
selalu berubah sesuai dengan keadaan disekitarnya sangat membahayakan kondisi
benih karena berkaitan dengan laju deteriorasi benih yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada persentase viabilitas benih.
Metode oven ini lebih teliti dalam
perhitungan kandungan kadar air yang ada di dalam benih, dibandingkan dengan
metode moisture tester atau yang metode yang lainnya. Metode moisture tester
untuk penentuan kadar air kurang teliti dan biasanya selisih hasilnya dapat
mencapai 2%.
Mengetahui kadar air benih sangat
penting karena berkaitan dengan :
a. Kualitas
benih
b. Daya
simpan benih
c. Daya
kecambah benih
d. Serangan
hama dan penyakit
e. Harga
benih
B. Saran
Sebaiknya jika akan melakukan pengukuran
kadar air suatu benih di lakukan dengan metode pengovenan, karena lebih teliti.
DAFTAR
PUSTAKA
Cipta, R. 1992. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Justice, O. L. dan Bass, L. N.
1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Kartasapoetra,
A. G. 1986. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan
Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi
Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar