Rabu, 24 Oktober 2012

Laporan PTTLR


I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel. Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Mekanisme ketahanan tanaman terhadap adanya cekaman kekeringan berbeda antar tanaman. Hasil pengamatan karakter morfo-fisiologis tanaman ubi jalar telah dilaporkan bahwa untuk mendapatkan air padas aat adanya cekaman kekeringan, akar tanaman ubi jalar mempunyai kemampuan menembus tanah sampai lebih dari 2 m dari permukaan tanah (Onwueme, 1978). Selanjutnya Suardi (2002) melaporkan bahwa kemampuan akar padi menembus lapisan lilin setebal 3-4 mm merupakan indikator ketahanan tanaman padi terhadap cekaman kekeringan.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman kekurangan air
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap cekaman kekurangan air

II.         TINJAUAN PUSTAKA
Pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap di atas nol sehingga potensial air jaringan tetap rendah dibandingkan potensial air eksternal sehingga tidak terjadi plasmolisis (Jones and Turner, 1980).
Kemampuan mengontrol terhadap transpirasi juga merupakan salah satu mekanisme ketahanan tanaman terhadap adanya cekaman kekeringan (Pitono et al., 2008). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa ukuran daun yang kecil dan sukulen mengurangi laju kehilangan air melalui tanspirasi (Farooq et al., 2009).
Kandungan prolin pada tanaman yang toleran terlihat meningkat akumulasinya dibandingkan tanaman yang peka terhadap kekeringan (Yoshida et al., 1997). Oleh karenanya, kadar prolin bisa digunakan sebagai salah satu indikator sifat ketahanan terhadap cekaman kekeringan.
Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Orcott, 1987).
Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto, 1997). Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman.
Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen (Kramer, 1980; Pennypacker Pugnaire, Serrano dan Pardos, 1990; Mullet dan Whissit, 1996; Navari-Izzo dan Rascio, 1999; Pugnaire et al, 1999).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu (1) tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi. (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).
Terdapat perbedaan tingkat kadar ABA yang terbentuk antara tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan dibanding dengan tanaman yang peka. Kadar ABA pada tanaman yang toleran lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang peka, sehingga ABA selalu dikaitkan dengan sifat toleran tanaman terhadap cekaman kekeringan (Kirkham, 1990; Olsen et al., 1992; Farran et al., 1996; Fernandez, Perry dan Flore, 1997; Carrier et al., 1997; Setiawan, 1998).














III.      METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat Penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, oven, dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih tomat dengan 3 varietas (tantyna, diana, dan victori)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAKL diulang sebanyak tiga kali.

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (K0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan kekeringan (K1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAKL, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
5.      Tanaman kontrol disiram mencapai kapasitas lapang
6.      Tanaman sebagai perlakuan cekaman kekeringan dilakukan pada saat berumur 7 hari dan 21 hari yaitu dengan menyiram tanaman ½ kapasitas lapang
7.      Pengamatan dialakukan sampai akhir praktikum dengan mengamati tinggi tanaman, dan panjang akar terpanjang
8.      Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

D.    Analisi Data
(Terlampir)


















IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
K0V2U3
 
K1V1U3
 
K0V1U3
 
K1V3U3
 
K0V3U3
 
K1V2U3 yaitu dengan RAKL
 
               













K0V1U2
 

K0V2U2
 

K0V3U2
 

K1V1U2
 

K1V2U2
 

K1V3U2
 


K1V3U1
 

K1V2U1
 

K1V1U1
 

K0V3U1
 

K0V2U1
 

K0V1U1
 
 





















B.     Pembahasan
Kekeringan menimbulkan cekaman bagi tanaman yang tidak tahan kering. Kekeringan terjadi jika lengas tanah lebih rendah dari titik layu tetap, kondisi ini timbul karena tidak adanya tambahan lengas baik dari air hujan maupun irigasi sementara evapotranspirasi tetap berlangsung.
Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Orcott, 1987).
Fungsi air bagi tanaman menurut Noggle dan Frizt (1983) yaitu:
1.      Senyawa utama pembentuk protoplasma
2.      Senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain
3.      Media terjadinya reaksi-reaksi metabolik
4.      Reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat
5.      Penghasil hidrogen pada proses fotosintesis
6.      Menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel
7.      Mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertent
8.      Berperan dalam perpanjangan sel
9.      Bahan metabolisme dan produk akhir respirasi
10.  Digunakan dalam proses respirasi.
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen.
Stres air merupakan kondisi yang mengganggu keseimbangan pertumbuhan tanaman yaitu terjadinya kekurangan atau kelebihan air di lingkungan tanaman. Stres terjadi ketika tanaman tidak mampu menyerap air untuk menggantikan kehilangan akibat transpirasi sehingga terjadi kelayuan, gangguan pertumbuhan, bahkan kematian.
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwa cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
1.      Cekaman ringan :jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 8 – 10 %
2.      Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 10 – 20 %
3.      Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun > 20%
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga merespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari (Campbell, 2003).
Respons tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivar-kultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Pengaruh cekaman kekeringan terhadap respon tanaman yaitu:
1.      Dilihat dari panjang akar, pada tanaman varietas Victori memiliki jenis perakaran lebih pendek dari pada varietas tantyna dan diana. Varietas victori menunjukkan bahwa varietas tersebut tahan terhadap cekaman kekeringan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, tanaman yang tahan terhadap kekeringan memiliki akar lebih pendek dari pada tanaman yang tersuplai air yang cukup.
2.      Dilihat dari bobot kering tanaman, tanaman sebagai kontrol pada varietas victori memiliki bobot kering tanaman lebih besar dari pada varietas tantyna dan diana. Sedangkan pada tanaman yang diberi perlakuan, varietas yang memiliki bobot kering paling rendah ialah varietas victori. Hal ini menunjukkan bahwa varietas victori sanggup menyesuaikan keadaan lingkungannya, karena ketika tanaman terpenuhi asupan airnya, ia memiliki bobot yang besar dan ketika tanaman tersebut hidup di tempat kekurangan air secara otomatis dia akan menyusut bobotnya. Varietas victori menunjukkan varietas yang tahan terhadap kekeringan.
3.      Dilihat dari bobot tajuk dan bobot akar, tanaman tomat dengan varietas victori sebagai kontrol yang memilki bobot paling besar ialah varietas victori. Sedangkan tanaman tomat yang diberi perlakuan, dan memilki bobot terendah ialah victori. Hal ini membuktikan varietas victori dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan.











V.         KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan yaitu dengan mengubah morfologi bagian tanaman yang ada, yaitu bobot kering, bobot tajuk, bobot akar  tanaman akan lebih kecil daripada tanaman yang suplai airnya terpenuhi. Sedangkan panjang akar tanaman yang kekurangan suplai air memilki perakaran yang lebih pendek serta lebih banyak perakarannya dan tanaman yang terpenuhi air memiliki struktur akar yang lebih panjang.
2.      Varietas yang tahan tehadap cekaman kekeringan yaitu victori, karena dia dapat menyesuaikan bentuk morfologi bagian tanaman untuk bisa bertahan hidup.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman kekeringan.






DAFTAR PUSTAKA
Farooq, M., A. Wahid, N. Kobayashi, D. Fujita, and S.M.A. Basra. 2009. Plant drought stress: effects, mechanisms, and management. Agron. Sustain. Dev. 29 (2009) : 185-212.

Jones, M.M. and N.C. Turner. 1980. Osmotic adjustment in expanding and fully expanded leaves of sunflower in response to drought deficit. Proc. Indian. Nat. Sci. Acad. 3 (57) : 288-304.

Kirkham. M. B. 1990. Plant responses to water deficit. P 323-342. In B. A. Stewart and D. R. Nielsen (Ed.) Irrigation of agricultural crops. Madison, Winsconsin USA.

Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mansfield., T.A. and C. J. Atkinson. 1990. Stomatal behavior in water stressed plants. P. 241-246. In Alscher ang Cumming (Ed.). Stress respons in plant: adaptation and acclimation mechanisms. Wiley-Liss, Inc., New York.

Maynard, G.H. and D.M. Orcott. 1987. The physiology of plants under stress. John Wiley & Sons, Inc. New York. 206 p.

Mubiyanto, B.M. 1997. Tanggapan tanaman kopi terhadap cekaman air. Warta Puslit Kopi dan Kakao 13(2): 83-95.

Yoshida, Y., T. Kiyosue, K. Y. Shinozaki, and K. Shinozaki. 1997. Regulation of levels of proline as an osmolyte in plants under drought stress. Plant Cell Physiology. 38 (10) : 1095-1102.









I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman. Cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Kekringan dapat terjadi jika lengas tanah lebih rendah dari titik layu tetap. Kondisi ini timbul karena tidak adanya tambahan lengas baik dari air hujan maupun irigasi sementara evaporasi tetap berlangsung.
Menurut Hidayat (2002) cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.      Cekaman biotik, terdiri dari: kompetisi intra spesies dan antar spesies, dan infeksi oleh hama dan penyakit.
2.      Cekaman abiotik, terdiri dari: suhu (tinggi dan rendah), air (kelebihan dan kekurangan), radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), kimiawi (garam, gas, dan pestisida), angin, dan suara.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman kelebihan air
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap cekaman kelebihan air
II.         TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan yaitu:
a)      Kerusakan stres langsung primer
b)      Kerusakan stres tak langsung primer
c)      Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier) (Sipayung, 2006).
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan (Staff Lab Ilmu Tanaman, 2008).
Dampak genangan: menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase yang peka genangan fase perkecambahan, fase pembungaan, dan pengisian (Askari, 2007).
Tanaman yang tergenang dalam waktu singkat akan mengalami kondisi hipoksia (kekurangan O2). Hipoksia biasanya terjadi jika hanya bagian akar tanaman yang tergenang (bagian tajuk tidak tergenang) atau tanaman tergenang dalam periode yang panjang tetapi akar berada dekat permukaan tanah. Jika tanaman tergenang seluruhnya, akar tanaman berada jauh di dalam permukaan tanah dan mengalami penggenangan lebih panjang sehingga tanaman berada pada kondisi anoksia (keadaan lingkungan tanpa O2). Kondisi anoksia tercapai 6−8 jam setelah penggenangan, karena O2 terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pada kondisi tergenang, kandungan O2 yang tersisa dalam tanah lebih cepat habis bila terdapat tanaman karena laju difusi O2 di tanah basah 10.000 kali lebih lambat dibandingkan dengan di udara (Amstrong 1979 dalam Dennis et al. 2000).
Ada dua perubahan lingkungan yang terjadi saat rendaman, yaitu aerobik ke anaerobik dan sebaliknya dari anaerobik ke aerobik setelah air berkurang. Faktor kunci untuk adaptasi dari aerobik ke anaerobik adalah suplai energi. Asimilasi karbon selama terendam akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suplai CO2, radiasi matahari, kapasitas fotosintesis di bawah permukaan air yang dilemahkan oleh klorosis. Efisiensi penggunaan energi selama rendaman juga penting untuk adaptasi pada lingkungan anaerob (Kawano et al. 2008).
Pengaruh penggenangan ditunjukkan oleh daun yang menguning, pengguguran daun pada buku terbawah, kerdil, serta berkurangnya berat kering dan hasil tanaman (Scott, 1989).
Kekurangan oksigen dalam tanah akibat genangan merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kekurangan oksigen menggeser metabolisme energi dari aerob menjadi anaerob sehingga berpengaruh kurang baik terhadap serapan nutrisi dan air. Akibatnya, tanaman menunjukkan gejala kelayuan walaupun tersedia banyak air (Sairam, 2009).

VanToai et al. (2001) membagi genangan berdasarkan kondisi pertanaman menjadi dua yaitu:
1.      Kondisi jenuh air (waterlogging) di mana hanya akar tanaman yang tergenang air
2.      Kondisi bagian tanaman sepenuhnya tergenang air (complete submergence).
Oksigen merupakan syarat dalam respirasi tanaman, sehingga pada saat tanaman tergenang dan dalam kondisi anaerob, aktivitas glikolitik akan menghasilkan asam piruvat dari glukosa yang dikonversi menjadi etanol dan karbon dioksida (Riche 2004).













III.      METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat Penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, oven, dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih kedelai dengan 3 varietas (raja basa, tidar dan mitani)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAKL diulang sebanyak tiga kali

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (G0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan genangan (G1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAKL, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
5.      Tanaman kontrol disiram mencapai kapasitas lapang
6.      Tanaman sebagai perlakuan cekaman genangan dilakukan pada saat berumur 7 hari dan 21 hari yaitu dengan cara menggenangi tanaman kira-kira batas air setinggi 3 cm
7.      Pengamatan dialakukan sampai akhir praktikum dengan mengamati tinggi tanaman, dan panjang akar terpanjang
8.      Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

D.    Analisi Data
(Terlampir)
















IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan













G0V3U1
 

G0V2U1
 

G0V3U2
 

G1V2U2
 

G0V1U3
 

G1V2U3
 


G1V2U1
 

G1V3U1
 

G0V2U3
 

G1V3U2
 

G0V3U3
 

G0V2U3
 


G2V1U1
 

G0V1U1
 

G1V1U2
 

G0V1U2
 

G1V1U3
 

G1V3U3
 
 






















B.     Pembahasan
Kandungan lengas tanah di atas kapasitas lapangan menimbulkan dampak yang buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Dampak genangan: menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Pada kondisi genangan < 10% volume pori yang berisi udara. Sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari 0.2 ug/cm2/menit.
Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi). Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6 – 8 jam setelah genangan, karena O2 terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pada kondisi tergenang, kandungan O2 yang tersisa di tanah lebih cepat habis bila ada tanaman.
Laju difusi O2 di tanah basah 20000 kali lebih lambat dibandingkan di udar. Laju penurunan O2 ini dipengaruhi oleh tekstur tanah, pada tanah pasir, kehabisan O2 terjadi pada 3 hari setelah tergenang sedangkan pada tanah lempung terjadi < 1 hari, porositas lempungan lebih rendah daripada pasir. Penurunan O2 dipercepat oleh keberadaan tanaman di lahan, akar tanaman menyerap untuk melakukan respirasi. Akar tanaman legum berbintil memerlukan O2 enam kali lebih banyak dibandingkan yang dibuang bintilnya (30 : 4.3 ul O2/g/menit).
Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori juga akan menghambat difusi gas lainnya, misal keluarnya CO2 dari pori tanah. CO2 terakumulasi di pori, pada tanah yang baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO2, sebagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut dampak kelebihan konsentrasi CO2 mempunyai pengaruh lebih kecil dibandingkan defisiensi O2. Genangan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH tanah basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, perubahan keseimbangan hara.
Tanaman yang tergenang menunjukkan gejala klorosis khas kahat N. Kekahatan N terjadi karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara. Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi.
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu, hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis.
Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase yang peka genangan antar lain fase perkecambahan, fase pembungaan, dan pengisian. Genangan pada fase perkecambahan menurunkan jumlah biji yang berkecambah (perkecambahan sangat memerlukan O2). Genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian menyebabkan banyak bunga dan buah muda gugur (Anonim, 2009).
Toleransi terhadap genangan dapat didefinisikan sebgai kemampuan tanaman untuk mempertahankan hasil optimal pada kondisi tergenang (VanToai et al,. 1994). Terdapat beberapa yang mempengaruhi toleransi kedelai terhadap genangan yaitu:
1.      Varietas : skrining varietas kedelai selama 2 minggu pada keadaan tergenang menunjukkan penurunan hasil rata-rata 61% yaitu 39% pada varietas toleran dan 77% pada varietas kurang toleran (Shannon et al., 2005)
2.      Fase pertumbuhan tanaman dan lamanya tergenang. Penggenangan pada fase vegetatif kurang berpengaruh terhadap penurunan hasil dibandingkan dengan fase generatif.
3.      Tekstur tanah. Jenis tanah nyata mempengaruhi respon tanaman kedelai terhadap genangan. Pada tanah liat kehilangan hasil akibat genangan akan lebih besar jika dibandingkan pada tanah lempung berdebu.
4.       Derajat kelembaban. Suhu selama penggenangan mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap genangan. Suhu tinggi dan sinar matahari menyebabkan tanaman dan mikroba berespirasi lebih cepat sehingga menghabiskan oksigen dan menambah karbondioksida. Sebaliknya pada suhu rendah, cuaca berawan dan malam hari yang cerah dapat menambah ketahanan tanaman pada genangan.
5.      Kehadiran penyakit. Genangan juga memberikan efek tidak langsung terhadap hasil kedelai yaitu timbulnya penyakit pada akar. Tanaman yang tergenang dapat memudahkan tanaman terserang penyakit seperti Phytophthora sp. Penyakit ini akan menyebabkan benih mati pada fase perkecambahan.
Mekanisme toleransi terhadap genangan
Ketahanan tanaman terhadap genangan dapat berupa penghindaran kekurangan oksigen dari daun ke akar, dan kemampuan tanaman untuk melakukan metabolisme atau dengan kata lain pada kondisi tersebut respirasi berlangsung secara anaerob. Dalam kondisi tergenang tanaman akan mengaktifkan proses fermentasi utama yaitu etanol, asam laktat yang akan membentuk alanin dari glutamat dan piruvat. Menurut VanToai et al, kedelai mersepon kondisi genangan dengan mengaktifkan metabolisme atau pemulihan secara cepat setelah terjadi cekaman genangan diikuti dengan aklimatisasi (penyesuaian diri). Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan lebih cepat 2-4 hari pada kedelai yang toleran dibandingkan dengan yang peka. Hal ini menunjukkan pada proses penyesuaian diri pada genotipe yang toleran lebih cepat dibandingkan dengan yang peka.
Tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi tergenang dicirikan oleh kemampuan mengatasi stres dengan membentuk aerenkim, meningkatkan gula yang dapat larut, memperbanyak aktivitas glikolitik dan enzim fermentasi serta mekanisme ketahanan antioksidan untuk mengatasi kondisi setelah hipoksia dan anoksia (Sairam et al, 2008).
Menurut Bacanamwo dan Purcell (1999), kedelai beradaptasi terhadap genangan dengan mengalokasikan fotosintesis dengan cara mengembangkan akar adventif dan membentuk aerenkim yang bergantung pada fiksasi N2.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan ada suatu perbedaan tinggi tanaman yang diberi perlakuan genangan. Pada varietas 1 (raja basa) berbeda nyata dengan Varietas 2 (tidar) dan varietas 3 (mitani). Pada bobot kering antara tanaman kedelai sebagai kontrol dengan tanaman kedelai yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata bobot keringnya. Sedangkan pada panjang akar dan bobot akar antar varietas yang diberi perlakuan ataupun sebagai kontrol tidak menunjukkan suatu perbedaan yang nyata.


















V.         KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu sehingga akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis.
2.      Pada varietas kedelai yang dipraktikumkan belum menunjukkan perbedaan yang nyata dan belum bisa ditentukan varietas mana yang tahan terhadap genangan.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman genangan.





DAFTAR PUSTAKA

Bacanamwo, M. And L.C. Purcell. 1999. Soybean Root Morfological and Anatomical Traits Associated with Acclimation to Flooding. Crop Sci. 39: 143-149.

Sairam, R.K., D. Kamutha, K. Ezhilmathi, P.S. Deshmukh, and G.C. Srivastava. 2008. Phisiology and Biochemistry of Water Logging Tolerance in Plants. Biol Plant (52): 401-412.

Shannon, J.G., W.E. Stevens, W.J. Wiebold, R.L. Mc Graw, D.A. Sleper, and H.T. Nguyen. 2005. Breeding Soybeans for Improved Tolerance to Floading. Proc. 350 Soybean Seed Res. Conf. Am. Seed. Trade Assoc. Chichago.

Vantoai, T.T., A.F. Beuerlein, S.K. Scjimit Thenner, and S.K. St Martin. 1994. Genetic Variability for Flooding to Lerance in Soybeans. Crop Sci. 34: 1112-1115.

Wahyu, A. 2007. Hubungan Air dan Tanaman. (On-line). http://wahyuaskari.wordpress.com diakses 2 Mei 2012.










I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Faktor-faktor yang menyebabkan produktivitas padi yang cenderung melandai (levelling off) salah satunya disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah lahan irigasi subur (intensif) akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian serta munculnya fenomena degradasi kesuburan lahan.
Indonesia diperkirakan memiliki 40-43 juta ha lahan bermasalah dan 13.2 juta ha dari lahan itu terpengaruh salinitas. Lahan-lahan itu pada umumnya lahan pantai, muara sungai, dan delta yang dipengaruhi oleh intrusi air laut.
Peningkatan produksi padi ke depan akan banyak menghadapi tantangan yang semakin kompleks, berkaitan dengan cekaman unsur hara dan iklim. Permasalahan yang tidak kalah penting adalah kurangnya varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan, terutama cekaman kadar garam (salin). Peningkatan produksi padi di lahan pasang surut khususnya lahan marginal (salinitas tinggi) merupakan salah satu alternatif yang potensial untuk dikembangkan.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perubahan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman garam
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap kelebihan garam
II.      TINJAUAN PUSTAKA
Salinitas adalah sebuah proses dimana garam yang terlarut dalam air terakumulasi dalam tanah. Kelebihan garam dapat menghalangi pertumbuhan tanaman dengan cara menghalangi kemampuan tanaman untuk menyerap air. Salinitas dapat terjadi secara natural karena kondisi yang disebabkan oleh praktek pengolahan dan manajemen lahan pertanian salah satunya adalah praktek irigasi (Materechera, 2011).
Proses yang mempengaruhi keseimbangan air tanah dapat meberikan efek pada pergerakan  dan  akumulasi kadar garam pada tanah. Proses-proses tersebut antara lain adalah  proses hidrologi, iklim, irigasi, peresapan (drainage), karakter akar tanaman, dan praktek pertanian yang diterapkan. Proses salinisasi pada permukaan tanah terjadi jika pada kondisi yang bersamaan pada munculnya garam terlarut seperti sulfat, natrium, kalium yang terdapat pada tanah.
Adanya kadar  garam yang tinggi pada tanah memiliki efek yang mirip dengan kekeringan dimana membuat air tanah menjadi kurang tersedia untuk diambil oleh tanaman. Hanya beberapa  tanaman saja yang mampu tumbuh pada tanah yang bersalinitas tinggi, sehingga salinisasi sering membatasi pilihan tumbuhan yang ditanam pada area tersebut. Salinisasi menurunkan derajat kualitas dari air tanah dan sumber air tanah seperti rawa.
Salinitas selalu diasosiasikan dengan kadar NaCl dalam tanah. Adanya kadar salinitas terlarut pada tanah menyebabkan proses fotosintesis tanaman terganggu. Na+ dan Cl- dapat menghambat fotosintesis dan asimilasi karbohidrat. Namun demikian, gejala kerusakan akibat Cl- muncul lebih awal ketimbang Na+ (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
Garam (NaCl) mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Kimball (1983), menyatakan bahwa osmosis adalah difusi air melalui selaput yang permeabel secara differensial dari satu konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Keadaan osmosis tinggi (mengandung garam) pada sel tumbuhan menyebabkan cekaman berupa plasmolisis (penyusutan) di dalam sel tumbuhan, kecenderungan untuk terjadinya plasmolisis merupakan perwujudan kisaran toleransi yang sempit. Menurut Adisyputra (2004), biji, telur, embrio termasuk kecambah mempunyai kisaran toleransi yang lebih sempit dibandingkan pada fase dewasa.
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Tanaman mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. (Lewit, dalam Sipayung, 2006).
III.      METODE PRSKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, oven, stirrer, magnetic stirrer dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih padi dengan 3 varietas (mentik wangi, siak raya, dan dendang)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAKL diulang sebanyak tiga kali

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (S0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan salinitas (S1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAKL, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
5.      Tanaman kontrol disiram mencapai kapasitas lapang
6.      Tanaman sebagai perlakuan cekaman salinitas dilakukan pada saat berumur 14 hari setelah tanam dan perlakuan dilakukan dengan menyiapkan larutan garam NaCl. Garam NaCl dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 5,7 DHL.
9.      Pengamatan dialakukan sampai akhir praktikum dengan mengamati tinggi tanaman, dan panjang akar terpanjang
10.  Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

E.     Analisi Data
(Terlampir)

















IV.      Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil Pengamatan










S0V2
 

S1V2
 




S1V1
 

S1V3
 




S0V1
 

S0V3
 

 





















B.     Pembahasan
Salinitas adalah sebuah proses dimana garam yang terlarut dalam air terakumulasi dalam tanah. Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena:
1.      Dapat menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan dengan potensial air jaringan akar, sehingga akar akan kehilangan air bukan menyerapnya.
2.      Pada tanah bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relatif tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomasa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organik yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell, 2003).
Ketika terjadi cekaman lingkungan seperti kekeringan, logam berat atau salinitas, tanaman bereaksi dalam beragam cara untuk menghadapi perubahan yang berpotensi merusak. Salah satu hasil dari tekanan tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS) dalam tanaman, dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti kerusakan pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.

Tabel 1. Varietas Padi Toleran Salinitas dan Toleran Keracunan Fe dan Al
Varietas
Umur
(hari)
Tekstur
nasi
Sifat Penting Lain
Lalan
118-125
Pera
Cukup toleran salinitas, cukup tahan hama wereng coklat biotipe 2 dan 3, cukup tahan penyakit blas dan bercak coklat
Dendang
125
Pulen
Toleran salinitas, Fe dan Al, agak tahan penyakit blas dan bercak coklat, cukup tahan hama wereng coklat biptipe 1 dan 2
Lambur
115
Pulen
Agak toleran salinitas, toleran keracunan Fe, tahan blas, tahan rebah
Mendawak
115
Pulen
Agak toleran keracunan Fe, tahan rebah, agak tahan blas dan bercak daun coklat
Banyuasin
120
Pulen
Agak toleran keracunan Fe, Al, dan tanah masam, agak tahan wereng coklat biotipe 3, blas daun, bercak coklat daun, hawar daun bakteri strain III
Sumber : Chairunas, 2006.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan suatu data bobot tanaman, bobot akar, panjang akar dan bobot tajuk yang tidak berbeda nyata.





V.         KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman.
2.      Varietas yang mampu bertahan pada kondisi cekaman ialah varietas dendang. Varietas dendang Toleran salinitas, Fe dan Al, agak tahan penyakit blas dan bercak coklat, cukup tahan hama wereng coklat biptipe 1 dan 2.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman genangan.




DAFTAR PUSTAKA
Adisyahputra, R dan Dwi. 2004. Karakterisasi Sifat Toleransi Terhadap Cekaman Kering Kacang Tanah (Arachis hipogea. L) Varietas Nasional Pada Tahap Perkecambahan. (On-line). http://pk.ut.ac.id/Jmst/2007/adisyahputra diakses 25 Mei 2012.

Anonim. 2010. http://repository.usu.ac.id diakses 25 Mei 2012.
Campbell et al. 2003. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Fallah, A.F. 2006. Perspektif Pertanian Dalam Lingkungan Yang Terkontrol. (On-line). http://io.ppi jepang.org diakses 5 Mei 2012.

Kimball. 1983. Biologi Jilid 1. Bandung. IPB. Hal 114-116.









I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pertumbuhan akan optimal apabila semua komponen tersedia dalam jumlah yang seharusnya. Suhu, ketersediaan CO2, dan cahaya merupakan unsur dalam kegiatan fotosintesis. Pada umumnya tumbuhan daerah tropis tidak mampu melakukan fotosintesis pada suhu 5oC, maka meskipun sinar ada, CO2 terpenuhi kegiatan fotosintesis akan terhambat dalam hal ini dapat dikatakan bahwa temperatur merupakan faktor penghambat (limiting factor). Demikian pula CO2 terpenuhi, suhu optimum (antara 10-35 oC) tetapi sinar kurang banyak maka fotosintesis juga akan menjadi terhambat, hal ini dikatakan bahwa sinar juga menjadi faktor penghambat proses fotosintesis.
Faktor cahaya, suhu, CO2, air dan zat hara mempengaruhi laju fotosintesis tanaman dan berpengaruh pada kepadatan kanopi, ukuran dan bentuk daun serta sudut letak daun. Apabila lingkungan subur, air tersedia dan suhu yang sesuai, maka radiasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman dan terdapat hubungan yang erat antara radiasi dengan fotosintesis bersih.
B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman cahaya (intensitas cahaya rendah)
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap cekaman cahaya
II.         TINJAUAN PUSTAKA
Adanya naungan kanopi dari tanaman yang lebih tinggi menyebabkan cahaya menjadi kendala utama atau faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan kedelai. Penelitian aspek fisiologi seperti mekanisme adaptasi dan respon pertumbuhan dan perkembangan kedelai terhadap cekaman naungan sudah didokumentasikan dengan baik (Khumaida, 2002; Sopandie et al., 2006; Kisman et al., 2007; Muhuria, 2007). Hal yang belum banyak dilaporkan adalah respon tanaman kedelai terhadap cekaman naungan pada fase awal pertumbuhan.
Khusus pada tahap awal pertumbuhan tanaman, cahaya merupakan faktor penting, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, juga sebagai pengendali, pemicu dan modulator respon morfogenesis (McNellis dan Deng, 1995). Dalam mempelajari pola perkembangan awal suatu tanaman tingkat tinggi terhadap kondisi cahaya penuh (in light grown) dan tanpa cahaya (in dark grown), McNellis dan Deng (1995) menjadikan tanaman kedelai sebagai tanaman contoh selain Arabidopsis karena tanaman tersebut memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap cahaya, memiliki ciri morfologi yang mudah diamati pada tahap awal perkembangannya dan yang tak kalah pentingnya adalah karena tanaman kedelai termasuk tanaman yang tidak efisien dalam penggunaan cahaya.
Berdasarkan ketergantungannya terhadap cahaya (light dependent), pola perkembangan suatu tanaman (tanaman tingkat tinggi) dapat digolongkan menjadi pola skotomorfogenesis dan fotomorfogenesis (Staub dan Deng, 1996; Sullivandan Gray, 1999). Pola skotomorfogenesis (etiolated) merupakan pola perkembangan awal tanaman yang akibat tidak mendapatkan cahaya (indark-grown) secara terus menerus selama perkecambahan, tanaman memiliki karakteristik: hipokotil panjang, apikal hook, kotiledon yang tertutup, kandungan klorofil rendah, dan tingkat ekspresi gen fotosintesis yang rendah. Hal ini karena terganggunya sistem kerja enzim NADPH protoklorifillide oksidoreduktase (POR), enzim yang sangat tergantung cahaya (light-dependent enzyme), yang mereduksi protoklorifillide menjadi klorofillide sehingga proses biosintesis klorofil menjadi terganggu (Holtorf,et al., 1995; Sundqvistdan Dahlin, 1997). Pola fotomorfogenesis (deetiolated) merupakan pola perkembangan awal tanaman yang selama perkecambahan mendapatkan cahaya penuh terus menerus (in light-grown). Pola perkembangan ini dicirikan antara lain hipokotil yang pendek, tidak mempunyai apikal hook, kedua kotiledon membuka dan berkembang dengan baik, kandungan klorofil tinggi, dan tingkat ekspresi genfotosintesis yang tinggi.
Pada kondisi gelap (tidak ada cahaya) fotosintesis tidak berlangsung, tetapi respirasi terus berlangsung. Peningkatan intensitas cahaya secara berangsur-angsur, diikuti dengan peningkatan fotosintesis sampai pada batas terjadinya tingkat kompensasi cahaya. Kompensasi cahaya adalah kondisi penyinaran di mana jumlah CO2 yang digunakan pada proses fotosintesis sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan pada proses respirasi. Setiap jenis tumbuhan berbeda responsnya terhadap tingkat intensitas cahaya (Anonim, 2009).



III.      METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat Penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, lux meter, oven, dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih kedelai dengan 3 varietas (raja basa, tidar dan mitani)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAK diulang sebanyak tiga kali

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (N0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan naungan (N1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAK, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
5.      Tanaman kontrol disiram mencapai kapasitas lapang
6.      Tanaman sebagai perlakuan cekaman cahaya dilakukan pada saat berumur 7 hari dan 21 hari yaitu pada kontrol diletakkan di luar dan pada perlakuan tanaman diletakkan di bawah naungan sebesar 65%
7.      Setiap 3 hari sekali intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter sampai akhir pengamatan
8.      Pengamatan dialakukan sampai akhir praktikum dengan mengamati tinggi tanaman, dan panjang akar terpanjang
9.      Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

D.    Analisi Data
(Terlampir)










IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan





N0V3U3
 



N0V2U3
 




N0V1U3
 

 





















B.     Pembahasan
Reduksi cahaya oleh naungan merupakan cekaman terhadap cahaya. Cekaman sebagai faktor apapun yang secara potensial tidak sesuai bagi makluk hidup. Cekaman tersebut bisa menimbulkan strain. Strain adalah suatu keadaan perubahan fisik atau kimia pada makluk hidup akibat dikenai cekaman. Strai tersebut dapat bersifat elastis artinya keadaan akan kembali semula jika strain dihilangkan. Cekaman yang besar bisa menimbulkan strain permanen (plastis) yang berarti kerusakan atau bahkan kematian pada organisme.
Intensitas cahaya rendah merupakan suatu kondisi yang membatasi cahaya yangditerima oleh tanaman yang ada dibawahnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.Menurut Salisbury dan Ross (1992), cahaya matahari mempunyai peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman.Cahaya matahari berperan penting dalam metabolisme tanaman hijau, sehinggaketersediaan cahaya matahari menentukan tingkat produksi tanaman. Tanaman hijaumemanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Intensitas cahaya rendahmerupakan salah faktor yang membatasi proses fotosintesis.
Adaptasi terhadap kondisi naungan berat dapat dicapai apabila tanaman memiliki mekanisme penangkapan dan penggunaan cahaya secara efisien. Mekanisme tersebut dapat melalui penghindaran dengan cara meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya dan toleran dengan cara menurunkan titik kompensasi cahaya dan laju respirasi (Levitt, 1980 dalam Muhuria, 2006). Selanjutnya, (Hale dan Orchut, 1987 dalam Muhuria,2006) menjelaskan bahwa kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah pada umumnya tergantung pada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan tersebut diperoleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Peningkatan luas daun selain memungkinkan peningkatan luas bidang tangkapan, juga menyebabkan daun menjadi lebih tipis karena sel-sel palisade hanya terdiri dari satu atau dua lapis (Khumaida, 2002; Muhuria et al, 2006). Dalam kondisi demikian, kloroplas akan terorientasi pada permukaan daun bagian atas secara paralel sehingga daun tampak lebih hijau. Khusus pada tahap awal pertumbuhan tanaman, cahaya merupakan faktor penting karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis juga sebagai pengendali, pemicu dan modulator respon morfogenesis (McNellis dan Deng, 1995).
Keuntungan dari cahaya matahari terhadap tumbuhan:
1.      Cahaya merupakan Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan,
2.      Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi,
3.      Fotosintesis adalah sebagai sumber energi bagi reaksi cahaya, fotolisis air menghasilkan daya asimilasi,
4.      Cahaya matahari ditangkap daun sebagai foton. Tidak semua radiasi matahari mampu diserap tanaman, cahaya tampak, dg panjang gelombang 400 s/d 700 nm,
5.      Cahaya yang diserap daun 1-5% untuk fotosintesis, 75-85% untuk memanaskan daun dan transpirasi, dan
6.      Peranan cahaya dalam respirasi, fotorespirasi, menaikkan suhu (Raditya, 2009).
Tanaman membutuhkan radiasi cahaya matahari sebagai sumber energi untuk menggerakkan proses-proses biokimia dalam fotosintesis. Naungan membuat ketersediaan cahaya, terutama intensitas berkurang. Dalam keadaan ternaungi cahaya menjadi faktor pembatas. Perbedaan karakteristik tanaman diatur oleh gen yang ada pada tanaman sehingga menyebabkan tanaman bisa beradaptasi dengan lingkungan berbeda-beda.
Walaupun sumber cahaya sama adalah matahari, namun banyaknya penyerapan energi matahari oleh sehelai daun bisa berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain oleh halangan awan di atmosfer, naungan diatas tanaman, atau bahkan oleh bagian tanaman yang lain.
Naungan pada kedelai menunjukkan bahwa reduksi cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan sampai panen menurunkan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong, dan hasil biji kedelai. Perlakuan tersebut pada awal pengisian polong menurunkan jumlah polong, hasil biji, dan kandungan protein biji (Baharsjah et al., 1985).
Penelitian tentang naungan juga dilaporkan oleh Sunarlim (1985). Naungan pada penelitian tersebut menyebabkan antara lain kenaikan kandungan klorofil daun dan bobot 100 biji, penurunan jumlah polong, dan produksi biji pertanaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa naungan tidak mempengaruhi kadar N daun, bobot spesifik daun secara nyata. Namun, penelitian ini belum membedakan respon yang berbeda antar genotipe yang berbeda ketenggangannya.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam praktikum, pada tanaman sebagai kontrol dan tanaman yang ternaungi tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, panjang akar, bobot tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa repon tanaman tidak berpengaruh penting pada sifat morfologisnya, dan kita juga belum mengetahui hasil yang akan diterima ketika kedelai telah mampu menghasilkan biji.












V.         KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah pada umumnya tergantung pada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan tersebut diperoleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan.
2.      Varietas kedelai yang tahan terhadap cekaman cahaya yaitu Raja Basa.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman cahaya (Intensitas cahaya rendah).






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Fotosintesa. http://nasagrouh.blogspot.com/2009/11/faktor-faktor-lingkungan-yang.html diakses 24 Mei 2012.

 

Holtorf, H., S. Reinbothe, C. Reinbothe, B. Bereza, and K. Apel. 1995. Two routes of chlorophyllide synthesis that are differentially regulated by light in barley (Hordeum vulgare L.). Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 92:3254-3258.

 

Kisman, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, Sobir, D. Sopandie. 2007. Karakter Morfo- Fisiologi Daun, Penciri Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Bul. Agron. 35:96-102.

 

McNellis, T.W. and X.W. Deng. 1995. Light control of seedling morphogenetic pattern. The Plant Cell, 7:1749-1761.

 

Muhuria L. 2007. Mekanisme fisiologi dan pewarisan sifat toleransi kedelai (Glycine max L. Merrill) terhadap intensitas cahaya rendah [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

 

Staub, J.M. and X.W. Deng. 1996. Light signal transduction in plants. Photochem Photobiol 64: 897-905.









I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun. Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton.
Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat (P. pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh).
B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perubahan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman biotik (penyakit karat daun kedelai Phakopsora pachyrhizi)
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap penyakit karat daun kedelai
II.         TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat telah tersebar luas di sentra produksi dedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan dan Sulawesi (Semangun, 1991).
Penyakit karat yang disebabkan jamur Phakopspora pachyrhizi merupakan penyakit penting pada kedelai. Penyakit karat dapat menurunkan hasil karena daun-daun yang terserang akan mengalami defoliasi lebih awal sehingga akan mengakibatkan berkurangnya berat biji dan jumlah polong yang bervariasi antara 10-90%, tergantung pada fase perkembangan tanaman, lingkungan dan varietas kedelai (Sinclair dan Hartman, 1999).
Kehilangan hasil akibat penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono, 1979). Besarnya kehilangan hasil bergantung pada berbagai faktor antara lain ketahanan tanaman. Pada varietas Orba, kehilangan hasil dapat mencapai 36%, sedangkan pada varietas TK-5 sebesar 81% (Sumarno dan Sudjono, 1977).
Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah terdapatnya bintik-bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak berwarna coklat pada bagian bawah daun, yaitu uredium penghasil uredospora. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan polong hampa. Terjadi bercak- bercak kecil berwarna cokelat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi cokelat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul- bisul (pustule) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang-tulang daun tepatnya didekat daun yang terinfeksi. Biasanya dimulai dari daun bawah baru kemudian ke daun yang lebih muda.
Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang. Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17 jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.
Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat menghasilkan biji. Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati (Sumartini. 2010).


III.      METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, gelas ukur, oven, dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih kedelai dengan 3 varietas (raja basa, tidar, dan mitani)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAK diulang sebanyak tiga kali

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (P0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan cekaman biotik penyakit karat daun kedelai (P1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAK, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
5.      Tanaman kontrol tidak diberi inokulum Phakopsora pachyrhizi
6.      Tanaman sebagai perlakuan diberi inokulum Phakopsora pachyrhizi
7.      Pengamatan dialakukan setiap hari dengan mengamati gejala penyakit karat daun dan setelah muncul diukur intensitas penyakitnya
8.      Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

D.    Analisi Data
(Terlampir)










IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan













V1P0
 

V2P0
 

V3P0
 

V1P1
 

V2P1
 

V3P1
 



V3P1
 

V1P1
 

V2P1
 

V2P0
 

V3P0
 

V1P0
 



V3P0
 

V1P0
 

V2P0
 

V2P1
 

V3P1
 

V1P1
 
 





















B.     Pembahasan
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi berasal dari kelompok Basidiomycetes. Phakopsora pachyrizhy mempunyai uredium pada sisi bawah dan atas daun, coklat muda sampai coklat, bergaris tengah 100-200 µm, sering tersebar merata memenuhi permukaan daun. Parafisa pangkalnya bersatu, membentuk penutup yang mirip dengan kubah diatas uredium. Parafisa membengkok dan berbentuk gada atau mempunyai ujung membengkak, hialin atau berwarna jerami dengan ruang sel sempit. Ujungnya berukuran 7,5-15µm dengan panjang 20-47µm. Uredium bentuknya mirip dengan gunung api kecil yang dibentuk di bawah epidermis, jika dilihat dari atas berbentuk bulat atau jorong. Di pusat bagian uredium yang menonjol berbentuk lubang yang menjadi jalan keluarnya urediospora. Urediospora membulat pendek, bulat telur atau jorong, hialin sampai coklat kekuningan, dengan dinding tebal yang hialin dan berduri halus.
Penyebaran penyakit karat daun ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin, melalui tanah, air dan tanaman inang. Patogen ini tidak dapat bertahan di dalam biji karena termasuk cendawan obligat dan tidak dapat ditularkan melalui benih.
Akibat serangan cendawan ini proses fotosintesis terganggu karena daun tidak berfungsi sebagaimana fungsinya dapat menurunkan hasil produksi sebesar 20-80 %. Penurunan hasil bisa mencapai 100% bila varietas yang ditanam rentan terhadap karat daun dan dibudidayakan sewaktu musim hujan dalam keadaan cuaca yang lembab serta tanaman dalam kondisi tergenang (Khaerunisa, 2010).
Tabel 1. Karakter unggul varietas kedelai yang dilepas 10 tahun terakhir (1995-2005)
Varietas
Umur
(hari)
Poten hasil
(t/ha)
Ketahanan terhadap
penyakit karat
Tidar
Dieng
Malabar
Meratus
Sinabung
Tanggamus
Argomulyo
Burangrang
Wilis
Manglayang
Kaba
Sinabung
Anjasmoro
Rajabasa
75
76
70
75
88
88
79
79
85
86
85
88
82
85
1,40
1,70
1,30
1,40
2,16
2,50
2,00
2,00
1,60
1,90
2,10
2,20
2,0
3,90
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Toleran
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Agak tahan
Tahan
Sumber: Balitkabi 2007
Ketahanan berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mencegah, menghambat atau memperlambat perkembangan penyakit (Bell, 1982). Suatu ketahanan genetik mempunyai nilai yang lebih berarti dalam mengendalikan penyakit tanaman, bila ketahanan genetik tersebut mampu memberikan perlindungan yang baik dan menyeluruh dari kemungkinan kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit (Baswarsiati, 1994).
Fanani dkk. (1981), mengemukakan bahwa ketahanan kedelai terhadap penyakit karat berupa ketahanan morfologis yang disebabkan adanya bulubulu daun (trichoma) yang lebih rapat dan jaringan kutikula yang tebal sehingga sulit terinfeksi oleh patogen. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa tanaman- tanaman yang agak tahan daunnya lebih kaku dan warnanya lebih gelap sedangkan pada yang peka daunnya agak lemas dan warnanya lebih terang.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan intensitas penyakit pada kedelai antar varietas tidak menunjukkan perbedaan nyata. Seharusnya menunjukkan perbedaan yang nyata karen varietas rajabasa ialah varietas yang tahan terhadap penyakit karat daun. Sedangkan pada bobot kering tanaman menunjukkan perbedaan antara blok 1 dan blok 3 dengan blok 2, hal ini terjadi karena perlakuan yang tidak sama antar blok. Seharusnya pada tiap blok sama, dan yang mungkin tidak sama seharusnya pada varietas, hal ini dimungkinkan karena praktikan yang kurang berhati-hati dan cermat dalam memberi inokulum.












V.         KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Ketahanan kedelai terhadap penyakit karat berupa ketahanan morfologis yang disebabkan adanya bulubulu daun (trichoma) yang lebih rapat dan jaringan kutikula yang tebal sehingga sulit terinfeksi oleh patogen.
2.      Varietas yang tahan ialah rajabasa toleran terhadap penyakit karat daun.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman biotik penyakit karat daun kedelai.






DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2007. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu kedelai. Puslitbangtan. Balitbangtan. 54 hal.

Khaerunisa, R. 2010. Karat Daun pada Kedelai. (On-line). http://rizkihaerunisa1009.wordpress.com/2010/06/20/karat-daun-pada-kedelai/ diakses 25 Mei 2012.

Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Poress, Yogyakarta. 449 hal.

Sinclair, J.B. and G.L. Hartman. 1999. Soybean Rust. In G.L. Hartman, J.B. Sinclair, J.C. Rupe (Eds.) Compendium of Soybean Diseases (Fourth Edition). APS Press The American Phytopathological Society. p.25-26.

Sudjono, M.S. 1979. Ekobiologi cendawan karat kedelai dan resistensi varietas kedelai. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hal.

Sumarno dan S. Sudjono. 1977. Breeding for soybean rust resistance in Indonesia. P. 66-70. Report of Workshop on Rust of Soybean Problem and Research Needs. Manila.

Sumartini. 2010. Penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya yang ramah lingkungan. Jurn Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 29(3).







I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut para pakar hama dan penyakit tanaman, penyakit kresek ini bisa diantisipasi dengan budidaya tanaman secara sehat. Beberapa perlakuan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
1.      Menggunakan benih unggul dengan varietas tahan penyakit hawar daun bakteri
2.      Jarak tanam yang tidak terlalu rapat sehingga mengurangi kelembaban lingkungan sekitar tanaman
3.      Pengurangan penggunaan pupuk urea agar tanaman tidak sukulen sehingga batang dan daun menjadi lunak yang menjadikannya mudah terserang penyakit
4.      Mengaplikasi tanaman padi dengan Corine bacterium. Telah diketahui bahwa Corine bakaterium adalah musuh utama dan pemangsa bakteri Xanthomonas oryzae sebagai penyebab hawar daun bakteri pada tanaman padi.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui respon dan perubahan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman biotik (penyakit kresek X. Oryzae pv. oryzae)
2.      Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap penyakit kresek
II.         TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit yang tersebar luas di pertanaman padi sawah dan bisa menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit ini pada umumnya terjadi pada musim hujan atau lembab >75%, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang dengan pemupukan N yang tinggi. Hawar daun bakteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Dye. yang dapat menginfeksi tanaman padi pada berbagai stadium pertumbuhan (Anonim, 2010).
Penyakit pada tanaman padi dengan gejala daun mengering mulai dari tepi daun kemudian meluas hingga ketulang tengah daun, jika terjadi serangan akut seluruh helaian daun bisa mengering seluruhnya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas sp (Maspary, 2010).
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai ke permukaan air dan menjadi busuk. pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif (Anonim, 2010).
Penyakit kresek disebabkan oleh bakteri, mereka bersifat sistemik artinya mereka tumbuh dan berkembang didalam jaringan pengangkutan utama pada tanaman. Pada saat tanaman terinfeksi bakteri, bakteri tersebut terangkut keseluruh bagian tanaman dan pada saat itu daun yang luas juga akan terinfeksi. Sehingga ujung daun dan bagian tepi daun serta daerah - daerah jaringan pengangkutan berubah warnanya menjadi kuning kemudian coklat.
Pertumbuhan bakteri menyumbat saluran pembuluh tersebut sehingga air dan zat makanan tidak dapat masuk kedalam atau keluar ujung daun, sehingga meyebabkan gejala kekuningan, layu dan mati pada bagian ujung daun. Pada pesemaian penyakit tersebut menyebabkan daun menjadi kuning dan akhirnya kering dan mati. Penyakit ini dapat merusak tanaman yang telah ditanam disawah. Keadaan seluruh daun tanaman yang muda yang tampak menguning dan mengering dapat dikira serangan sundep atau penggerek batang. Pada tanaman tua, bagian tepi ujung daun menjadi kuning dan menguningnya jaringan tersebut meluas kedaun bagian bawah, akhirnya ujung daun menjadi kering dan berwarna putih.
Dampak Serangan, bagian pucuk Tanaman dan tepi daun akan mengering, sehingga proses fotosintesa tidak dapat maksimal, sehingga produksi yang dicapai tidak maksimal, berat gabah kurang bernas/ mentes, banyak butir hijau dan butir hampa, gabah warnanya menjadi kusam, tidak mengkilat (Wibowo, 2012).
III.        METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan alat Penyiram, kantong plastik, kertas label, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, oven, dan amplop
2.      Bahan yang digunakan benih padi dengan 3 varietas (mentik wangi, siak raya, dan dendang)

B.     Rancangan Lapang
Rancangan lapang menggunakan RAK diulang sebanyak tiga kali

C.    Prosedur Kerja
1.      Disiapkan tanah sebgai media tanam, tanah dimasukkan kedalam polibag kemudian disiram dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Polibag yang telah berisi tanah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol (X0) dan kelompok kedua sebagai perlakuan biotik penyakit kresek daun padi (X1)
2.      Benih yang akan ditanam dipilih yang baik dan bernas
3.      Tiap polibag berisi 3 benih
4.      Polibag diletakkan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan yaitu dengan RAK, dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
11.  Tanaman kontrol tidak diberi inokulum X. Oryzae pv. Oryzae
12.  Tanaman sebagai perlakuan diberi inokulum X. Oryzae pv. Oryzae
13.  Pengamatan dialakukan setiap hari dengan mengamati gejala penyakit kresek daun dan setelah muncul diukur intensitas penyakitnya
14.  Tanaman di oven selama 3 hari kemudian diukur bobot kering tanaman. Bobot keing tajuk, bobot kering akar, dan rasio akar/tajuk

5.      Analisi Data
(Terlampir)














IV.        HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan













X0V2
 

X0V3
 

X0V1
 

X1V3
 

X1V1
 

X1V2
 


X0V3
 

X0V1
 

X0V2
 

X1V2
 

X1V3
 

X1V1
 


X0V1
 

X0V2
 

X0V3
 

X1V1
 

X1V2
 

X1V3
 
 





















B.     Pembahasan
Dampak Serangan bagian pucuk tanaman dan tepi daun akan mengering, sehingga proses fotosintesa tidak dapat maksimal, sehingga produksi yang dicapai tidak maksimal, berat gabah kurang bernas/ mentes, banyak butir hijau dan butir hampa, gabah warnanya menjadi kusam, tidak mengkilat.
Penyakit kresek disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Dye. yang dapat menginfeksi tanaman padi pada berbagai stadium pertumbuhan. Pertumbuhan bakteri menyumbat saluran pembuluh tersebut sehingga air dan zat makanan tidak dapat masuk kedalam atau keluar ujung daun, sehingga meyebabkan gejala kekuningan, layu dan mati pada bagian ujung daun. Pada pesemaian penyakit tersebut menyebabkan daun menjadi kuning dan akhirnya kering dan mati.
Infeksi penyakit ini biasanya terbatas pada helaian daun saja. Gejala yang timbul berupa bercak sempit berwarna hijau gelap yang lama-kelamaan membesar berwarna kuning dan tembus cahaya diantara pembuluh daun. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, bercak membesar, berubah menjadi berwarna coklat dan berkembang menyamping melampaui pembuluh daun yang besar. Seluruh daun varietas yang rentan bisa berubah warna menjadi coklat dan mati. Pada keadaan ideal untuk infeksi, seluruh pertanaman menjadi berwarna oranye kekuning-kuningan. Bakteri memasuki tanaman melalui kerusakan mekanik atau melalui terbukanya sel secara alami. Butir-butir embun yang mengandung bakteri akan muncul pada permukaan daun. Hujan dan angin membantu penyebaran penyakit ini. Stadia tanaman yang paling rentan adalah dari fase anakan sampai stadia pematangan. Pada infeksi yang berat, kehilangan hasil dapat mencapai 30% (Fardenan, 2011).
Tabel 1. Varietas Padi yang Tahan terhadap Penyakit Kresek
Varietas
Tahun Pelepasan
Membramo
1995
Cibodas
1995
Maros
1996
Way Aao Buru
1998
Sintanur
2001
Cimelati
2001
Sinqkil
2001
Conde
2001
Anqke
2001
Konawe
2001
Ciuiuno
2001
Wera
2001
Intani
2001
Sunggal
2002
Ketan Hitam
2002
Impari 1
2008
Impari 6 Jete
2008
Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan suatu hasil tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata. Sedangkan pada bobot kering tanaman didapatkan V3 (Dendang) berbeda nyata dengan V1 (Mentik Wangi) dan V2 (Siak Raya), tetapi V2 (Siak Raya) tidak berbeda dengan V1(Mentik Wangi). Pada bobot kering tajuk dan bobot kering akar didapatkan kesimpulan V1 (Mentik Wangi) berbeda nyata dengan V3 (Dendang), dan V2 (Siak Raya) tidak berbeda nyata dengan V3 (Dendang) dan V1 (Mentik Wangi). Pada Intensitas penyakit didapatkan sebuah kesimpulan V3 (Dendang) berbeda nyata dengan V2 (Siak Raya) dan V1 (Mentik Wangi), tetapi V2 (Siak Raya) tidak berbeda dengan V1 (Mentik Wangi).
Pada tanaman yang terkena penyakit kresek daunnya menjadi kecokelatan, dan tidak segar seperti tanaman yang tidak terkena penyakit kresek.












V.      KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Dampak Serangan bagian pucuk tanaman dan tepi daun akan mengering, sehingga proses fotosintesa tidak dapat maksimal, sehingga produksi yang dicapai tidak maksimal, berat gabah kurang bernas/ mentes, banyak butir hijau dan butir hampa, gabah warnanya menjadi kusam, tidak mengkilat.
2.      Varietas yang tahan dari hasil pengamatan kami ialah varietas padi Dendang.

B.     Saran
Pada saat melakukuan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh agar bisa diperoleh data yang benar dan bisa diketahui varietas mana yang tahan terhadap cekaman biotik penyakit kresek.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Penyakit Hawar Daun Bakteri. (On-line). http://www2.bbpp-lembang.info/index.php?option=com_content&view=article&id=516&Itemid=304 diakses 25 Mei 2012.

Fardenan, D. 2011. Masalah Lapang Hama, Penyakit, Hara Pada Padi. (On-line). http://www.scribd.com/doc/62379222/Buklet-Hama-Penyakit-Padi diakses 25 Mei 2012.

Maspary. 2010. Mengendalikan Penyakit Kresek Pada Tanaman Padi Dengan Budidaya Tanaman Sehat. (On-line). http://www.gerbangpertanian.com/2010/03/mengendalikan-penyakit-kresek-pada.html diakses 25 Mei 2012.

Wibowo. 2012. Penyakit Kresek ( Bakteri Hawar Daun ). (On-line). http://cybex.deptan.go.id/lokalita/penyakit-kresek-bakteri-hawar-daun diakses 25 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar